Pergerakan Lebaran 2024 Tertuju ke Sumber Migrasi
Daerah penyumbang migrasi terbesar di Indonesia cenderung akan menjadi pusat tujuan pemudik setiap menjelang Idul Fitri.
Lebaran menjadi momen penting bagi para perantau untuk pulang ke kampung halaman. Bagi sejumlah kaum migran, Lebaran menjadi tradisi tahunan untuk kembali berjumpa dengan sanak keluarga di daerah asal. Daerah penyumbang migrasi penduduk terbesar di Indonesia cenderung akan menjadi pusat tujuan pemudik setiap menjelang hari raya Idul Fitri. Termasuk pada Lebaran tahun ini.
Hasil survei Potensi Pergerakan Angkutan Lebaran Tahun 2024 yang dilakukan oleh Badan Kebijakan Transportasi (BKT), Kementerian Perhubungan, menunjukkan adanya potensi pergerakan secara nasional pada Lebaran tahun ini yang diperkirakan mencapai 193,6 juta orang. Tingginya estimasi jumlah pergerakan ini disebabkan mayoritas penduduk Indonesia hingga 71,7 persen diperkirakan akan bepergian pada masa Lebaran tahun ini.
Mobilitas penduduk yang masif menjelang hari raya Idul Fitri itu sebagian besar bertujuan untuk pulang ke kampung halaman. Sekitar 52 persen responden menyatakan akan melakukan tradisi mudik untuk pulang ke daerah asal. Lainnya, sebesar 35,2 persen, mengaku akan mengunjungi orangtua dan sanak saudara di kampung serta 10,6 persen sisanya akan berlibur ke sejumlah lokasi wisata.
Proporsi tujuan tiap-tiap pelaku perjalanan tersebut meningkat seiring dengan kian tingginya animo mobilitas masyarakat menjelang Lebaran 2024. Pada tahun ini jumlah pergerakan nasional yang diperkirakan lebih dari 190 juta orang itu melonjak drastis dari tahun-tahun sebelumnya. Tahun 2023, jumlah pergerakan masa Lebaran sekitar 123 juta orang dan tahun sebelumnya sekitar 85 juta orang.
Baca juga: Lebaran 2024 Diperkirakan Mobilisasi 194 Juta Orang
Lonjakan perjalanan itu menjadi sinyal positif, setidaknya bagi kondisi makroekonomi nasional. Semakin banyak pergerakan mengindikasikan kondisi ekonomi masyarakat semakin membaik dari tahun sebelumnya. Selain itu, tingginya arus mobilitas tersebut membuat roda perekonomian bergerak lebih cepat karena banyaknya pengeluaran konsumsi yang dibelanjakan oleh pelaku perjalanan. Distribusi ekonomi semakin merata, setidaknya di sepanjang rute perjalanan yang ditempuh para pemudik. Dengan demikian, daerah-daerah yang menjadi tujuan para pemudik turut mendapatkan berkah berupa peningkatan jumlah perputaran uang yang mendorong kemajuan ekonomi setempat.
Mudik dan migrasi
Hasil survei BKT menunjukkan bahwa tujuan pergerakan masa Lebaran tahun 2024 ini masih lebih kurang sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Wilayah Pulau Jawa menjadi sentra tujuan pelaku perjalanan secara nasional. Provinsi Jawa Tengah menjadi tujuan terbesar para pemudik yang mencapai 31,81 persen. Selanjutnya, disusul Jawa Timur sebesar 19,44 persen, Jawa Barat 16,59 persen, dan Daerah Istimewa Yogyakarta sekitar 6 persen.
Sebagian besar pelaku perjalanan itu bersumber dari sejumlah daerah di Indonesia. Mayoritas pemudik itu berasal dari wilayah Provinsi Jatim sebesar 16,17 persen; kawasan Jabodetabek 14,68 persen; Jateng 13,48 persen; dan Jabar sekitar 11 persen.
