Suara Terbuang di Pemilu 2024 Makin Meningkat
Berkurangnya partai politik yang lolos ambang batas meningkatkan jumlah suara terbuang di Pemilu 2024.
Berkurangnya jumlah partai politik yang lolos ambang batas parlemen nasional melahirkan dampak makin tingginya suara terbuang yang tidak terkonversi dalam kursi DPR. Mempertimbangkan kembali besaran ambang batas bagi partai politik untuk bisa mendudukkan wakilnya di Senayan bisa menjadi jalan keluar.
Hasil Pemilihan Umum 2024 telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 20 Maret lalu yang kemudian dituangkan dalam Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024. Salah satu keputusan hasil pemilu menyebutkan, hanya ada delapan partai politik yang bisa masuk ke dalam tahap konversi suara menjadi kursi di DPR.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Delapan partai politik tersebut telah memenuhi ambang batas perolehan suara minimal 4 persen secara nasional, yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang ditetapkan sebagai pemenang pemilu legislatif dengan raihan suara mencapai 16,72 persen.
Diikuti kemudian Partai Golkar dengan 12,29 persen suara. Di posisi ketiga dan keempat yang sama-sama meraih suara di atas 10 persen adalah Partai Gerindra dengan raihan 13,22 persen dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dengan 10,62 persen suara.
Sementara itu, empat partai politik lainnya meraih suara di bawah 10 persen, yakni Partai Nasdem (9,66 persen), Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dengan 8,42 persen, Partai Demokrat (7,43 persen), dan Partai Amanat Nasional (PAN) dengan 7,24 persen suara.
Delapan partai politik yang lolos ambang batas parlemen ini adalah partai politik petahana yang selama ini memang sudah masuk dalam parlemen sejak partai politik tersebut mengikuti pemilu.
Hanya Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang di Pemilu 2024 ini bernasib tragis. Sebagai partai politik yang sudah 11 kali menjadi peserta pemilu, di pemilu tahun ini PPP harus keluar dari Senayan karena perolehan suaranya belum memenuhi syarat 4 persen ambang batas parlemen nasional. Tidak terpenuhinya syarat ambang batas ini membuat suara pemilih PPP belum bisa dikonversi dalam penghitungan kursi DPR.
Lalu ke mana suara pemilih PPP ini akan didistribusikan? Secara regulasi, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu memang tidak mengatur secara khusus ke mana suara pendukung partai politik yang gagal memenuhi ambang batas parlemen ini disalurkan. Ketika partai politik tersebut gagal memenuhi syarat ambang batas parlemen nasional, suaranya tidak dihitung dalam konversi kursi alias terbuang.
Fenomena suara terbuang memang tidak terjadi di pemilu kali ini saja. Di setiap pemilu selalu ada suara pemilih yang terbuang karena partai politiknya tidak mampu memenuhi syarat ambang batas parlemen nasional.
Meskipun sebelum diterapkan ambang batas ini juga sudah ada suara terbuang karena ada partai politik yang tidak bisa mendapatkan kursi akibat suaranya tidak bisa memenuhi bilangan pembagi pemilihan (BPP), harus diakui ambang batas parlemen memang berkontribusi dalam memperlebar jumlah suara pemilih yang terbuang tersebut.
Sejak diterapkan ambang batas parlemen di Pemilu 2009 dengan angka 2,5 persen, total ada kenaikan lebih dari dua kali lipat suara terbuang. Jika di Pemilu 2004 suara terbuang mencapai 7,5 juta, di Pemilu 2009 jumlahnya mencapai 19,1 juta suara pemilih.
Selain faktor mulai diberlakukannya ambang batas, jumlah partai politik peserta pemilu yang meningkat juga memberikan konstribusi. Pemilu 2009 diikuti 38 partai politik, naik dibandingkan dengan Pemilu 2004 yang hanya diikuti 24 partai politik.
