M Sabir HL Menghidupi Alam Pikiran Anak-Anak Dengan Dongeng
M Sabir HL (54) ingin memenuhi alam pikiran anak-anak dengan hal-hal yang menyenangkan. Dia berkeliling dari kota-ke kota di Kalimantan Timur untuk mendongeng.
Anak-anak sering menjadi korban dalam sebuah konflik atau bencana. Di tengah kepedihan, M Sabir HL (54) terpanggil untuk menyampaikan kisah-kisah yang menurutnya laik didengar anak-anak ketimbang kisah pilu. Selama puluhan tahun, dia berkeliling Kalimantan Timur untuk mendongeng bagi anak-anak.
Pada medio 2000, Sabir berkunjung ke Kalimantan Tengah untuk mendalami teater. Tak lama berselang, kerusuhan terjadi di beberapa titik di Sampit, Kalimantan Tengah. Ia melihat api melalap rumah, kendaraan, dan berbagai barang di tepi jalan.
Warga banyak yang mengungsi. Sabir melihat anak-anak memeluk ibunya. Dengan mimik muka ketakutan, banyak anak-anak menangis.. Sabir, yang saat itu baru dikaruniai anak, tersayat-sayat hatinya. "Anak itu sesuatu yang saya rindukan. Saya sedih betul melihat raut muka anak-anak seperti itu," katanya saat ditemui di Samarinda, beberapa waktu lalu.
Sabir ingin melakukan sesuatu dengan kemampuannya. Dengan ilmu teaternya, dia ingin mengurangi beban anak-anak. Ia mendongeng di kantung-kantung pengungsian atau pemukiman yang banyak anak-anak.
Ketika situasi sedikit tenang, Sabir kembali ke Samarinda. Di tempat tinggalnya itu, Sabir bertekad menekuni dunia alam pikiran anak-anak. Setelah mendongeng di tempat konflik, Sabir merasa menemukan panggilan jiwa. Ia pun memulai perjalanan dari kota ke kota di Kalimantan Timur untuk mendongeng agar alam pikiran anak-anak hidup oleh cerita, bukan ketakutan.
Hingga kini, Sabir mendongeng secara sukarela dan komersil. Untuk kegiatan sosial, ia bisa mendongeng dengan senang hati. Ketika mendongeng di sekolah, pihak sekolah kerap memberinya ongkos jalan. Beberapa perusahaan juga pernah mengundangnya untuk mendongeng.
Ketika mendongeng, Sabir membawakan cerita rakyat yang dikumpulkan melalui buku, wawancara, dan internet. Bila datang ke suatu tempat, ia akan mencari tahu asal usul nama tempat itu dan merangkumnya menjadi cerita.
Dia ingin agar anak-anak tahu kisah-kisah apa yang dibangun di tempat tinggal mereka. Legenda kerap menyisipkan pesan moral sederhana. Sabir berharap, melalui dongeng yang menarik, pesan itu sampai kepada anak-anak atau siapa saja yang mendengar.
Ia ingin kisah-kisah itu bisa diingat oleh anak-anak sampai dewasa kelak. Sebab, konflik kerap timbul dari hal sederhana. Tidak terbangunnya ruang dialog kerap memicu konflik membesar dan jatuhnya banyak korban.
"Di dalam dongeng, ada interaksi antara pendongeng dan pendengarnya. Setelah dongeng selesai, ada dialog. Barangkali yang membuat tawuran pelajar terjadi karena kurangnya ruang saling bercerita," kata Sabir sambil mengerutkan keningnya.
Saat ditemui, Sabir mengenakan kupluk hitam. Rambut bagian belakang terurai hingga tengkuk. Jenggotnya mulai memutih, dibiarkan memanjang. Beberapa gigi bagian depannya sudah tanggal, tersisa dua di bagian bawah kanan dan satu di bagian kiri atas.
Melihat Sabir berbicara, seperti menonton pertunjukan. Meski tidak banyak bergerak, wajahnya sangat ekspresif dan menceritakan sesuatu. Saat menceritakan kisah pilu, matanya sayu dan bibir ditekuk. Saat menyampaikan kegembiraan, matanya terbuka lebar, begitu pula bibirnya.
Ekspresi-ekspresi itu yang Sabir tampilkan saat mendongeng. Bahkan, sabir hanya membawa sedikit perlengkapan mendongeng saat tampil. Ia hanya menggunakan berbagai peralatan bekas seperti koran, kardus, dan kayu-kayu tak terpakai. Ia modifikasi sedemikian rupa barang-barang itu menjadi properti pertunjukan yang bisa membangkitkan imajinasi anak-anak.
