Perempuan Sulut Berlenggang dalam Politik
Caleg-caleg perempuan berjaya di Sulawesi Utara.
Kiprah politisi perempuan asal Sulawesi Utara, tidak dapat dipandang sebelah mata. Buktinya, hasil pemilu kali ini menunjukkan mayoritas kursi DPR dan DPD asal provinsi ini telah dikuasai kaum perempuan.
Dalam penguasaan panggung politik, apalagi pertarungan penguasaan dukungan pemilih, kaum perempuan di negeri ini selayaknya belajar dari kiprah para politikus perempuan Sulawesi Utara (Sulut). Pasalnya, dalam persaingan ketat Pemilu 2024, para politikus perempuan “bumi nyiur melambai” ini kembali mampu menyingkirkan dominasi politik kaum laki-laki.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Lebih membanggakan lagi, sekalipun jumlah keikutsertaan para politisi perempuan Sulut lebih rendah dari kaum laki-laki, tercatat 39,3 persen perempuan, namun tidak menjadi halangan menggapai kemenangan.
Dapat disimpulkan dari hasil pleno rekapitulasi perhitungan suara di tingkat provinsi Sulut yang berakhir Senin (12/3) lalu, dari sebanyak 6 (enam) kursi DPR nasional yang diperebutkan oleh total 107 calon legislatif, setidaknya 4 (empat) kursi DPR direbut politisi perempuan. Hanya tersisa 2 (dua) kursi yang dikuasai kaum politisi laki-laki Sulut.
Tidak tanggung-tanggung, selain mampu menguasai kursi DPR terbanyak, politisi perempuan Sulut juga mampu menduduki papan atas penguasaan suara pemilih. Hillary Brigita Lasut, politisi yang sosoknya sempat dikenal sebagai anggota DPR termuda hasil Pemilu 2019 dari Partai Nasdem, namun mengundurkan diri tahun 2023, menjadi sosok peraih dukungan terbanyak.
Hillary yang kini menjadi politisi Partai Demokrat itu mampu mengumpulkan dukungan 310.780 pemilih, atau sekitar 92,7 persen dari total suara Partai Demokrat di Sulut.
Politisi perempuan lainnya, Christianny Euginia Paruntu, dengan besaran pendukung 88.520 suara. Politisi Partai Golkar yang lebih akrab disapa Tetty Paruntu ini juga banyak disebut-sebut sebagai calon gubernur Sulut dalam Pilkada 2024 mendatang. Menyusul selanjutnya, politisi perempuan PDI-P, Yasti Soepredjo Mokoagow, dengan dukungan 85.091 suara.
Terakhir, politisi Nasdem yang juga tercatat sebagai petahana DPR, Felly Estelita Runtuwene. Pada pemilu kali ini, Felly Runtuwene meraih dukungan 52.889 suara.
Dua sisa kursi DPR asal Sulut lainnya, dikuasai kaum laki-laki. Terbanyak dukungan, diraih Rio Dondokambey, politisi muda PDIP. Putra gubernur Sulut, Olly Dondokambey, ini meraih dukungan 194.204 pemilih.
Selain Rio Dondokambey, calon legislatif Gerindra yang dinilai mengejutkan, Christovel Liempepas, juga diperkirakan melenggang ke DPR pusat. Christovel, dokter muda yang baru pertama kali terjun dalam perebutan kursi DPR ini meraih dukungan 33.258 pemilih.
Perolehan suara caleg perempuan DPD Dapil Sulut
Keberhasilan politisi perempuan Sulut tidak hanya dalam arena penguasaan kursi DPR saja. Dalam panggung persaingan anggota DPD RI, kaum perempuan juga tidak kurang tajam kiprahnya. Tercatat, 3 (tiga) dari empat anggota DPD dinyatakan terebut oleh kaum perempuan Sulut.
Maya Rumantir, pada Pemilu 2024 kali ini menjadi sosok paling banyak mengumpulkan dukungan. Pesohor yang sebelumnya sudah dua kali menjabat anggota DPD ini berhasil meraih dukungan 394.153 suara.
Menariknya, jumlah dukungan Maya Rumantir kali ini meningkat lebih dua kali lipat dibandingkan dengan pemilu sebelumnya. Ia juga mampu mengalahkan pesaing terdekatnya, Cherish Harriette Mokoagow, sesama politisi perempuan yang lolos DPD RI.
Pada pemilu sebelumnya, Cherish Harriette, yang dikenal sebagai politikus dan jurnalis televisi itu mampu menjadi peraih dukungan tertinggi DPD Sulut, mengalahkan Maya Rumantir. Kali ini, sekalipun dukungan pada dirinya meningkat, mampu meraih 234.333 suara, masih kalah besar ketimbang dukungan Maya Rumantir.