Pergerakan pemudik dari satu daerah ke daerah lainnya itu secara tidak langsung menunjukkan proses migrasi atau perpindahan penduduk yang telah terjadi di masa sebelumnya. Hasil survei BKT itu mengindikasikan bahwa Provinsi Jateng menjadi sumber kaum migran terbesar secara nasional. Dengan jumlah pemudik yang sekitar 31 persen atau terbesar di Indonesia menunjukkan bahwa Jateng sarat dengan para kaum perantau.
Hasil survei BKT menunjukkan ada sejumlah daerah yang menjadi penyumbang utama jumlah pelaku perjalanan terbesar pada masa Lebaran 2024. Sejumlah daerah itu adalah Jatim, Jabodetabek, Jateng, dan Jabar. Dengan masifnya tujuan pemudik yang mengarah ke Jateng, maka secara tidak langsung keempat daerah asal pelaku perjalanan itu mengindikasikan sebagai tujuan sebagian besar perantau asal Jateng selama ini.
Tingginya arus mudik ke arah Jateng itu linier dengan jumlah migrasi neto seumur hidup yang bernotasi negatif di provinsi ini. Migrasi seumur hidup menandakan seseorang yang provinsi tempat lahirnya berbeda dengan provinsi tempat tinggal pada saat pencacahan. Artinya, orang tersebut telah berpindah ke lokasi baru sejak lama. Untuk migrasi neto, artinya jumlah bersih pengurangan antara kaum migran yang masuk dan kaum migran yang keluar.
Data Statistik Migrasi Indonesia, Hasil Long Form Sensus Penduduk 2020, BPS, menunjukkan bahwa migrasi neto Provinsi Jateng merupakan yang terbesar defisitnya, yakni mencapai minus 4,84 juta jiwa. Artinya, Provinsi Jateng mengalami penyusutan kaum yang berpindah lokasi tempat tinggal hingga 4,84 juta jiwa pada periode pendataan terakhir. Defisit migrasi neto berikutnya disusul oleh sejumlah provinsi besar lainnya seperti Jatim yang mencapai minus 2,49 juta jiwa, Sumatera Utara minus 1,74 juta jiwa, dan Sulawesi Selatan sekitar minus satu juta orang.
Baca juga: Ekonomi, Faktor Utama Migrasi
Tingginya jumlah defisit migrasi neto seumur hidup itu mengindikasikan bahwa sebagian masyarakat di provinsi bersangkutan lebih memilih berpindah ke lokasi lain dengan berbagai alasan. Di sisi lainnya, daerah tersebut kurang menarik minat hadirnya pendatang dari luar daerah sehingga lebih banyak yang bermigrasi keluar daripada yang bermigrasi masuk.
Secara umum, sebagian besar perpindahan penduduk untuk bermigrasi itu lebih didorong oleh faktor ekonomi. Hasil penelitian Jurnalisme Riset Litbang Kompas, yang melakukan pengujian ekonometrika terhadap sejumlah variabel pendorong migrasi, menemukan sejumlah fenomena.
Hasil persamaan regresi data panel menunjukkan bahwa hampir 98 persen proses migrasi seumur hidup di Indonesia disebabkan faktor-faktor ekonomi. Sisanya, kurang dari tiga persen, disebabkan variabel lainnya di luar model. Ditemukan ada empat variabel yang mendorong terjadinya arus migrasi seumur hidup di Indonesia. Secara berurutan dari yang terbesar pengaruhnya adalah variabel upah minimum provinsi (UMP), PDRB sektor industri (industrialisasi), angkatan kerja, dan terakhir adalah investasi.
Dari keempat variabel itu semuanya bernotasi positif, kecuali investasi. Notasi positif artinya mendorong terjadinya arus migrasi masuk dan notasi negatif artinya mengurangi laju migrasi masuk. Jadi, bisa diartikan bahwa kenaikan upah, maraknya industrialisasi, dan juga bertambahnya angkatan kerja mendorong masyarakat Indonesia untuk bermigrasi ke daerah lain dan bahkan tinggal menetap.
