Menimbang ”Study Tour” bagi Pelajar, antara Larangan atau Pembelajaran
Kecelakaan yang menimpa siswa SMK Lingga Kencana, Depok, saat ”study tour” menjadi polemik.
![Sejumlah murid sebuah sekolah menengah pertama bersiap mengikuti karyawisata menggunakan bus di daerah Babakan, Tangerang Selatan, Banten, Senin (13/5/2024).](https://cdn-assetd.kompas.id/nEJPeDujr3WGGMICiIrU3lvpw9k=/1024x577/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F05%2F13%2F25712d8e-d89c-4828-93d9-7ae5afd706c4_jpg.jpg)
Sejumlah murid sebuah sekolah menengah pertama bersiap mengikuti karyawisata menggunakan bus di daerah Babakan, Tangerang Selatan, Banten, Senin (13/5/2024).
Polemik yang berkembang terhadap kegiatan study tour yang diselenggarakan sekolah perlu disikapi dengan bijak. Antara pelarangan atau pembelajaran tetap mempertimbangkan hak anak akan pengetahuan yang tidak dapat dipenuhi di dalam sekolah.
Buntut kecelakaan bus yang menewaskan 11 anggota rombongan study tour siswa SMK Lingga Kencana, Depok, di Subang, Jawa Barat, Jumat (11/5/2024), muncul beragam pendapat pro dan kontra seputar kegiatan study tour yang disampaikan warganet melalui media sosial.
Satu sisi, kegiatan luar sekolah tersebut memberikan manfaat bagi siswa, tetapi di sisi lain ada risiko terkait keamanan di perjalanan yang mengancam keselamatan siswa.
Berbagai macam bentuk kegiatan pendidikan luar sekolah, seperti study tour, karyawisata, widyawisata, field trip, atau life in, kerap dilakukan sekolah pada saat liburan, kenaikan kelas, atau kelulusan sekolah.
Momen-momen itu biasa dipilih untuk melakukan aktivitas luar sekolah bagi siswa. Aktivitas di luar sekolah tersebut seperti sudah menjadi agenda tahunan yang tak hanya dilakukan sekolah setingkat SMP dan SMA, tetapi juga level SD. Bahkan, level TK atau PAUD pun menjalankan aktivitas tersebut dengan beragam jenis kegiatan yang dilakukan.
![Beberapa anak mengamati bus yang rusak akibat kecelakaan yang diparkir di Terminal Subang, Jawa Barat, Minggu (12/5/2024). Bus bernomor polisi AD 7524 OG yang membawa rombongan SMK Lingga Kencana, Depok, ini terguling di perjalanan pada Sabtu (11/5/2024) petang dan menewaskan 11 orang.](https://cdn-assetd.kompas.id/GeSOu-o1UTEUTEnP_Ix0XcnxjgA=/1024x683/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F05%2F12%2Ffdd5b570-b636-4b0b-9a4e-253edf3403e2_jpg.jpg)
Beberapa anak mengamati bus yang rusak akibat kecelakaan yang diparkir di Terminal Subang, Jawa Barat, Minggu (12/5/2024). Bus bernomor polisi AD 7524 OG yang membawa rombongan SMK Lingga Kencana, Depok, ini terguling di perjalanan pada Sabtu (11/5/2024) petang dan menewaskan 11 orang.
Sebagai bagian dari pembelajaran, selain pendidikan yang dilakukan di dalam kelas, siswa juga perlu menambah wawasan, mendapat penyegaran dan pengalaman baru dengan melakukan kegiatan di luar kelas, misalnya dalam bentuk study tour atau sering disebut karyawisata.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), karyawisata adalah kunjungan ke suatu obyek dalam rangka memperluas pengetahuan dalam hubungannya dengan pekerjaan seseorang atau sekelompok orang. Pendidikan dengan cara yang berbeda lewat karyawisata ini dinilai lebih menyenangkan karena bisa langsung mengamati obyeknya.
Nilai positif yang didapat siswa disebut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Sekolah yang bertujuan untuk membina pelajar agar memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental yang diperlukan untuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah, atau melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
Dengan belajar di luar sekolah, pemerintah berharap pelajar bisa memenuhi kebutuhan akan pengetahuan yang tidak dapat dipenuhi di dalam sekolah.
