Marti & Sandra (Bagian 13)
”Berjanjilah kepada Mama, kamu akan jadi perempuan baik-baik Sandra.”
15. Marti
Marti makan pakai tangan. Ia mengenakan kain saja. Agak asal-asalan. Rambutnya tidak tergarap, tidak berias. Kakinya naik ke atas kursi.
”Tentu saja kamu punya Papa, anak setan! Tapi tidak jelas siapa! Dan kalaupun jelas siapa, belum tentu ia mau jadi Papa kamu. Jelas? Belajarlah untuk hidup tanpa seorang Papa!”
***
Marti merokok sambil memandang ikan dalam akuarium.
”Ikan. Ikan. Apa yang kamu cari ikan?”
***
Marti memandang dirinya di cermin. Memperhatikan kerut-kerut di sudut mata, mulut, dan leher. Kadang menarik-narik kulitnya dengan jari ke bawah. Ia tersenyum memandang dirinya.
”Masih cantik,” pikirnya, ”tapi sampai berapa lama?”
***
Sandra menggelamoti es krim. Marti melihat anaknya dengan penuh cinta. Ia sendiri juga makan es krim.
”Enak es krimnya?”
Sandra mengangguk-angguk. Marti menyeka mulut Sandra yang belepotan.
”Sandra, Sandra …,” bisiknya.
Sandra mendongak dari mangkuk es krimnya, mengira ibunya akan bicara sesuatu.
”Nggak apa-apa,” kata Marti.
Namun ia tersenyum mesra dan menggoda, memicingkan matanya.
***
Marti menutup buku ceritanya. Merapikan bantal Sandra, dan mengelus rambutnya.
”Sandra …”
Sandra menjawab dengan matanya, siap mendengar.
”Berjanjilah kepada Mama, kamu akan jadi perempuan baik-baik Sandra.”
”Seperti Mama?”
”Bukan, bukan seperti Mama. Jangan seperti Mama.”
16. Sudah Empat Puluh Menit
Sandra mengangkat kepalanya dari meja. Ibu Guru Tati melangkah maju sambil melihat jam tangannya.
”Sudah empat puluh menit, yang sudah selesai boleh dikumpulkan.”
Seorang murid menyelesaikan tulisannya.
… ketika kembali ke rumah, aku merasa sangat capai, tapi sangat bahagia. Aku tidak pernah bosan liburan bersama keluarga ke rumah Nenek.
Seorang murid lain menyelesaikan tulisannya.
... Ibu selalu menyambutku di muka pintu setiap aku pulang. Ibu selalu ada di rumah, Ibu menyiapkan segalanya untuk seluruh keluarga. Juga untukku.
Seorang murid lain lagi menyelesaikan tulisannya.
Sekarang aku tahu, aku harus bersyukur atas kehidupan yang diberikan kepadaku. Hidup di tengah keluarga yang selalu riang dan tidak kurang suatu apa.
Seorang murid lainnya lagi juga menyelesaikan tulisannya.
Saya sangat berbahagia. Semoga kehidupan tetap seperti ini untuk selama-lamanya. Amin.
Sandra menghadapi kertasnya yang kosong. Ibu Guru Tati sudah ada di belakangnya.
”Kertasmu masih saja kosong, Sandra?”
Sandra mendongak dengan wajah cuèk. Ia menulis sesuatu.
Tangan Sandra menulis judul: Ibu.