Baca juga: Tragedi PPP Tergerus Ambang Batas
Suara terbuang di pemilu sempat menurun pada 2014
Pada Pemilu 2014 dengan jumlah partai politik yang jauh lebih berkurang terbukti berdampak pada pengurangan suara terbuang. Di pemilu yang hanya diikuti 12 partai politik ini, suara terbuang tercatat 2,9 juta atau menurun 84 persen dibandingkan dengan jumlah suara terbuang di Pemilu 2009.
Namun, ketika ambang batas parlemen dinaikkan menjadi 4 persen di Pemilu 2019, jumlah suara terbuang kembali meningkat. Di pemilu di mana model serentak nasional mulai pertama kali digelar ini, jumlah suara terbuang mencapai 13,5 juta atau naik 3,5 kali lipat dari jumlah di Pemilu 2014.
Jumlah suara terbuang kembali meningkat di Pemilu 2024 ini. Selain masih diterapkannya angka ambang parlemen 4 persen, jumlah partai politik peserta pemilu juga bertambah. Jika di Pemilu 2019 jumlah partai tercatat 16, di Pemilu 2024 ini bertambah menjadi 18 partai politik. Merujuk penetapan hasil pemilu oleh KPU pada 20 Maret lalu, dengan hanya delapan partai politik yang lolos ke parlemen nasional, ada delapan partai politik lainnya yang gagal.
Dari delapan partai politik yang tidak memenuhi angka ambang batas parlemen tersebut, tercatat total suaranya mencapai 16,1 juta. Jumlah inilah yang potensial menjadi suara terbuang dan tidak terwakili dalam parlemen. Jumlah suara terbuang di Pemilu 2024 ini tercatat naik sekitar 18,2 persen dibandingkan dengan Pemilu 2019.
PPP memberikan sumbangan suara terbuang lebih banyak dari total di atas. Suara PPP yang berhasil diraih di Pemilu 2024 tercatat sebanyak 5,8 juta, artinya partai ini menyumbang sekitar 36,5 persen dari total suara terbuang di pemilu tahun ini.
Hal ini tak lain karena PPP dinyatakan gagal memenuhi ambang batas parlemen 4 persen. Persentase suara PPP sendiri hanya mampu mencapai 3,87 persen alias tipis dari syarat ambang batas yang diberlakukan (4 persen).
Kegagalan mencapai ambang batas ini juga menjadi sejarah kelam bagi PPP karena sebagai partai politik lama dengan usia lebih dari setengah abad, partai ini juga memiliki pemilih yang loyal. Tidak hanya itu, kegagalan mencapai ambang batas juga menutup peluang calon anggota legislatif PPP yang sudah berjuang di lapangan untuk menggaet suara pemilih.
Sebut saja salah satunya Ahmad Baidowi. Caleg PPP di daerah pemilihan (dapil) Jatim XI yang meliputi wilayah Madura ini mendapatkan dukungan sebanyak 355.319 suara. Suara yang diraihnya ini tercatat masuk dalam caleg nomor tiga peraih suara terbanyak nasional.
Caleg di posisi pertama peraih suara terbanyak adalah Said Abdullah dari PDI-P dengan raihan mencapai 528.815 suara di dapil yang sama dengan Baidowi. Sementara di posisi kedua adalah Dedi Mulyadi, caleg dari Partai Gerindra di dapil Jawa Barat VII, dengan total suara mencapai 371.540.
Pada akhirnya lonjakan suara terbuang yang makin meningkat di Pemilu 2024 ini memberikan satu pesan bahwa semakin banyak jumlah pemilih yang tidak terwakili di dalam parlemen. Bagaimanapun representasi atau keterwakilan menjadi salah satu nilai dalam demokrasi yang tidak bisa diabaikan.
Putusan Mahkamah Konstitusi beberapa waktu lalu yang memerintahkan pembuat undang-undang, yakni pemerintah dan DPR, untuk mengubah ambang batas parlemen, menjadi pintu dan solusi bagi bangsa menyelamatkan suara rakyat yang makin ”dihilangkan” akibat ambang batas parlemen tersebut. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Hasil Pemilu 2024 KPU Mirip dengan Hasil Hitung Cepat ”Kompas”