Namun, sejumlah peristiwa kecelakaan yang menimpa pelajar yang sedang melakukan perjalanan karyawisata membuat dilema kegiatan yang sebenarnya mempunyai tujuan positif tersebut.
Baca juga: Larangan ”Study Tour” ke Luar Kota, antara Melindungi dan Membatasi Pengalaman Siswa
Kilas balik kecelakaan bus wisata sekolah
Tak dapat dimungkiri, rentetan sejumlah peristiwa kecelakaan bus yang membawa rombongan wisata (study tour) siswa di sejumlah daerah hingga membawa korban jiwa membuat aktivitas pendidikan luar sekolah ini menuai banyak kritik.
Merunut pemberitaan Kompas dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir (2014-2024), tercatat delapan tragedi kecelakaan bus wisata sekolah yang menyebabkan 36 siswa dan 8 guru kehilangan nyawa.
Kecelakaan yang menimpa rombongan siswa SMK Lingga Kencana, Depok, sekitar pukul 18.45 di wilayah Ciater, Subang, pekan lalu seakan mengingatkan kita pada peristiwa tragis yang sama 10 tahun lalu, hanya sekitar 5 kilometer dari lokasi kejadian.
Tepatnya pada 17 Juni 2014, bus pariwisata yang membawa 54 siswa SMA Yayasan Al-Huda, Cengkareng, Jakarta Barat, mengalami kecelakaan di turunan Emen, Jalan Raya Bandung-Subang, Desa Cicenang, Kecamatan Ciater, Subang, Jawa Barat, pukul 18.25. Peristiwa tersebut mengakibatkan 8 siswa dan sopir bus tewas, sementara 20 siswa lainnya luka-luka.
Masih di tahun 2014, 4 siswa SD tewas dan belasan luka-luka dalam peristiwa kecelakaan bus pariwisata Fawaz Tour yang mengangkut rombongan wisata siswa SDN Ngampel Sari, Kecamatan Candi, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, yang terguling di Desa Renes Ngembal, Kecamatan Tutur, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur.
![https://cdn-assetd.kompas.id/SJXawgSgywk2VT4s6H2iB_ICi74=/1024x3014/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F05%2F17%2F0753f521-91c9-47a5-9561-cd1641161e09_png.png](https://cdn-assetd.kompas.id/SJXawgSgywk2VT4s6H2iB_ICi74=/1024x3014/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F05%2F17%2F0753f521-91c9-47a5-9561-cd1641161e09_png.png)
Tahun 2017, Kompas memberitakan tiga kejadian kecelakaan bus yang membawa rombongan pelajar ataupun guru yang sedang berkegiatan di luar sekolah.
Di antaranya, peristiwa tragis yang menimpa rombongan guru SDN Jimbaran Wetan, Sidoarjo, Jawa Timur, yang mengalami kecelakaan saat hendak berwisata ke Tawangmangu. Bus Solaris Jaya yang mereka tumpangi masuk ke jurang di Desa Gondosuli, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Sebanyak 6 guru tewas dalam peristiwa yang terjadi pada 27 Februari tersebut.
Pada 3 Mei 2017, bus pariwisata City Miles yang membawa rombongan santri dari Cianjur menuju Yogyakarta menabrak truk yang melaju di depannya di Tol Cikopo-Palimanan (Cipali) di sekitar Km 117.600 Desa Padaasih, Kecamatan Cibogo, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Menewaskan 1 orang santri dan seorang kernet serta 9 orang terluka.
Masih di bulan Mei, tepatnya tanggal 16, bus PO Subur Jaya yang membawa rombongan siswa dan guru SMK Panca Karya, Kabupaten Bogor, terguling saat melintas di Jalan Raya Magelang-Kopeng Km 13, di Dusun Jengkol, Desa Losari, Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Kecelakaan bus yang mengantar kegiatan study tour sekaligus kegiatan wisata terakhir untuk merayakan kelulusan siswa-siswa kelas XII tersebut mengakibatkan 3 siswa tewas dan 35 lainnya luka-luka.
