Maurizio Sarri, Mantan Bankir yang Merevolusi Sepak Bola Italia
Demi sepak bola, Maurizio Sarri meninggalkan karier mapannya sebagai bankir. Kenekatannya berbuah trofi Liga Italia musim ini bersama Juventus. Sesuatu yang tidak pernah disangka oleh kerabat dan koleganya.
Maurizio Sarri (61) meninggalkan kenyamanan dan kemapanannya sebagai seorang bankir untuk menekuni hobinya di masa muda, yaitu sepak bola. Pilihannya tidak keliru. Ia berhasil mencatatkan prestasi sebagai pelatih tertua yang meraih trofi juara Liga Italia bersama Juventus.
Sarri seolah menunjukkan tidak ada kata terlambat untuk menekuni suatu hal yang dicintai. Berbeda dengan kebanyakan pelatih sepak bola sukses yang memulai kariernya sebagai pemain profesional, seperti Pelatih Real Madrid Zinedine Zidane dan Manajer Manchester City Pep Guardiola, Sarri justru tidak memiliki pengalaman sebagai pemain sepak bola profesional.
Meskipun sangat mencintai sepak bola, seperti kebanyakan mayoritas pemuda Italia lainnya, takdir dan arahan orangtuanya memaksa Sarri menekuni dunia kerja, yakni sebagai bankir. Namun, kesibukan bekerja di bank tidak merenggut mimpi di masa kanak-kanaknya untuk menjadi pesepak bola.
Ia pun memilih menjalani dua kehidupan yang amat berbeda. Pagi hingga sore, ia bekerja sebagai bankir. Jelang malam, ia melepas setelan jasnya dan menggantinya dengan pakaian kasual untuk bermain dan melatih klub sepak bola amatir. Selama membela tim-tim lokal itu, Sarri tidak pernah meminta bayaran sepeser pun karena ia menganggapnya sebatas hobi belaka.
Pada musim panas 1990, klub yang dibela Sarri di liga amatir, yakni Stia, tidak memiliki pelatih. Sarri memutuskan mengisi jabatan pelatih itu sekaligus tetap menjadi pemain yang menempati posisi bek tengah. Setahun berselang, Sarri memutuskan gantung sepatu dan fokus sebagai pelatih pada usia 32 tahun. Ketika itu, Stia bermain di divisi kedelapan Liga Italia.
Selama 10 tahun, Sarri melatih sejumlah klub lokal di Florence, Italia tengah, dan merasakan semua tingkatan kompetisi amatir hingga semiprofesional di Italia. Ia melatih pada sore hari setelah selesai bekerja di bank dan memanfaatkan libur akhir pekan untuk memimpin timnya bertanding.
Memasuki milenium baru, Sarri dipercaya melatih Sansovino, klub divisi keenam Italia atau Serie Eccellenza yang merupakan liga semiprofesional. Ketika dipercaya menangani Sansovino itu pada musim 2000-2001, Sarri nekat memutuskan meninggalkan kariernya sebagai bankir dan fokus sepenuhnya pada pekerjaan barunya sebagai pelatih sepak bola.
Berani ambil risiko
Kenekatan Sarri itu mengundang reaksi beragam dari kolega dan keluarganya. Rekan kerja Sarri di Banca Toscana, Aurelio Virgili, mengatakan, Sarri adalah individu yang tidak takut mengambil risiko. Semua rekan kerjanya pun sudah lama tahu bahwa Sarri menggabungkan profesi sebagai bankir dan pelatih dalam satu waktu.
Tidak sedikit juga yang mencibirnya dan menganggapnya orang bodoh karena meninggalkan karier sebagai bankir semata-mata demi menjadi pelatih sepak bola yang serba tidak pasti dan tanpa jaminan pensiun. ”Padahal, ia tetap bisa melanjutkan kerja di bank sambil melatih dan memiliki keamanan finansial. Tetapi, dia tidak takut mengambil keputusan demi mengejar hasratnya di sepak bola,” kata Virgili kepada BBC.
Saya harus mengambil risiko untuk mengejar mimpi di sepak bola.
Terkait keputusannya itu, Sarri mengatakan, dirinya merasa sudah puas dengan capaiannya sebagai bankir yang pernah ditempatkan di beberapa negara di Eropa, seperti Inggris, Swiss, Luksemburg, dan Jerman. ”Saya harus mengambil risiko untuk mengejar mimpi di sepak bola,” tegasnya.
Jalan karier Sarri memang tidak secemerlang pelatih top dunia saat ini yang tidak perlu waktu lama untuk melatih tim di divisi utama. Sarri butuh 24 tahun untuk bisa melatih tim Serie A. Empoli menjadi tim pertama yang ia tangani di kompetisi sepak bola kasta tertinggi di Italia itu.
Melawan arus
Keberhasilan Sarri menembus Serie A merupakan hasil jerih payahnya juga. Ia membawa Empoli promosi dari Serie B ke Serie A pada musim 2013-2014. Meskipun hanya mampu menembus peringkat ke-15 pada musim 2014-2015, Empoli dan Sarri menarik perhatian publik sepak bola Italia.
Seperti fenomena Atalanta musim ini, Empoli di bawah asuhan Sarri kala itu menjadi tim pemberani yang nekat melawan arus sepak bola Italia yang lama identik dengan pakem pragmatis dan sepak bola bertahan. Di Empoli, Sarri menerapkan pola permainan ofensif dan menekan yang membuat pendukung klub itu jatuh hati.
Baca juga : ”Keabadian” Ronaldo dan Segelas Anggur Madeira
Berbeda dengan pelatih asal Italia kebanyakan, Sarri adalah seorang idealis penyuka sepak bola ofensif. Ia sering kali dianggap ”anak ideologis” dari Arrigo Sacchi, mantan pelatih legendaris AC Milan dan tim nasional sepak bola Italia yang mendobrak paham catenaccio atau sepak bola pertahanan gerendel.
