Mudik, Saatnya Warga Urban “Pulang Dulu”
Mudik menjadi budaya tiap Lebaran. Bagi warga urban, mudik adalah perjalanan pulang dulu untuk kembali.
Seperti asal katanya, ada kata udik dalam mudik. Dalam KBBI, udik berarti desa. Dalam terjemahan bebas, dapat dimaknai mudik adalah pergi ke desa. Dengan begitu, udik menjadi penanda yang membedakan antara desa dan yang bukan desa, yakni kota.
Dalam pemaknaan yang lain, terdapat penjelasan bahwa mudik merupakan akronim bahasa Jawa yang kepanjangannya mulih dhisik. Mulih berarti pulang, sedangkan dhisik berarti terlebih dulu. Dengan kata lain, mudik dapat diartikan juga “pulang dulu”.
Singkatnya, mudik saat Lebaran menandakan ada pergerakan dari orang yang pergi untuk pulang ke desa. Dalam hal ini, sudah menjadi kebiasaan bahwa orang urban yang berada di kota akan melakukan perjalanan mudik.
Baca juga: Masih Ada Kesempatan untuk Dapat Tiket Mudik
Warga urban mudik
Fenomena mudik sulit terbayang jika masyarakat Indonesia tidak pernah mengenal urbanisasi. Dengan alasan ekonomis, mereka yang awalnya tinggal di kampung atau desa berpindah ke kota dengan harapan mendapatkan kesempatan lebih lebar memperbaiki kondisi ekonomi diri dan keluarga.
Kembali secara etimologis, urban adalah mereka yang melakukan urbanisasi, yakni berpindah tempat tinggal dari perdesaan menuju perkotaan. Urbanisasi berasal dari istilah bahasa Inggris urbanize, yakni “menjadikan kota”.
Di Indonesia, fenomena ini mulai marak terjadi pada tahun 1970-an. Hal ini selaras dengan prinsip ekonomi Orde Baru yang salah satunya mulai memberikan titik berat pada pembangunan yang berada di kota.
Dalam orientasi pembangunan yang demikian, tenaga yang tersedia serta perputaran ekonomi di kota harus meningkat. Bertambahnya jumlah tenaga kerja tentunya mendukung orientasi yang demikian.
Ditambah lagi, sejak Orde Baru pembangunan infrastruktur terus digenjot yang membuat konektivitas antarwilayah makin membaik. Hal ini pulalah yang membuat urbanisasi makin dimungkinkan sebab perjalanan perpindahan dari desa ke kota yang bahkan antarprovinsi terjangkau.
Meskipun terjangkau secara jarak dan waktu, perpindahan untuk pergi dan kembali tidak dapat serta-merta terjadi sewaktu-waktu. Bagi kaum urban, tetap ada modal perjalanan dan juga cukup “uang saku” untuk dibawa ke kampung halaman.
Dengan demikian, perlu momentum khusus waktu untuk mudik. Idul Fitri menjadi perayaan yang paling tepat untuk melakukannya.
Selain soal di atas, setidaknya ada dua hal lain yang membuat Idul Fitri menjadi saat yang tepat untuk mudik. Pertama, dari sisi spiritual, Lebaran menjadi saat untuk kembali ke fitrah yang secara simbolik dapat ditandai dengan kembali ke tanah lahir dan bertemu dengan sanak saudara.
Kedua, Pemerintah Indonesia memberikan saat spesial pada hari Idul Fitri dengan memberikan waktu libur yang relatif panjang dibandingkan hari-hari libur lainnya.
Baca juga: Jumlah Pemudik Lebaran Diprediksi Naik 6 Persen
Lebih dari separuh penduduk mudik
Dari hasil survei yang dilakukan oleh Kemenhub, pada hari Lebaran 2024 diperkirakan ada sekitar 193,6 juta penduduk Indonesia akan mudik. Jika dilihat persentasenya, angka tersebut mencapai sekitar 72 persen dari jumlah penduduk Indonesia.