Baca juga: Studi Tur Itu Baik, Tur Tanpa Studi Tidak
Polemik aktivitas pendidikan luar sekolah
Berbagai peristiwa kecelakaan tragis tersebut, ditambah sejumlah kecelakaan bus yang beruntun dan banyak memakan korban jiwa seperti pada masa arus mudik Lebaran lalu, semakin menambah ”kekhawatiran” terhadap keselamatan perjalanan jika melakukan kegiatan study tour atau semacamnya, yang menempuh perjalanan jauh hingga ke luar kota.
Merespons peristiwa tersebut, sejumlah pemerintah daerah mengeluarkan kebijakan yang melarang dan membatasi perjalanan study tour siswa. Daerah tersebut antara lain DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengeluarkan kebijakan pengetatan izin karyawisata yang dituangkan dalam Surat Edaran (SE) Penjabat Gubernur Jabar Nomor 64 Tahun 2024 tentang Study Tour pada Satuan Pendidikan. Salah satu penekanannya adalah perhatian terhadap keamanan perjalanan, mulai dari segi perizinan hingga kelayakan kendaraan.
Sementara Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Jawa Tengah telah melarang sekolah menyelenggarakan study tour sejak tahun 2020 agar tak ada pungutan di sekolah.
Alasan pelarangan tak hanya masalah keamanan dan keselamatan perjalanan yang berisiko tinggi, tetapi juga terkait dengan persoalan biaya yang memberatkan orangtua. Sebab, jika study tour dilakukan di luar kota, pasti dibutuhkan biaya yang tidak sedikit.
![Operator bus menata tas milik murid sebuah sekolah menengah pertama yang akan mengikuti karyawisata menggunakan bus di daerah Babakan, Tangerang Selatan, Banten, Senin (13/5/2024).](https://cdn-assetd.kompas.id/S5L-z7wc4Lpd6p52NAvlPHMcdXY=/1024x577/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F05%2F13%2F4c11a75d-859d-423d-b07e-c96f61642276_jpg.jpg)
Operator bus menata tas milik murid sebuah sekolah menengah pertama yang akan mengikuti karyawisata menggunakan bus di daerah Babakan, Tangerang Selatan, Banten, Senin (13/5/2024).
Terkait kelayakan kendaraan, tak berlebihan jika izin karyawisata sekolah diperketat. Catatan pemberitaan Kompas perihal kecelakaan bus wisata sekolah yang terjadi satu dekade terakhir menemukan, penyebab kecelakaan paling banyak adalah rem blong dan pecah ban, selain faktor human error.
Pada kecelakaan yang dialami siswa SMK Lingga Kencana, faktor penyebab kecelakaan lebih parah lagi. Hasil investigasi sementara menunjukkan, bus bernomor polisi AD 7524 OG itu tidak dalam kondisi laik jalan.
Rem bus tidak berfungsi, diduga rangkanya keropos, izin KIR atau uji kendaraan bermotor mati, ada dugaan modifikasi fisik bus tanpa izin, dan beroperasi tidak sesuai dengan peruntukan.
Sementara itu, menanggapi polemik yang berkembang, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno menilai kelayakan kendaraan untuk study tour sekolah harus diperketat agar tidak terjadi lagi kecelakaan maut.
”Dari musibah kecelakaan yang terjadi di Ciater, kita jadikan ini pelajaran bahwa bukan study tour-nya yang harus diperketat, melainkan kelayakan kendaraan, fasilitas, dan sumber daya manusianya,” kata Sandiaga melalui unggahannya di akun X @sandiuno, Selasa (14/5/2024). Dia pun mengimbau agar sekolah lebih berhati-hati lagi dalam memilih bus untuk study tour.
Selaras, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi mendorong pemerintah daerah dan satuan pendidikan untuk memprioritaskan keselamatan murid dalam semua bentuk pembelajaran yang dilakukan, termasuk pendidikan di luar sekolah, dengan tetap mempertimbangkan hak anak. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Perpisahan SMK Lingga Kencana yang Berakhir Nestapa