Sebagai warga asli Magelang, Bagus Priyana merasa bertanggung jawab untuk merawat sejarah kotanya. Dia tak mau masyarakat Magelang kehilangan ingatan terkait sejarah kotanya.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·5 menit baca
Kendati bukan sejarawan, Bagus membagikan pengetahuannya perihal sejarah Magelang kepada siapa saja. Upaya yang dilakukannya, di antaranya, dengan menggelar berbagai kegiatan, seperti jalan-jalan ke lokasi sejarah, diskusi, bedah buku, bedah arsip, dan aneka pameran.
Bagus mengatakan, dia sengaja menempuh berbagai cara untuk mengungkapkan sejarah dengan cara menyenangkan dan mudah dilakukan. ”Sejarah adalah milik publik, maka sejarah harus disampaikan dengan cara yang mudah dipahami publik,” kata Bagus, saat diwawancarai pada pertengahan Februari lalu, di Magelang.
Penyebaran materi sejarah tersebut dilakukan Bagus bersama dengan komunitas bentukannya, Komunitas Kota Toea Magelang, sejak tahun 2009. Beragam kegiatan tersebut dilakukan secara bergantian dan rutin setiap tahun dengan tema yang berbeda-beda.
Dalam satu tahun, Komunitas Kota Toea Magelang menyelenggarakan 6-15 kegiatan. Bahkan, untuk kegiatan jalan-jalan atau jelajah bisa diikuti ratusan peserta dari daerah-daerah. Selain dari Magelang, peserta datang dari Jakarta, Semarang, Yogyakarta, dan Surabaya. Beberapa kegiatan juga melibatkan wisatawan asing, salah satunya dari Jerman.
Komunitas itu menggelar acara jalan-jalan tidak sebatas di Magelang, tetapi juga pernah sampai di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, dan Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta.
Tahun 2008, Bagus mendirikan Komunitas Kota Toea Magelang yang dimulai dengan beranggotakan empat orang. Lalu, mereka mulai aktif di media sosial yang kini diikuti 25.000 pengikut. Selain itu, mereka juga mulai menggelar berbagai kegiatan.
Seiring berjalannya waktu, komunitas ini mengembangkan kegiatan diskusi dan bertukar ilmu, baik secara daring maupun pertemuan langsung. Komunitas inilah yang kemudian ikut membantu mengawal pemanfaatan dan kondisi terkini bangunan-bangunan tua di Magelang.
”Dari percakapan, unggahan foto, ataupun cerita dari teman-teman dalam grup itulah, kami, termasuk saya, bisa saling menambah informasi dan pengetahuan,” ujar Bagus yang merupakan warga Kelurahan Magelang, Kecamatan Magelang Tengah, Kota Magelang, Jawa Tengah.
Dengan komunitas yang menyebarkan informasi seputar sejarah Magelang, Bagus berharap bisa membuat masyarakat Magelang dan sekitarnya bisa memahami sejarah daerahnya sendiri. ”Sejarah tidak boleh dilupakan. Kota ini (Magelang) tidak boleh hilang ingatan,” ujarnya.
Untuk itulah, dia selalu berusaha memperkaya pengetahuannya dengan menambah koleksi buku, foto, dan keterangan lisan dari warga usia lanjut yang menjadi saksi sejarah. Sebagian orang menyebut Bagus sebagai arsip berjalan karena pengetahuannya yang luas. Tak jarang, dia diundang sebagai narasumber di berbagai acara di Magelang ataupun luar kota.
Menyukai sejarah
Sejak kecil, ketika bersekolah di SD Negeri 1 Magelang, Bagus mulai tertarik dengan sejarah. Kala itu, dirinya melihat bangunan sekolahnya yang berdiri pada era tahun 1970-an sudah mengalami sejumlah kerusakan. Kondisi SD Negeri 1 tersebut berbeda dibandingkan dengan SDN 2 dan SDN 6 Magelang, yang berada dalam satu kompleks. SDN 2 dan SDN 6 Magelang, yang merupakan peninggalan Belanda, masih berdiri bagus, tanpa cacat.