Dengan kata lain, ada 7 dari 10 orang Indonesia akan mudik Lebaran tahun ini. Apabila dibandingkan dengan Lebaran 2023, pemudik Lebaran kali ini meningkat sekitar 45 persen. Tahun lalu, sekitar 123,8 juta orang melakukan perjalanan mudik.
Angka itu di satu sisi tampak luar biasa, tetapi bisa saja menjadi hal yang wajar jika mengingat fenomena sosial di Indonesia. Merujuk data Sensus Penduduk 2022, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ada sekitar 155,5 juta penduduk yang tinggal di perkotaan. Artinya, 56 persen penduduk Indonesia berada di perkotaan pada tahun 2022.
Akan tetapi, berbicara soal mudik, bukan hanya mereka yang tercatat sebagai penduduk perkotaan saja yang akan melakukannya. Bisa saja warga dengan status di sensus tercatat sebagai penduduk perdesaan tetapi sudah beberapa waktu tinggal di perkotaan akan mudik pula. Menjadi terjelaskan pula jumlah pemudik melebihi penduduk perkotaan.
Lebih lanjut, potensi peningkatan jumlah pemudik pada tahun 2024 terjadi setidaknya dipengaruhi dua faktor. Pertama, kondisi Covid-19 yang sudah hampir tidak menjadi keseharian masalah memicu adanya perbaikan ekonomi sehingga warga urban merasa makin percaya diri pulang ke kampung halaman. Kedua, ada indikasi bahwa memang terjadi peningkatan jumlah populasi urban dari tahun ke tahun.
Apabila melihat data Worldometers, tampak bahwa terus terjadi peningkatan populasi urban di Indonesia dari tahun ke tahun.
Pada tahun 2010, jumlah penduduk urban di Indonesia sekitar 49,6 persen dari total populasi. Angka ini meningkat menjadi 56,7 persen pada tahun 2020 dan kembali naik ke angka 59,7 persen pada tahun 2024 atau sekitar 167,1 juta jiwa.
Melihat angka ini, menjadi wajar apabila terjadi peningkatan jumlah pemudik di Indonesia dari tahun ke tahun. Jika dicermati berdasarkan wilayahnya, mudik akan mengalirkan penduduk perkotaan ke wilayah perdesaan. Kembali ke data BPS, wilayah-wilayah yang akan berpotensi mengalirkan pemudik sebagian besar berada di Pulau Jawa.
Pasalnya, di wilayah-wilayah inilah jumlah penduduk perkotaan mendominasi. Pada tahun 2022, Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah penduduk perkotaan terbanyak, yakni 38,2 juta jiwa. Jawa Barat diikuti Jawa Timur dan Jawa Tengah yang masing-masing memiliki penduduk perkotaan sebanyak 22,6 juta jiwa dan 19,1 juta jiwa.
Berikutnya DKI Jakarta memiliki warga perkotaan 10,6 juta jiwa dan Banten sebanyak 8,8 juta jiwa. Dari lima provinsi di Pulau Jawa ini saja, sudah terkumpul 99,5 juta jiwa atau sekitar 64 persen dari total penduduk perkotaan.
Di tengah gegap gempita hasrat mudik penduduk urban inilah, tantangan bagi pemerintah dan segenap jajarannya memastikan bahwa pergerakan penduduk saat mudik berjalan nyaman. Mengimbau warga urban agar tidak mudik adalah hal yang pelik sebab ada alasan ekonomi, spiritual, dan budaya yang membungkusnya.
Mengatur agar perjalanan mudik berjalan lancar menjadi hal yang selayaknya dilakukan. Imbauan lebih masuk akal untuk sekembalinya ke wilayah urban tidak mengajak sanak famili lebih banyak masih layak untuk dilanjutkan. Ini mengingat mudik adalah perjalanan “pulang dulu untuk kembali”. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Catatan di Balik Apresiasi Penyelenggaraan Mudik 2022