Selain Maya Rumantir dan Cherish Harriette, kursi DPD Sulut dikuasai Adriana Charlotte Dondokambey. Adriana Dondokambey sebelumnya dikenal politisi perempuan PDI-P Sulut dengan dukungan terbesar pada Pemilu 2019 lalu. Kakak perempuan dari gubernur Sulut, Olly Dondokambey, kali ini meraih dukungan 202.652 suara.
Seperti juga perebutan kursi DPR Sulut, panggung persaingan DPR Sulut hanya menyisakan satu kursi bagi kaum laki-laki, yang diraih oleh politisi Stefanus BAN Liow. Stefanus Liow, kali ini meraih dukungan 216.126 suara, yang sekaligus menciptakan hattrick bertahan dalam jabatan DPD untuk kali ketiga.
Catatan dominasi perempuan Sulut dalam panggung politik DPR dan DPD tampaknya bukan baru kali ini saja terjadi. Hasil Pemilu 2019 lalu, juga tergambarkan penguasaan sosok-sosok perempuan.
Pada persaingan perebutan kursi DPR nasional, sosok-sosok di atas, sudah berlenggang. Empat dari enam kursi DPR dikuasai Adriana Dondokambey, Hillary Lasut, Felly Runtuwene, dan politisi perempuan PDI-P, Vanda Sarundajang. Begitu juga dalam perebutan DPD, dua dari empat anggota DPD Sulut diduduki Cherish Harriette dan Maya Rumantir.
Keterwakilan perempuan Sulut di DPRD
Telaah lebih jauh, akan lebih banyak lagi kiprah politisi perempuan Sulut dalam kursi DPRD provinsi maupun tingkat kabupaten atau kota, yang sekaligus menunjukkan jika kiprah perempuan tidak dapat diremehkan di provinsi ini.
Tidak heran, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang terangkum dalam Indeks Ketimpangan Gender tahun 2022 lalu, Sulut masuk posisi papan atas dalam proporsi keterwakilan perempuan pada parlemen.
Pada waktu itu, tidak kurang 29,55 persen keterwakilan Perempuan di Parlemen, atau nomer dua terbesar setelah Provinsi Kalimantan Tengah (33,33 persen). Besaran tersebut cukup jauh di atas rata-rata nasional, yaitu sebesar 21,74 persen keterwakilan perempuan di Parlemen.
Hanya saja, pencapaian kaum perempuan Sulut dalam penguasaan posisi politik yang terbilang spektakuler ini perlu juga disikapi secara kritis. Terkait hal ini, setidaknya dua persoalan yang patut ditelusuri lebih jauh.
Pertama, misalnya, dari sisi kemunculan kaum perempuan dalam panggung politik. Persoalannya, apakah kehadiran para politisi perempuan dan keberhasilan mereka menguasai posisi jabatan politik benar-benar disebabkan karena kualitas kiprah politik yang mereka tunjukkan sebelumnya, atau justru sebaliknya, pencapaian-pencapaian yang lebih banyak ditentukan lantaran faktor keturunan, kekerabatan, ataupun nepotisme politik?
Baca juga: Meningkatkan Keterpilihan Perempuan pada Pemilu 2024
Apabila segenap kiprah politisi perempuan kali ini memang dilahirkan dari suatu medan pertarungan politik yang alamiah, dimana kesempatan tampilnya tokoh-tokoh politik terjadi secara terbuka, terhindar dari entry barrier politik, dan mampu menunjukkan kualitas ketokohannya dalam persaingan politik, maka kiprah politisi perempuan semacam ini patut disambut positif.
Akan tetapi penilaian yang sebaliknya terjadi, jika kemunculan politisi perempuan Sulut semata-mata dihasilkan dari suatu pola reproduksi kekuasaan politik yang berlandaskan pada turunan dan kekerabatan.
Baca juga: Peluang Petarung Politik Perempuan Milenial
Kedua, berkaitan dengan kiprah para politisi perempuan dalam panggung kekuasaan yang berhasil diraihnya. Pertanyaannya, seberapa besar peran politik yang mampu dijalankan kaum perempuan dalam kerja-kerja parlemen ataupun perwakilan daerahnya?
Lebih kongkret lagi, mengacu pada keberadaan sosok-sosok politisi perempuan Sulut di atas, terutama sosok perempuan yang telah berkali-kali mampu mempertahankan jabatannya, apakah kiprah politik yang ditunjukkannya selama ini sudah sedemikian rupa memenuhi harapan publik Sulut, atau secara khusus bagi kaum perempuan? Segenap pertanyaan-pertanyaan kritis di atas menjadi catatan yang mengantar keberhasilan kaum perempuan berlenggang dalam politik (Bersambung). (LITBANG KOMPAS).
Baca juga: Modal di Balik Keunggulan Perempuan Sulut