Peluang Rekor Ganda Ketua DPR Puan Maharani
Puan Maharani berpeluang kembali menjabat sebagai ketua DPR periode 2024-2029.
Puan Maharani berpeluang menorehkan sejarah perpolitikan di Indonesia. Selain sebagai perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR, Puan juga berpeluang menjadi perempuan pertama yang berturut-turut selama dua periode menduduki jabatan tersebut.
Hal ini tak lepas dari keputusan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Megawati Soekarnoputri yang menunjuk Puan Maharani yang juga putrinya ini sebagai Ketua DPR periode 2024-2029. Pengalaman Puan yang sudah memimpin DPR sepanjang lima tahun terakhir menjadi pertimbangan namanya kembali dipercaya memimpin lembaga legislatif nasional ini.
Mengacu pada ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2019 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3), posisi ketua DPR memang menjadi hak partai politik peraih kursi terbanyak di DPR. Hal ini tertuang di Pasal 427D Ayat (1) UU MD3, yakni ketua DPR adalah anggota DPR dari parpol yang memperoleh kursi terbanyak pertama di DPR.
Jika mengacu pada simulasi yang dilakukan Litbang Kompas, PDI-P memang berpeluang meraih kursi terbanyak di DPR untuk periode 2024-2029. Otomatis dengan ketentuan UU MD3 di atas, peluang PDI-P kembali menduduki kursi ketua DPR terbuka lebar.
Meskipun demikian, konfigurasi politik juga memberikan pengaruh apakah nantinya ada perubahan regulasi atau tidak, terutama terkait UU MD3 tersebut. Hal ini mengingat pengalaman politik sebelumnya, yakni UU MD3 ini kerap diubah sesuai dengan kepentingan politik saat itu.
Setidaknya UU MD3 ini sudah beberapa kali mengalami perubahan. Pada 8 Juli 2014 atau sehari menjelang pemungutan suara pemilihan presiden, UU ini mulai direvisi.
Saat itu belum digelar pemilu serentak sehingga pemilu legislatif sudah digelar terlebih dahulu dan PDI-P menjadi pemenang pemilu. Saat itu dua poros politik tengah bersaing dalam kontestasi pemilihan presiden, yakni Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH).
KIH terdiri dari PDI-P, PKB, Partai Hanura, dan Partai Nasdem yang merupakan pengusung pasangan Jokowi-Jusuf Kalla dalam pemilihan presiden. Sementara KMP terdiri dari koalisi Partai Gerindra, Partai Golkar, PAN, PKS, dan PPP yang mengusung pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
Akibat revisi ini, PDI-P selaku pemenang pemilu legislatif gagal mendapatkan kursi ketua DPR. Hal ini disebabkan kelompok oposisi atau mereka yang tergabung dalam KMP berhasil mengubah aturan pemilihan pimpinan DPR berdasarkan sistem paket, sedangkan aturan sebelumnya berdasarkan sistem proporsional, yakni berdasarkan peraih kursi terbanyak DPR. Dengan sistem paket, tidak ada partai politik perwakilan KIH yang menduduki kursi pimpinan DPR saat itu.
Baca juga: Megawati Kembali Tunjuk Puan Maharani untuk Menjabat Ketua DPR
UU MD3 direvisi lagi setelah perubahan konfigurasi politik
UU MD3 kembali direvisi setelah terjadi konfigurasi politik. Kekuatan politik yang sebelumnya berada dalam kubu KMP sebagian kemudian bergabung ke dalam KIH yang menjadi pengusung utama pemerintahan Jokowi-Kalla. Kondisi ini pada akhirnya mengubah komposisi Alat Kelengkapan Dewan (AKD) di DPR RI yang sebelumnya didominasi kubu KMP sehingga akhirnya juga mengakomodasi kubu KIH.
Revisi tersebut dilakukan pada Desember 2014 yang menambah satu kursi pimpinan AKD sehingga perwakilan KIH bisa masuk ke dalamnya. Revisi itu dilakukan sebagai solusi mengakhiri konflik dari KIH dan KMP di parlemen.
Sebelum Pemilu 2019, DPR kembali sepakat mengubah Pasal 84 UU MD3 tentang Komposisi Pimpinan DPR. Kursi pimpinan DPR ditambah satu dan diberikan untuk untuk PDI-P selaku partai pemilik kursi terbanyak.