Untuk variabel investasi justru bernotasi negatif, maknanya dengan meningkatnya kapitalisasi modal, maka jumlah migrasi masuk berkurang. Artinya, dengan semakin banyak investasi yang ditanamkan di daerah-daerah, maka akan menghambat peningkatan jumlah arus migrasi. Masyarakat suatu daerah tidak harus pergi bermigrasi ke daerah lainnya karena investasi dan perekonomian di wilayahnya juga berkembang sehingga tersedia lapangan pekerjaan di daerah bersangkutan (Kompas.id, 4 Mei 2023).
Dari pemodelan ekonometrika itu, secara tidak langsung ditunjukkan bahwa tingginya arus migrasi masyarakat Provinsi Jateng dan provinsi-provinsi lainnya ke luar daerahnya lebih didorong oleh motif ekonomi. Mereka umumnya berpindah untuk mencari kualitas penghidupan lebih baik dari sebelumnya.
Perbaikan kualitas
Tingginya mobilitas masyarakat menuju ke sejumlah daerah pada Lebaran tahun ini mengindikasikan bahwa sebagian besar para pelaku perjalanan kondisi perekonomiannya semakin membaik. Tren pemudik yang terus meningkat mengindikasikan bahwa ada perbaikan kualitas kehidupan yang membuat animo untuk pulang ke kampung halaman tahun ini semakin tinggi.
Memang, untuk saat ini, masih ada sejumlah daerah di Indonesia yang cenderung ditinggalkan penduduknya karena dinilai kurang mendukung untuk meningkatkan kualitas kehidupan dalam jangka panjang. Daerah dengan jumlah migrasi neto bernotasi negatif menjadi salah satu indikasi kuatnya. Daerah seperti Provinsi Aceh, Sumut, Sumbar, Jateng, Yogyakarta, Jatim, Bali, NTT, NTB, Sulsel, Gorontalo, dan Maluku merupakan wilayah yang cenderung ditinggalkan penduduknya.
Baca juga: Memeratakan Pembangunan, Mengendalikan Migrasi
Oleh sebab itu, upaya peningkatan pemerataan pembangunan ke seantero Indonesia adalah sebuah keniscayaan agar seluruh penduduk berkesempatan untuk mendapatkan kualitas kehidupan yang baik di lokasi tempat kelahiran. Tanpa adanya pemerataan, arus migrasi akan terus berjalan menuju tanah harapan yang menawarkan peluang kemajuan lebih baik.
Hadirnya investasi di daerah dengan didukung regulasi yang tepat dan infrastruktur yang memadai menjadi salah satu kunci penting untuk memajukan segenap daerah di Indonesia. Tanpa dukungan sejumlah variabel ini, fenomena migrasi akan terus berlangsung dan menjadi beban daerah tujuan para perantau tersebut.
Kabar baiknya, daerah-daerah sumber utama kaum perantau nasional saat ini tampaknya tengah mengalami perbaikan kondisi secara keseluruhan. Indikasinya terlihat dari jumlah migrasi risen yang menunjukkan notasi positif. Migrasi ini menandakan seseorang yang provinsi tempat tinggalnya pada masa lima tahun sebelumnya berbeda dengan provinsi tempat tinggal pada saat pencacahan terbaru. Hal ini mengindikasikan bahwa daerah yang mengalami surplus migrasi risen ini menjadi tujuan sejumlah orang dalam beberapa tempo terakhir.
Provinsi Jateng, Jatim, dan DI Yogyakarta bernotasi surplus yang menunjukkan bahwa ketiga daerah sumber utama perantau ini sekarang tengah menjadi tujuan ”baru” para kaum migran dari daerah lain. Bukan mustahil para kaum migran risen ini akan menetap dan akan terus terlibat mengembangkan kemajuan di daerah bersangkutan.
(LITBANG KOMPAS)