Kuntjoro Basuki Dhiya’uddin Siapkan Nelayan Modern dari Puger
Kuntjoro Basuki Dhiya\'uddin bermimpi menciptakan nelayan-nelayan muda modern yang punya karakter, keahlian, dan penguasaan teknologi bertaraf internasional.
Kuntjoro Basuki Dhiya’uddin punya impian mencetak nelayan-nelayan muda yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Impian itu coba ia wujudkan dengan mendirikan SMK Perikanan dan Kelautan Puger di Jember, Jawa Timur
Sekolah yang berada di sekitar perkampungan nelayan tersebut kini berkembang pesat ketika dimulai tahun 2000. SMK Perikanan dan Kelautan Puger jadi salah satu sekolah kejuruan rujukan jurusan kemaritiman di tingkat nasional.
Kuntjoro sering diundang ke Jakarta untuk menyuarakan pentingnya memprioritaskan pendidikan di sekolah kejuruan kemaritiman. Dia diundang sebagai narasumber bagi sejumlah kementerian terkait, seperti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perhubungan, dan Kementerian Koordinator Kemaritiman. Sekolah swasta ini juga sering diundang untuk ikut pameran di tingkat nasional yang menampilkan keunggulan dari lulusan berkarakter, kerja sama yang erat dengan dunia industri, hingga produk pengolahan ikan.
Bagi Kuntjoro, Indonesia merupakan negara maritim yang harus diperjuangkan. Kekayaan laut Indonesia butuh dukungan sumber daya manusia (SDM) yang handal, salah satunya dengan mendidik anak-anak muda yang tertarik dengan kemaritiman.
“Dari awal saya mau punya standar kualitas yang tinggi. Semakin saya mengenal dunia maritim Indonesia, semakin saya ingin berbakti lewat pendidikan kemaritiman supaya laut Indonesia jaya dengan adanya anak-anak muda yang mau bergelut di bidnag kelautan dan perikanan yang modern,” ujar Kuntjoro yang dikenal sebagai salah satu sesepuh di SMK kemaritiman Indonesia.
Kuntjoro terpanggil untuk menyediakan sekolah kejujuran yang membekali anak-anak nelayan supaya tidak terjebak pada lingkaran kemiskinan kehidupan di perkampungan nelayan di Puger. Dia yang tadinya mengajar di SMA dipindahkan ke SMEA Kasiyan Puger pada tahun 1995. Lokasi sekolah dekat dengan perkampungan nelayan sehingga dia mulai mengenal kehidupan nelayan secara langsung.
Kuntjoro seakan merasa tidak puas saat melihat anak-anak nelayan justru belajar akutansi, manajemen, atau sekretaris di SMEA. Sekolah kejuruan yang tersedia tidak terkait untuk meregenerasi nelayan muda modern.
“Saya merasa tidak sreg kok anak nelayan disuruh sekolah manajemen, sekretaris. Setelah lulus pun tidak tersedia lapangan pekerjaan yang sesuai. Saya merasa seperti ada panggilan untuk bisa mengubah keadaan supaya kehidupan nelayan jangan selalu dianggap miskin, tidak bisa mengubah nasib,” ujar Kuntjoro yang dihubungi dari Puger, Kamis (9/4/2020).
Blusukan ke industri
Ketika Kuntjoro ditawari jadi kepala sekolah SMEA Kasiyan Puger, dirinya mengajukan penawaran supaya dijinkan membuka jurusan perikanan dan kelautan. Selama setahun, Kuntjoro blusukan mencari pendidikan kemaritiman yang dikehendaki industri dengan langsung mendatangi sejumlah industri terkait kelautan dan perikanan di Benoa, Bali, Madura, dan Surabaya. Akhirnya, dia membuka jurusan nautika kapal ikan dan teknologi hasil perikanan di SMEA.
“Dari blusukan itu muncul inspirasi tentang kekayaan kelautan, terutama perikanan dan tambak-tambak. Saya jadi semakin semangat mewujudkan SMK kelautan di Puger, apalagi banyak yang mendukung. Saya promosi ke SMP-SMP soal potensi laut Indonesia,” ujar Kuntjoro.
Tahun 2000, jurusan kelautan ditambahkan ke SMEA yang dipimpin Kuntjoro. Ada dua jurusan yakni nautika kapal ikan (teknologi menangkap ikan) karena selama ini nelayan teknologinya rendah. Selain itu, jurusan teknologi hasil perikanan. Para nelayan di desa umumnya mengolah ikan hanya jadi ikan gereh alias ikan asin dan terasi.
“Dari blusukan itu muncul inspirasi tentang kekayaan kelautan, terutama perikanan dan tambak-tambak. Saya jadi semakin semangat mewujudkan SMK kelautan di Puger, apalagi banyak yang mendukung. Saya promosi ke SMP-SMP soal potensi laut Indonesia,” ujar Kuntjoro.