Kursi pimpinan juga ditambah dan diberikan kepada tiga partai politik lainnya, yakni PDI-P, Gerindra, dan PKB. Pimpinan DPR pun kembali pada aturan berasal dari parpol peraih kursi terbanyak. Pada Pemilu 2019, PDI-P kembali menjadi pemenang pemilu dan Puan Maharani terpilih sebagai Ketua DPR periode 2019-2024.
Baca juga: Puan Maharani Berpeluang Besar Kembali Pimpin DPR
Memori revisi UU MD3
Dengan kerapnya UU MD3 mengalami revisi, terutama terkait komposisi pimpinan DPR, sinyal ketua DPR akan kembali diduduki PDI-P sebagai partai politik yang berpeluang besar meraih kursi terbanyak di DPR bisa saja akan dibayangi memori diubahnya aturan dalam undang-undang tersebut sehingga peraih kursi terbanyak DPR tidak otomatis menjabat ketua DPR.
Apalagi, sinyal yang muncul terkait wacana hak angket yang membuat konfigurasi politik pascapemilu menjadi masih penuh ketidakpastian, apakah wacana hak angket jadi dilakukan atau tidak. Pernyataan Puan beberapa waktu lalu yang menyatakan belum ada arahan soal hak angket menjadi sinyal bahwa hak angket belum menunjukkan arah yang pasti dan jelas.
Apalagi, wacana pertemuan Prabowo-Megawati juga sempat berhembus ke publik. Spekulasi pun berkembang, PDI-P akan membuka peluang bergabung dalam pemerintahan. Wacana hak angket pun jadi penuh ketidakpastian.
Kalaupun wacana hak angket terus digulirkan, upaya PDI-P menduduki kursi ketua DPR bisa pupus jika poros di parlemen sepakat merevisi kembali UU MD3. Apalagi, narasi ini pernah terjadi pasca-Pemilu 2014.
Meskipun demikian, setidaknya keputusan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri yang menunjuk kembali Puan Maharani untuk menduduki kursi DPR menjadi pilihan strategis. Puan tercatat menjadi perempuan pertama yang menjadi ketua DPR mengikuti jejak ibunya sebagai perempuan pertama yang menjadi presiden.
Jika penunjukannya kembali sebagai ketua DPR terealisasi, Puan menjadi perempuan pertama yang menjadi ketua DPR dua periode berturut-turut, bahkan politisi pertama yang mendapatkan kesempatan tersebut.
Baca juga: PDI-P Berpeluang Kuasai Kembali Kursi Ketua DPR, Golkar Pantang Menyerah
Puan Maharani dan rekam jejak elektoral
Meskipun karier politiknya mengalami peningkatan sejak pertama kali terjun menjadi calon anggota legislatif pada Pemilu 2009, rekam jejak Puan dari sisi elektoral memang belum menunjukkan kemapanan.
Jejak elektoral Puan pada pemilu masih mengalami naik turun. Sejak menjadi caleg pada Pemilu 2009 sampai 2024 ini, Puan selalu bertarung di dapil Jateng V yang meliputi Kota Surakarta, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Klaten, dan Kabupaten Boyolali.
Pada Pemilu 2009, Puan meraih dukungan sebanyak 242.504 dan mampu menyumbangkan suaranya hingga 48,8 persen dari total suara PDI-P di dapil ini. Perolehan suara Puan pun mencapai peringkat terbanyak nasional kedua. Pada 2014, perolehan suaranya meningkat meskipun sumbangannya ke total suara PDI-P menurun.
Pada 2019, suaranya kembali menanjak dan kembali meningkatkan sumbangannya ke partai, bahkan Puan mencatatkan diri sebagai peraih suara terbanyak nasional. Namun, pada Pemilu 2024 ini suara Puan kembali menurun hampir 30 persen dibandingkan Pemilu 2019. Pada Pemilu 2024 ini, Puan tidak masuk 10 besar caleg peraih suara terbanyak nasional.
Tentu, dinamika elektoral yang dialami Puan ini memberikan sinyal bahwa peluang Puan dalam kontestasi elektoral belum begitu kokoh. Di sisi yang lain, kepercayaan ketua umum PDI-P kepada dirinya bisa menjadi panggung bagi Puan untuk membangun rekor ganda, perempuan pertama yang menduduki kursi DPR selama dua periode berturut-turut. (LITBANG KOMPAS)