Belanja Langsung di Toko Fisik Masih Diminati Saat Ramadhan
Pola berbelanja masyarakat selama bulan puasa ternyata cenderung tertuju pada transaksi langsung di toko-toko fisik.
Oleh
YOHANES ADVENT KRISDAMARJATI
·5 menit baca
Bulan Ramadhan di Indonesia identik dengan aktivitas berbelanja. Sejumlah lembaga survei menunjukkan, pola berbelanja masyarakat selama bulan puasa ternyata cenderung tertuju pada transaksi langsung di toko-toko fisik. Bahkan, konsumen usia muda pun sangat berminat pada pilihan belanja konvensional ini.
”Baju baru alhamdulillah, tuk dipakai di hari raya”. Penggalan lirik lagu yang dilantunkan penyanyi Dea Ananda pada era 1990-an itu mewakili gambaran betapa meriah suasana bulan Ramadhan, khususnya saat Lebaran. Lagu itu berusaha mendeskripsikan kebiasaan secara umum masyarakat Indonesia yang menyambut sukacita hari raya dengan memantaskan diri mengenakan pakaian serba baru.
Terkait dengan pakaian baru itu secara tidak langsung akan bersinggungan dengan aktivitas berbelanja. Pada zaman yang serba modern saat ini, ada sejumlah pilihan untuk membeli suatu barang. Ada yang mengandalkan teknologi digital untuk berbelanja di marketplace ataupun berbelanja secara langsung dengan mengunjungi pertokoan atau pusat perbelanjaan.
Ada sejumlah konsumen yang fanatik untuk berbelanja di salah satu jenis pasar itu, baik pembelian daring maupun langsung. Namun, ada pula konsumen yang berusaha menggabungkan pola pembelian keduanya guna memperoleh kepuasan berbelanja yang maksimal.
Fenomena pola belanja campuran yang terjadi di masyarakat tertera pada laporan dari Google yang berjudul Consumer insight for Successful Ramadan 2024 Campaigns. Merujuk laporan tersebut, selama empat pekan Ramadhan terjadi pergeseran pilihan orang antara belanja daring dan belanja secara langsung di toko.
Pada pekan pertama hingga pekan ketiga Ramadhan, konsumen yang berencana belanja di toko fisik berada di kisaran 34-36 persen. Kemudian, angka tersebut naik menjadi 45 persen pada pekan keempat Ramadhan. Semakin mendekati Lebaran, animo masyarakat untuk berbelanja secara langsung semakin tinggi.
Oleh sebab itu, jamak ditemui kondisi pusat perbelanjaan serta pasar yang penuh sesak pada sepekan terakhir menjelang Lebaran. Mal menjadi incaran masyarakat karena biasanya sejumlah tenant menggelar rabat besar-besaran. Selain itu, pasar grosir skala besar, seperti Pasar Tanah Abang di Jakarta dan Pasar Klewer di Kota Surakarta, menjadi penuh sesak jelang akhir Ramadhan.
Maraknya belanja secara langsung itu juga terjadi pada layanan belanja secara daring. Setiap masa jelang Lebaran, layanan ekspedisi barang akan mengalami beban kerja yang begitu tinggi. Hal ini salah satunya dipicu oleh volume belanja masyarakat yang meningkat secara online.
Generasi muda belanja di toko fisik
Pada zaman yang serba berteknologi canggih, transaksi langsung dengan mengunjungi toko-toko fisik tetap menjadi pilihan sejumlah konsumen dalam membelanjakan uangnya. Laporan dari TGM Research yang berjudul Ramadan Insight 2024 Indonesia Report menunjukkan bahwa toko-toko fisik masih berpeluang eksis di tengah penetrasi masifnya toko-toko daring.
Survei yang melibatkan 750 responden di Indonesia itu menggambarkan masih ada ruang bagi toko-toko fisik untuk kompetitif menawarkan barang dan jasa untuk diperdagangkan. Masih ada 24 persen responden yang memilih berbelanja di toko fisik itu. Responden yang mengaku memilih belanja konvensional ini berada di rentang usia 18-40 tahun. Bahkan, sebagian besar responden usia muda, 18-24 tahun, mengaku lebih memilih berbelanja di toko-toko fisik. Sayangnya, tidak ada rincian komoditas apa saja yang dibeli di toko-toko itu.