Sacchi merevolusi sepak bola Italia dengan pendekatan sepak bola ofensif dan dinamis yang juga disukai Sarri. Kebetulan pula, Sacchi senasib dengan Sarri. Keduanya bukanlah ”darah biru” di sepak bola. Mereka sama-sama meniti karier pelatih tanpa pernah menjadi pemain profesional yang sukses. Sacchi, yang dianggap guru oleh Sarri, dulu adalah pedagang sepatu.
Keteguhan Sarri melawan kemapanan yang membutakan membuatnya direkrut salah satu klub besar di Serie A, yaitu Napoli, pada 2015. Ia menggantikan pelatih ternama yang pernah meraih Liga Champions Eropa, Rafael Benitez.
Seperti saat memilih fokus menjadi pelatih, Sarri dihujani kritik ketika pertama kali tiba di Napoli. Legenda Napoli, Diego Maradona, bahkan sampai menyebut Sarri tidak pantas melatih Napoli karena hanya pelatih semenjana. Namun, cibiran itu dijawab Sarri dengan kinerja tinggi. Ia membawa Napoli kembali menjadi tim yang disegani.
Pada periode 2015 hingga 2018, Sarri selalu membawa Napoli menduduki peringkat tiga besar di Serie A. Bahkan, pada musim 2017-2018, Sarri mengantarkan Napoli meraih poin terbanyak sepanjang sejarah klub dengan raihan 91 poin. Ia pun dipuja-puja pendukung Napoli karena menghidupkan nama besar klub itu sekaligus memeragakan sepak bola indah.
Baca juga : Mengejar Bayangan Juventus
Semasa di Napoli pula, filosofi sepak bola Sarri mulai dikenal publik dengan sebutan ”Sarrismo”, meskipun sesungguhnya ia telah memperkenalkan filosofi sepak bola menyerang itu sejak melatih klub amatir pada awal 1990-an.
Atas capaian Sarri itu, kamus ensiklopedia bahasa Italia, Treccani, secara resmi memasukkan Sarrismo sebagai kosakata baru pada 13 September 2018. Sarrismo diartikan sebagai konsep permainan sepak bola ala Maurizio Sarri yang berdasarkan kecepatan, pendekatan menyerang, dan dinamis, khususnya terkait pergerakan para penyerangnya.
Sarri adalah pelatih pertama yang memiliki kosakata khusus untuk pola permainannya. Bahkan, Guardiola yang memperkenalkan kembali istilah tiki-taka di Barcelona belum memperoleh kehormatan untuk memiliki kosakata khusus serupa.
Puncak pencapaian
Meskipun telah menancapkan namanya di sepak bola Italia, Sarri sering kali diremehkan. Ia bahkan sempat tidak disukai penggemar Chelsea, bekas klubnya seusai meninggalkan Napoli. Pola permainannya yang rumit dan menuntut kesempurnaan tidak disukai penggemar Chelsea yang kerap menuntut prestasi instan.
Keraguan itu lagi-lagi dijawabnya dengan prestasi, yaitu trofi juara Liga Europa bagi Chelsea pada akhir musim lalu. Capaian di musim perdananya itu membuat Juventus kepincut dan merekrutnya pada musim panas tahun lalu. Lewat Sarri, Juve memulai era revolusinya, yaitu mengusung sepak bola ofensif yang diyakini menjadi resep sukses meraih trofi Liga Champions.
Baca juga : Juventus Juarai Serie A Sembilan Musim Beruntun
Seperti halnya di Chelsea, ia juga tidak disukai sejumlah penggemar Juve karena kehadirannya dianggap menghilangkan identitas Juve sebagai tim dengan pertahanan kokoh. Namun, lagi-lagi, Sarri menjawabnya dengan prestasi, yaitu gelar juara Liga Italia kesembilan beruntun untuk Juve.
Kalau kalian menang scudetto bersama saya yang belum memenangi apa pun, kalian pasti sangat bagus.
”Saya katakan kepada pemain, kalau kalian menang scudetto (gelar juara Liga Italia) bersama saya yang belum memenangi apa pun, kalian pasti sangat bagus,” ucap Sarri memilih rendah hati soal raihan trofi juara Liga Italia pertamanya sebagai pelatih.
Sarri kini masih memiliki satu misi tersisa di musim ini, yaitu meraih trofi Liga Champions yang telah seperempat abad lamanya dinanti Juventus. Bukan tidak mungkin, Sarri menjadi jawaban penantian lama Juve itu. Jika itu terjadi, Sarri kian tidak akan pernah menyesali keputusannya meninggalkan profesi bankir demi mengejar hasrat di sepak bola.
Maurizio Sarri
Lahir: Napoli, 10 Januari 1959
Jabatan: Pelatih Juventus
Karier Pelatih:
- 1990-1991 Stia
- 1991-1993 Faellese
- 1993-1996 Cavriglia
- 1996-1998 Antella
- 1998-1999 Valdema
- 1999-2000 Tegoleto
- 2000-2003 Sansovino
- 2003-2005 Sangiovannese
- 2005-2006 Pescara
- 2006-2007 Arezzo
- 2007 Avellino
- 2008 Hellas Verona
- 2008-2009 Perugia
- 2010 Grosseto
- 2010-2011 Alessandria
- 2011-2012 Sorrento
- 2012-2015 Empoli
- 2015-2018 Napoli
- 2018-2019 Chelsea
- 2019-kini Juventus
Prestasi:
- Liga Europa 2018-2019 bersama ChelseaLiga Italia 2019-2020 bersama Juventus