Setelah satu tahun berjalan, Kuntjoro menemukan tidak pas menyatukan SMEA dan SMK Kelautan karena karakter dasar yang ditanamkan bagi anak-anak yang akan bekerja di laut dan kantoran berbeda. Kuntjoro pun mendirikan yayasan pendidikan dan pondok pesantren supaya bisa lebih fokus. Pemerintah daerah mendukungnya dengan tetap menjadikan Kuntjoro yang berstatus pegawai negeri sipil bisa memimpin SMK Perikanan dan Kelautan Puger.
“Sekolah numpang di SMEA awalnya. Lalu numpang di pondok pesantren. Di tahun kelima akhurnya bisa punya gedung dan lahan sendiri. Namun, komitmen kami pada mutu membuat sekolah ini akhirnya dilirik Kemendikbud,” cerita Kuntjoro.
Kuntjoro menerapkan disiplin Jepang yang kuat. Siswa yang tidak berkomitmen, misalnya telat, merokok, narkoba, tawuran, suka pornogografi, ataupun pacaran, bisa dikeluarkan. “Sayangnya, anak-anak nelayan belum kuat dengan tuntutan disiplin yang kami terapkan. Justru banyak anak petani dan anak dari keluarga miskin lainnya yang mau sekolah di SMK Puger. Saya tidak menyerah untuk terus mengajak anak-anak nelayan di Puger mau mengubah nasib lewat sekolah kelautan,” ujar Kuntjoro.
Lulusan pertama dari SMK Perikanan dan Kelautan Puger pada tahun 2003 sudah bisa ikut magang ke Jepang. Hingga kini, alumni tersebar ke China, Korea Selatan, Afrika, dan negara lain.
Kuntjoro juga memperjuangkan ada beasiswa kuliah bagi alumni. Saat ini ada nota kesepahaman dengan empat lembaga pendidikan vokasi di China. Ada sekitar 15 anak yang mendapat beasiswa kuliah diploma 3 hingga sarjana di China.
Jaminan bekerja di luar negeri bagi anak-anak yang memenuhi syarat dan memiliki sertifikasi internasional menjadi daya tarik SMK Puger. Tujuan utama negara Jepang karena ada jaminan keamanan, gaji tinggi, dan teknologi maju. Di industri penangkapan, misalnya, siswa yang mendapat kontrak magang di Jepang mendapat gaji sekitar Rp 673 juta selama tiga tahun. Setelah magang, tetap bisa melanjutkan kerja di Jepang sekitar lima tahun dengan gaji yang lebih tinggi.
“Bagi orang desa, bisa kerja di luar negeri selama ini sulit, mesti punya uang punya Rp 40-60 juta dulu untuk macam-macam. Lewat sekolah SMK Puger, anak yang lulus langsung diserap kerja ke luar negeri tanpa biaya macam-macam. Tentu ini membantu anak-anak dari keluarga miskin yang mau mengubah nasib keluarga,” kata Kuntjoro.
Meskipun sudah bisa menghasilkan SDM nelayan modern yang diterima di internasional, Kuntjoro masih merasa gundah. Perjuangannya tetap dirasa belum selesai. Dia menyayangkan pemerintah yang belum optimal memanfaatkan anak-anak muda lulusan SMK kelautan yang bekerja di luar negeri, yang sudah terbentuk budaya kerja, karakter, dan penguasaan teknologi perikanan modern. Harapannya, semua itu bisa dimanfaatkan untuk mendukung kemajuan industri kemaritiman di Tanah Air.
”Saya belum pernah menyerah memperjuangkan ini supaya mereka diberdayakan, di Indonesia. Supaya para pengambil kebijakan bisa mencari celah. Saya pikir eman-eman alias sayang potensi besar yang sudah dilakukan SMK keluatan dan perikanan mendidik nelayan modern dan berpengalaman di luar negeri, tidak dimanfaatkan dnegan baik. Silakan pemerintah cari cara dan terobosan supaya potensi laut Indonesia semakin berkembang,” kata Kuntjoro.
Kuntjoro Basuki Dhiya\'uddin
Lahir : Jember, 26 Mei 1960
Pendidikan:
1. S1 Bimbingan Penyuluhan. Konseling Universitas Negeri Jember ( 1986)
2. S2 Psikologi Industri, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya (2004)
Penghargaan:
1. Penghargaandari Menteri Koordinator Kemaritiman sebagai tokoh pembangunan SDM Kemaritiman (2012)
2. Penghargaan Gubernur Jawa Timur sebagai tokoh pembangunan SDM Kelautan Perikanan (2008)
Pekerjaan/organisasi:
1. Kepala SMK Kelautan dan Perikanan Puger (2002 – sekarang)
2. Ketua Forum SMK kemaritiman Jawa Timur (2019)