Ada sejumlah alasan yang melandasi toko-toko konvensional itu menjadi pilihan anak-anak muda. Peran toko fisik bagi generasi muda, terutama generasi Z (kelahiran tahun 1997-2012) dan generasi milenial (kelahiran tahun 1981-1996), tidak sekadar sebagai tempat transaksi, tetapi lebih kompleks dari itu.
Kehadiran toko fisik menyediakan wahana bagi calon pembeli untuk memperoleh pengalaman secara fisik dengan barang yang diinginkan sebelum mengambil keputusan berbelanja. Sebelum membeli pakaian, misalnya, calon pembeli bisa meraba bahan, mencoba ukuran yang pas, dan menilai cocok tidaknya dengan mode kesukaan.
Namun, di tengah zaman yang serba mutakhir, cara membeli produk dapat dilakukan dengan sejumlah pilihan. Ada yang bertransaksi secara konvensional, secara daring, tetapi ada pula yang mencoba menggabungkan keduanya.
Ada beberapa konsumen yang menghendaki transaksi secara campuran antara daring dan konvensional. Mereka memilih barang dan melakukan pembayaran melalui kanal daring, tetapi mengambil barang secara fisik di toko. Ada berbagai alasan konsumen memilih metode ini. Di antaranya, barang yang dibeli berukuran cukup besar sehingga jika dikirim akan membutuhkan ongkos yang mahal dan durasi pengiriman yang lama. Selain itu, bisa jadi konsumen menginginkan barang segera sampai ke tangan karena jika mengandalkan sistem daring harus menunggu penyiapan barang dan pengantaran yang membutuhkan waktu cukup lama.
Selain sebagai wahana untuk memperoleh pengalaman secara langsung, toko fisik turut berperan untuk mempertebal kepercayaan konsumen terhadap suatu merek atau produk. Ketika konsumen membeli barang dan terjadi kendala, konsumen akan lebih percaya ketika melakukan pengembalian atau perbaikan langsung ke toko. Misalnya, terkait salah ukuran, cacat produk, serta layanan penukaran produk.
Produk ”fashion” dan perabotan butuh toko fisik
Ada sejumlah komoditas yang banyak diminati masyarakat selama masa Ramadhan. Survei dari Telkomsel pada 2023 menunjukkan bahwa produk makanan dan minuman menduduki peringkat pertama komoditas yang diburu masyarakat, hingga 77 persen. Kemudian disusul produk fashion sebesar 58 persen, produk elektronik 11 persen, serta produk kesehatan dan kecantikan 11 persen.
Produk fashion menjadi komoditas incaran terbanyak kedua setelah makanan dan minuman. Terkait dengan belanja pakaian, kehadiran toko fisik dipandang masih sangat penting. Masih ada beberapa aspek yang sulit terwakili apabila transaksi dilakukan secara digital.
Misalnya saja terkait akurasi warna produk, foto produk yang berkualitas kurang baik berpotensi menyesatkan konsumen. Kemudian, aspek tekstur dan dan pengalaman mengenakan bahan pakaian juga tidak dapat terwakili secara daring. Keyakinan konsumen untuk membeli produk fashion pasti didasari oleh pengalaman langsung dengan mengenakannya.
Selain produk fashion, produk perabot rumah dan dekorasi juga memerlukan toko fisik untuk memberikan pengalaman nyata berinteraksi dengan produk. Misalnya, untuk memilih tempat tidur yang nyaman atau kursi yang sesuai dengan postur tubuh. Pengalaman tersebut tidak dapat diwakilkan melalui pengalaman digital, bahkan dengan realitas virtual sekalipun.
Kehadiran toko fisik masih terus dibutuhkan untuk membangun ikatan kepercayaan dengan konsumen. Ibarat membeli kendaraan, belum akan terasa pengalamannya jika belum merasakan test drive. Teknologi mutakhir sekalipun hanya mampu mengantarkan konsumen daring pada deskripsi visual dan pemahaman. Untuk meyakinkan konsumen hingga memutuskan membeli, toko fisik memiliki kelebihan untuk berinteraksi secara langsung dengan produk yang diperdagangkan. (LITBANG KOMPAS)