JAKARTA, KOMPAS – Sebanyak empat warga Desa Polanto Jaya, Kabupaten Donggala, Kecamatan Rio Pakava, Sulawesi Tengah divonis hukuman penjara selama empat dan lima bulan atas tuduhan tindak kriminal pencurian. Hukuman itu dianggap tidak adil karena tuduhan tersebut dilakukan di atas lahan milik warga.
Kasus tersebut adalah salah satu imbas dari konflik agraria yang terjadi antara masyarakat dengan perusahaan pengelola perkebunan kelapa sawit di Indonesia.
Manajer Kajian dan Pembelaan Hukum Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Tengah Mohamad Hasan mengatakan, hal itu merupakan kriminalisassi terhadap masyarakat. Pasalnya, masyarakat memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) dan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT).
“Ini adalah pelemahan terhadap masyarakat untuk memanen hasil panen di lahan sendiri. Belum lagi kami mendapati adanya indikasi intimidasi terhadap penduduk,” kata Hasan di Jakarta, Senin (24/9/2018).
Menurutnya, Walhi dan masyarakat setempat telah melakukan upaya untuk membela diri dan mencari keadilan. Laporan telah disampaikan kepada pemerintah daerah, baik pemerintah kota, maupun provinsi. Namun, menurut Hasan, belum ada umpan balik yang signifikan atas laporan yang telah diajukan.
Upong bin H Laujung atau Jufri, warga Desa Polanto Jaya yang didakwa hukuman penjara empat bulan mengatakan, sejumlah lahan warga lokal diklaim oleh perusahaan pengelola perkebunan kelapa sawit. Itu lah yang menjadi asal mula konflik agraria tersebut.
Hingga kini, Walhi dan masyarakat Desa Polanto Jaya masih mencari mengupayakan keadilan bagi kasus ini. Mereka berharap Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Kelapa Sawit serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit dapat menjadi langkah awal yang baik bagi tata kelola perkebunan kelapa sawit. (SEKAR GANDHAWANGI)