Puisi-puisi Joko Rabsodi
Joko Rabsodi, lahir di Pamekasan, Madura. Santri, mengabdi di SMAN 4 Pamekasan. Menulis buku fiksi dan nonfiksi.
Beberapa Cerita pada Suatu Perjalanan
Kamis pagi, serempak mereka berempat duduk
menjelma bangku-bangku
kantuk di sarang dari daun embun
ketika ibunya meliwet nasi campur jagung
Microphone dengan suara-suara tartil
menyambangi teduh halaman
burung gereja merincak di antara lembab tanah dan pepohonan
bougenville di utara jendela memadati
kecerahan mereka yang duduk di atas kepadatan
ibu kota
Rencana mereka menggubah pagi
seindah purnama
mengkonstruksi harum taman
dengan adumbara yang mekarnya tiga ribu lama
Di timur jauh suara dari kitab-kitab para fuqaha
memeras telinga ke arah berpuluh tahun lampau
angin pasat datang mendarahi masholla
jaring-jaringnya patah sebelah
setelah anak-anak menyambut dengan bola plastik
Menjelang sarapan pagi
koran daerah mewartakan gelisah
tadi shubuh suatu daerah tak bisa melihat sawah
gulungan darah menyimpan sisa teriakan seorang ayah
anak sulungnya pergi tanpa menemukan arah
Ia juga membeberkan cerita
ibu separuh baya mencekik lehernya sendiri
beban di atas kepala telah tumbuh bau surga
yang katanya; aku ingin menghangatkan tubuhku
____dengan kematian
Apa lagi yang bisa kukatakan pada hari ini
ingatan menarik akan lenyap dalam perjalanan
bayang-bayang kematian dan pagi pikuk dengan suara-suara
adalah cara tuhan membahagiakan tubuhnya sendiri
Madura, Januari 2024
Baca juga: Puisi-puisi Nuryana Asmaudi SA
Genosida Kupu-kupu di Tubuh Melva
//
Di mana kupu-kupu itu bermain lagi, melva
abu-abu, penuh bintik, kecil seperti warna kesukaanmu
Lima tahun kemarin ia memandikan wajahmu
kepak senyum yang sempal dari bunga-bunga
membulati ceriamu di bawah pohon randu
Kau ingin mengundangnya saat pertunangan
meramaikan cincin yang bakal tumbuh di manis jari
--jika itu terjadi, apa aku tidak merasa kehilangan
sulit melupakan bagaimana tubuhmu merangkulnya
sehelai napasku akan jatuh
tapi tidak di dekat matamu
///
Aku senang menggambar pagi tiba
nyanyian berdiri di samping bunga gelagah
kusentuh layar matahari
gugur di ujung genting rumah
Sengaja tak kusempuh tubuhmu pada buku gambar
enggan aku lihat kupu-kupu di samping kemejamu
aku damba deras hujan menyelimuti waktu
agar leluasa kusketsa bayang bibirmu
di tubuhku
sendiri!
Madura, Januari 2024
Baca juga: Puisi-puisi Sunardi KS
Dadar Hujan Bulan Januari
Hujan hadir membawa sedap tanah bulan januari
suhu rendah juga kelembapan udara
katak-katak saling menarik nadhom cinta
pesta petani di mulai dari caruban air
di tanamlah biji harapan pada luas sawah dan ladang
Ada yang bisa kuingat setiap kali ia datang
jejak kaki yang dititip petani pada matahari
kloneng sapi jantan menggaris jalan hujan
kemudian ia menunggu pintu rezeki sembari memangkukkan tangan
Garis-garis doa telah dibakar
segumpal airmata sekarat di kedua lengan
sajadah hitam tempat merapatkan keinginan-kenyataan
tapi bulan ini tuhan mengabarkan hujan membawa bau
tanah yang tak lagi segar
kemudian kesasar kepada pulau-pulau yang tak membutuhkan
Madura, Januari 2024
Baca juga: Puisi-puisi Nafi’ah al-Ma’rab
Suasana Baca Kafe Loka
-royyan julian
Di kafe loka buku dibuka sebentar dibaca di pragraf pertama
sepotong murka harun yahya
menunjuk kelamin bukan dari kera
Kematian makam pada bumi madura
tahlil berzanji mengumat di tiang tinggi
Sloki kopi belum disirut
perbincangan mulai perempuan telanjang
di muka matahari tak lagi pornografi
Alasan mencintai darwin
sebatas telinga
hati dadanya
untuk yahya
Madura, Januari 2024