Tahun Ketiga Perang Rusia-Ukraina (I): Menunggu ”Godot” F-16
Pesawat tempur F-16 yang dijanjikan Barat dikirim akhir 2023 lalu tak juga tiba hingga membuat Ukraina mulai putus asa.
”Setiap senjata mempunyai waktu yang tepat. Pesawat tempur F-16 dibutuhkan pada tahun 2023. Itu tidak tepat untuk tahun 2024,” kata seorang pejabat militer Ukraina dalam wawancara dengan media Politico, Rabu (3/4/2024).
Pernyataan yang kontroversial dari seorang pejabat militer bawahan Jenderal Valery Zaluzhny, mantan Panglima Angkatan Bersenjata Ukraina yang diganti pada Februari 2024 lalu, itu segera menjadi buah bibir media barat pemerhati perang Rusia-Ukraina.
Betapa tidak, tak hanya soal keterlambatan kedatangan elang tempur legendaris buatan ”Paman Sam” itu, tetapi juga sang perwira yang mau berbicara asal dengan syarat anonimitas itu juga membahas kondisi umum kemampuan tempur pasukan Ukraina. Dalam pengamatannya, secara umum gambaran kemampuan militer Ukraina saat ini sedang suram di tengah ancaman serbuan baru nan masif tentara Rusia.
Jumlah pasukan Rusia jauh lebih besar. Di sejumlah titik bisa mencapai 1 tentara Ukraina berbanding 8 tentara Rusia. Ditambah lagi adanya bom udara terpandu yang telah menghancurkan posisi Ukraina selama berminggu-minggu yang memungkinkan Rusia akan mampu ”menembus garis depan dan menghancurkan prajurit kami di bagian mana pun,” lanjut perwira tersebut.
Dalam serangan-serangan pendahuluan beberapa minggu terakhir, garis depan perang yang membentang dari Kharkiv di utara hingga Odesa di selatan telah digempur serangan rudal dan drone Rusia terus-menerus. Serangan-serangan itu menargetkan infrastruktur sipil Ukraina yang membuat pasukan yang kembali dari garis depan akan kehilangan dukungan logistik dan sumber daya sosial.
Salah satu contoh gempuran dahsyat Rusia terkini adalah direbutnya garis depan kota kecil Avdiivka di Provinsi Donetsk. Kota sekira 30 km persegi dan berpopulasi 32.000 penduduk (sebelum perang) itu hancur luluh setelah digempur puluhan ribu prajurit Vladimir Putin (ada yang memperkirakan 100.000 tentara Rusia) selama empat bulan sejak Oktober 2023.
Meski disebut-sebut mengorbankan nyawa 20.000-47.000 prajuritnya hanya untuk merebut kota itu, pada 17 Februari 2024 kota kecil yang dahulu indah itu akhirnya berhasil direbut Rusia. Itu menjadi prestasi pertama militer Rusia setelah sembilan bulan terjadi stagnasigaris depan karena baik Rusia maupun Ukraina tak mampu mendesak mundur pihak lainnya.
Demi menghindari tragedi katastrofik sebagaimana kekalahan Ukraina dan tewasnya ribuan tentara Azov saat mempertahankan kota Mariupol pada Mei 2022, pasukan Ukraina dari Brigade Serbu III dan Brigade Linud ke-46 akhirnya mundur dari kota penghasil produk turunan batu bara itu setelah kalah habis-habisan.
Strategi ”bom bodoh” bersayap Rusia
Kunci kemenangan Rusia untuk ”memecah kebuntuan perang” dengan merebut kota strategis Avdiivka itu selama berbulan-bulan tampaknya datang dari Angkatan Udara Rusia. Pasukan Rusia membangun superioritas udara terpusat serta memberikan dukungan udara jarak dekat kepada pasukan darat selama hari-hari terakhir operasi ofensif mereka, tulis Institute for the Study of War.
Terjadi perubahan strategi dari semula menyerang dengan rudal dan misil termasuk rudal hipersonik Zirkon yang sangat mahal dan terbatas, menjadi memakai bom-bom berukuran masif.
Juru bicara angkatan udara Ukraina, Yuri Ihnat, mengisahkan penyebab jatuhnya Avdiivka kepada CNN beberapa hari setelah peristiwa mundurnya posisi mereka: ”Pada malam dan selama pertempuran Avdiivka, ratusan bom udara diluncurkan dalam beberapa hari. Ada 250 serangan bom di antaranya yang digunakan ke arah Avdiivka hanya dalam 48 jam.”