Bermakna
Sabir belajar dari serial kartun dari Malaysia, Upin dan Ipin. Banyak hal kecil yang meresap ke dalam kepala anak-anak dari kartun itu. Ia mencontohkan, salam yang kerap diucapkan Upin, Ipin, dan kawan-kawannya: "Selamat pagi cikgu!". Ia melihat, anak-anak banyak yang mengucapkannya saat bermain.
Salam seperti itu sangat sederhana, tetapi bermakna. Hanya dari sebuah tontonan, anak-anak bisa mengikuti sesuatu. Dari salam, percakapan tak sederhana bisa berlanjut. Di kemudian hari, hubungan bisa terus berlanjut, dan bisa jadi mendatangkan manfaat.
Ia pun punya pengalaman berkesan seusai mendongeng. Sekitar 3 tahun lalu, Sabir dihampiri seorang guru dan seorang anak tunanetra. Anak itu meminta bantuan gurunya untuk bertemu dengan sang pendongeng. "Boleh pegang wajahnya, Om?" kata anak itu.
Tentu Sabir membolehkan. Anak itu berterima kasih karena telah mengisahkan Batu Menangis, dongeng dari Kalimantan. Kisah itu tentang anak yang durhaka kepada ibunya. Sang anak yang menghampiri Sabir ternyata belum pernah menyentuh wajah ayah dan ibunya karena sudah berpulang saat ia balita.
"Anak itu jadi ingat mamaknya. Katanya, ia takut durhaka dan mau mendoakan orangtuanya," kata Sabir.
Hal-hal kecil yang cukup berkesan bagi anak-anak itu Sabir syukuri. Ternyata dongeng punya gaung tak terduga. Ia ingin alam pikiran anak-anak terus dipenuhi dengan hal-hal sederhana sehingga tumbuh dewasa tanpa beban. Jika ada masalah, ia berharap anak-anak tetap bertindak sederhana tetapi bermakna.
Hingga kini, Sabir masih keliling mengendarai motor dari daerah ke daerah di Kalimantan Timur dengan mengusung nama Pondok Dongeng Kaltim. Terkadang ia mengajak seniman lokal untuk berkolaborasi dan membantu menyiapkan pertunjukan. Saat dirasa cukup, ia pulang ke rumah untuk bertemu anak dan istri. Meski mendongeng tak selalu mendatangkan uang, Sabir yakin, perbuatan tulus akan selalu mendapat ruang.
Selain mendongeng dari sekolah ke sekolah, Sabir juga kerap mengisi kegiatan budaya daerah dan menjadi pemateri lokakarya dongeng untuk anak-anak. Menurutnya, seni mendongeng di depan publik baik dipelajari anak-anak untuk melatih kepercayaan diri.
"Saya rasa, ruang untuk anak-anak tampil di muka umum masih kurang di Kaltim. Padahal, anak-anak juga butuh itu sebagai ruang pembelajaran komunikasi di muka publik. Makanya, saya senang ketika mengisi workshop dongeng," katanya.
Sabir juga pernah membuat pertunjukan tunggal. Karena konsisten dengan mendongeng, penonton Sabir tak hanya anak-anak, tetapi juga orang dewasa.
Saat ini, Sabir masih memiliki mimpi yang belum tercapai, yakni mendongeng di pedalaman Kalimantan dan membuat gerobak dongeng. Mendongeng ke pedalaman butuh biaya transportasi yang tak sedikit. Sabir masih menunggu waktu dan mengumpulkan biaya.
Sementara, konsep gerobak dongeng yang ia ingin buat adalah sebuah gerobak berisi berbagai macam buku, proyektor, komputer, dan alat peraga dongeng lain. Gerobak itu nantinya bisa digunakan oleh siapa saja yang membutuhkan alat peraga dongeng.
Ada sebuah kredo yang dipegang oleh Sabir sehingga ia tetap konsisten mendongeng hingga kini: anak adalah aset bangsa. Dengan segala keterbatasan yang ia miliki, ia ingin berkontribusi untuk mewarnai pikiran anak-anak melalui cerita-cerita yang tak meneror dan membuat takut. Sabir ingin aset bangsa itu tumbuh dengan imajinasi yang merdeka dan bermakna.
M Sabir HL
Lahir : Parepare, Sulawesi Selatan, 17 Desember 1965
Istri : Reldha Tasrief (55)
Anak : Arnila (19)
Pendidikan: - SD Islam Aljawahir Samarinda (lulus 1980)
Prestasi : - Juara Baca Puisi Se-Kalimantan Timur (1995)
- Juara Drama Monoplay Kalimantan Timur (1990)
- Juara Lomba Mendongeng se-Kalimantan Timur (1990)