Saat itu, Bagus yang sering diajak oleh orangtuanya jalan-jalan semakin terpana melihat banyak gedung tua peninggalan Belanda masih berdiri bagus. Sebagian bangunan dialihfungsikan sebagai kantor-kantor pemerintah.
Ketertarikan pada sejarah semakin bertambah setelah dirinya mendengar cerita tentang sejarah Magelang dari guru dan sejumlah buku pelajaran. Timbullah rasa penasaran dan ingin tahu yang besar dalam diri Bagus. Namun, karena keterbatasan informasi, rasa penasarannya dipendam dalam hati.
Ketertarikan pada sejarah tersebut membuat Bagus menyukai benda kuno seperti sepeda peninggalan Belanda. Mendapatkan sepeda kuno warisan dari orangtua, dia pun kemudian menggunakan sebagai alat transportasinya.
Lalu, dia bertemu dengan sesama penggemar sepeda kuno. Mereka membentuk Komunitas VOC Magelang pada tahun 2003. Berawal dari keinginan mengajak rekan-rekannya berjalan-jalan ke lokasi sejarah, Bagus mengumpulkan data dan materi perihal sejarah tempat tersebut.
Tahun 2005, dia mulai bergerak mengumpulkan data. Diawali dengan berkeliling mencari bangunan-bangunan tua, kemudian dirinya mencari tahu keberadaan pemilik bangunan tersebut. Selanjutnya, dia mencari dan meminta keterangan dari tetua di sekitar lokasi bangunan.
Semua keterangan yang didapatkannya selalu dicatat dalam buku besar yang dibawa ke mana-mana. Sebagian keterangan itu dituangkan dalam bentuk catatan di blog dan sebagian lagi disampaikannya sebagai materi sejarah di acara bersepeda.
Tak terduga
Seiring berjalannya waktu, Bagus mendapati kecintaan dan kegemarannya belajar sejarah justru berujung pada hal-hal mengejutkan yang tidak pernah diduga. Unggahan komunitas di media sosial membuat dirinya kemudian banyak dicari, dihubungi oleh warga negara asing (WNA) yang ingin mencari kerabat, rumah masa kecil, dan rumah keluarganya di Magelang. Mereka datang ke Magelang, dan Bagus kemudian membantu mencari dengan berbekal cerita, kenangan, ataupun foto-foto dari warga asing tersebut.
Dari situlah, Bagus mendapat pengalaman mengharukan. ”Saya pernah membantu seorang warga Belanda mencari, menemukan rumah tempat tinggalnya semasa kecil, yang sudah ditinggalkannya 76 tahun lampau,” ujarnya.
Lain waktu, karena keterbatasan data dan cerita, dia terkadang hanya bisa membantu mengantarkan hingga gang atau jalan yang menuju lokasi rumah. Namun, hal itu biasanya sudah cukup membuat banyak WNA tersebut tersenyum bahagia. Hingga kini, Bagus sudah membantu WNA yang berasal dari Belanda, Spanyol, Belgia, dan Kanada.
”Bisa membantu menemukan kepingan sejarah orang lain menjadi bentuk kebahagiaan tersendiri yang tidak bisa dinilai dengan uang,” ujarnya.
Keinginan membantu orang lain dan menyusun data tentang sejarah kota tersebut, pada akhirnya juga mendorong Bagus untuk terus mengumpulkan data dari berbagai sumber.
Saat ini, sebagai sumber fisik, Bagus telah mengumpulkan ratusan foto kuno, puluhan buku kuno di mana yang tertua dicetak tahun 1939. Selain itu, dia juga memiliki sejumlah peta lama, yang tertua adalah peta jalur kereta api tahun 1924.
Sebagian didapatkannya dari pemberian teman, sebagian lainnya dibeli dengan harga ratusan ribu rupiah per buah. Dia gigih mencari benda-benda kuno. Baginya, sejarah dan semua data di masa lalu menjadi hal yang penting untuk selalu direkam dan disusun ulang.