Sergei Shoigu, Menteri Pertahanan Rusia, pun membenarkan bahwa pasukannya telah melakukan 450 serangan udara presisi tinggi pada hari-hari terakhir di Avdiivka. Banyak dari bom tersebut merupakan bom jenis ”bodoh” atau ”dumb bomb” yang diberi sayap yang cukup lebar seperti rudal jelajah sehingga bisa melayang lebih jauh dan diberi kemampuan presisi lebih tinggi.
Kontrol penerbangan memungkinkan mereka menggunakan jalur penerbangan meluncur menuju sasaran pada jarak yang lebih jauh.
Pemerintah Rusia tengah menggenjot produksi seri FAB 1500 besar-besaran hingga yang terbaru mengembangkan FAB 3000 setelah strategi sebelumnya, yakni dengan meluncurkan rudal, terbukti mampu ditangkis sistem antiserangan udara Ukraina. Dengan membanjiri garis depan dengan lebih banyak bom FAB, sistem pertahanan Ukraina diharapkan akan defisit rudal atau amunisi penangkis serangan udara dan pada akhirnya lumpuh.
Bom bodoh yang disinggung Shoigu itu adalah bom-bom seri FAB (fugasnaya avia bomba atau aerial demolition bomb) . Sebagian merupakan simpanan era Uni Soviet (diproduksi pertama tahun 1946, FAB 250) yang dimodifikasi dengan detonator baru, sensor avionik, dan motor-sirip sehingga menjadi ”bom cerdas” yang presisi menghantam sasaran.
Dalam perang ini, yang digunakan kebanyakan dari jenis FAB-500 M-62 (500 kg, dengan 300 kg peledak) hingga FAB-1500 M-54 (1.500 kg, dengan 675 kg peledak). Keduanya diluncurkan dari jet tempur utama Rusia terutama bomber Su-34 Fullback dan jet multiperan Su-35 Flanker.
FAB-500 M-62 merupakan bom edisi lawas untuk menghancurkan fasilitas militer, lapis baja ringan, prajurit, benteng, dan lapangan militer. Sementara FAB-1500 M-54 merupakan bom baru hasil pengembangan dari edisi era Soviet yang dirancang ulang dan diuji coba perdana pada September 2023.
Arsenal FAB-1500 merupakan kejutan karena hulu ledak yang dibawa lima kali lebih besar daripada yang dipakai pasukan Rusia sebelumnya. Setelah dikembangkan, senjata ini efektif menghancurkan sasaran strategis, seperti gedung bertingkat atau area luas mencakup 2 km persegi jika meledak di udara menggunakan hulu ledak fragmentasi.
Dari jarak sekitar 60-70 kilometer, jet Rusia meningkatkan kecepatan pesawat dan kemudian melepas bom tersebut secara terarah dipandu laser sehingga akurat mengenai sasaran dengan akurasi 5 meter. Pertahanan udara Ukraina sering tak mampu mencegah bom luncur (glide bomb) seperti ini karena lintasannya cenderung nonbalistik dengan tempo luncur yang sangat singkat.
Begitu meledak di sasaran, FAB-1500 akan membuat kehancuran besar dan melumpuhkan pasukan bertahan Ukraina. Sesudah itu, pasukan darat Rusia akan mencoba mengambil alih wilayah tersebut. Dalam sejumlah video yang beredar tampak masifnya ledakan yang dihasilkan dari FAB 1500 saat menghantam dan meratakan gedung bertingkat.
Jika mengenai lubang persembunyian di bunker bawah tanah, dampak dari ledakan bak guntur FAB-1500 itu menghasilkan kawah selebar 15 meter. Terang saja, psikologis tentara Ukraina banyak terganggu karena ledakan FAB 1500.
”Kerusakan dari ledakan FAB 1500 sangat parah, benar-benar menghancurkan posisi apa pun. Semua bangunan dan struktur berubah menjadi lubang setelah terkena satu bom saja. Jika Anda selamat, dijamin tetap cedera. FAB-1500 adalah neraka,” kata seorang prajurit Ukraina sebagaimana diberitakan CNN, Minggu (10/3/2024).
Penguasaan ruang udara Rusia di Ukraina
Dengan berubahnya strategi serangan Rusia, terlihat celah pertahanan Ukraina yang membuat perhitungan perang kini menjadi bergeser. Sejumlah media Barat termasuk Newsweek dan The Independent bahkan mulai memprediksi hasil akhir perang bisa menjadi kemenangan Rusia karena efektivitas ”bom bodoh bersayap” tersebut.
”Semuanya sekarang tergantung di mana Rusia akan memusatkan kekuatan militernya dalam rencana serangan besar-besaran yang diperkirakan diluncurkan pada musim panas ini. Ratusan ribu tentara Rusia saat ini terpantau disiapkan untuk serangan baru musim panas, sebuah pola yang sudah dilakukan Rusia pada tahun-tahun lalu,” sebut Letnan Jenderal Oleksandr Pavliuk, Komandan Angkatan Darat Ukraina, di televisi Ukraina.
Baca juga: Serangan Balik Ukraina Mendapat Tambahan ”Vitamin” Baru
Selama ini, kekalahan dalam sumber daya dan persenjataan di udara telah memaksa Ukraina menggunakan rudal permukaan ke udara untuk menjaga jarak pesawat Rusia tetap berada jauh di belakang garis depan.
Militer negara Presiden Zelenskyy tersebut berharap penggunaan F-16 akan mengembalikan keseimbangan pertempuran dan mendorong Rusia mundur lebih jauh sehingga efektivitas pengeboman berkurang. F-16 Fighting Falcon juga dapat menargetkan pemancar radar dengan lebih efektif dan memburu lebih banyak rudal jelajah yang rata-rata berkecepatan subsonik (dibawah 1 Mach) yang masih di bawah top speed F-16 (lebih dari Mach 2).
”Impian” militer Ukraina terhadap jet tempur legendaris tersebut bukan tanpa alasan. Ruang udara perbatasan Ukraina-Rusia saat ini sebetulnya relatif mengalami kekosongan akibat kelemahan koordinasi perang jet-jet tempur Rusia sebagai dampak jatuhnya dua pesawat pusat kontrol dan peringatan dini (AWACS) Rusia Beriev A-50 beberapa minggu lalu.
Jet Rusia dijatuhkan militer Ukraina
Raibnya pesawat koordinator serangan yang mampu mengendus rudal atau pesawat musuh dari jarak ratusan kilometer tersebut membuat jet-jet tempur dan pengebom Rusia terpaksa maju lebih dekat ke garis depan. Tindakan para pilot Rusia untuk mencapai akurasi tembakan tersebut kerapkali berakhir dengan diendusnya kedatangan jet-jet Rusia itu oleh radar dan sistem pertahanan udara Ukraina yang segera meluncurkan rudal pertahanan udara.
Hingga saat ini belum diketahui pasti sistem persenjataan yang merontokkan pesawattempur canggih Rusia tersebut. Ukraina juga tidak terang-terangan segera mengklaim senjata apa yang menjatuhkan A-50 karena khawatir bisa memicu eskalasi nuklir Rusia. Maklum, pesawat ini merupakan andalan Rusia yang dibuat di era Soviet dan akan sulit dibuat lagi di masa embargo perang oleh negara Barat saat ini.
Sejumlah analisis menduga peranan sistem rudal Patriot telah menjatuhkan dua A-50 Rusia di udara selain satu lagi yang hancur diserang drone Ukraina di landasan. Ukraina tampaknya juga berupaya meringankan beban Amerika dengan mengatakan sistem pertahanan udara S-200 era Uni Soviet-lah yang menjatuhkan Beriev A-50.
Bersamaan dengan menghilangnya tiga pesawat AWACS Rusia tersebut, dalam dua minggu saja puluhan jet canggih Rusia ditembak jatuh oleh sistem pertahanan Ukraina, mencakup 10 pesawat pengebom tempur Su-34 Fullback dan dua jet tempur Su-35 Flanker.
Kedua jenis pesawat tempur itu merupakan andalan Rusia untuk berbagai misi serangan udara termasuk pengeboman. Tiga Su-34 terakhir dilaporkan hancur hanya dalam satu hari pada 29 Februari 2024 di wilayah Ukraina timur.
Baca juga: Arah Perang Rusia-Ukraina Mulai Berubah
Menurut analisis pakar militer Ukraina, jika F 16 hadir lebih awal, hal itu akan membantu memperkuat penguasaan ruang udara di garis depan sehingga gerak maju pasukan darat Rusia akan terhambat. Diyakini, kemampuan taktis F-16 akan merepotkan pasukan Rusia karena hingga hari ini Rusia tak mampu mendominasi ruang udara Ukraina. Artinya, kota Avdiika mungkin masih bisa dipertahankan Ukraina saat ini.
Seperti keyakinan yang bernada keluhan dari juru bicara Angkatan Udara Ukraina, Yuri Ihnat, ”Kami tidak akan memenangi perang dengan segera, tetapi F-16 mampu mengubah jalannya peperangan.” Ukraina menunggu kedatangan F-16 yang dijanjikan negara-negara Barat bagaikan menunggu Godot. (BERSAMBUNG) (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Saat Serangan ”Drone” Ukraina Menggoyang Jantung Rusia