Lorong Sempit PSI Masuk Senayan
Peluang Partai Solidaritas Indonesia untuk lolos ke parlemen pusat di Senayan semakin menyempit.
Peluang Partai Solidaritas Indonesia untuk lolos ke parlemen pusat di Senayan semakin menyempit jika melihat tren perolehan sementara suara partai ini pada Pemilu 2024. Data sementara rekapitulasi Komisi Pemilihan Umum per 26 Februari 2024 menunjukkan, suara partai ini masih kurang dari syarat ambang batas parlemen. Pengaruh Joko Widodo sudah terlihat, tetapi belum optimal mendongkrak performa partai ini secara elektoral.
Potensi keterpilihan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) untuk lolos ambang batas parlemen 4 persen memang cenderung menipis jika dilihat dari hasil rekapitulasi suara (real count)yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Data rekapitulasi per 26 Februari 2024 tersebut, yang dikumpulkan dari 64,47 persen dari total 823.236 tempat pemungutan suara (TPS) di Pemilu 2024, menunjukkan perolehan suara partai yang mengusung isu anak muda ini meraih 2.001.495 atau setara 2,68 persen suara nasional.
Sebelumnya, potensi suara PSI ini juga sudah diprediksi melalui hitung cepat sejumlah lembaga, termasuk Litbang Kompas. Merujuk hitung cepat Litbang Kompas dari data 100 persen sampel TPS, tingkat elektabilitas PSI berada di angka 2,80l persen. Artinya, tidak ada perbedaan signifikan antara rekapitulasi KPU dan hasil hitung cepat.
Jika merujuk kedua sumber data ini, harapan PSI untuk lolos ambang batas parlemen pada Pemilu 2024 ini rasanya belum bisa terwujud. Berbagai upaya partai ini mem-branding diri, terutama dengan menguatkan asosiasi partai dengan sosok Presiden Joko Widodo, belum mampu membuat PSI lolos ke Senayan.
Betapa tidak, strategi menempel pada popularitas sosok belum cukup mampu mendongkrak PSI untuk naik kelas, dari partai politik nonparlemen menjadi partai yang memiliki kursi di DPR.
Mulai dari transisi kepemimpinan dengan menempatkan Giring Ganesha yang notabene artis, hingga kemudian mengalihkan tampuk kepemimpinan pada sosok putra bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep, kecenderungan makin mengarahkan partai ini belum bisa lolos ambang batas parlemen.
Dari masa kampanye Pemilu 2024 saja terlihat bagaimana PSI kerap menarasikan sebagai partainya Jokowi dalam setiap alat peraga. Hal ini dilakukan dengan memasang foto Jokowi, Kaesang, bahkan Gibran Rakabuming Raka, wakil presiden pendamping Prabowo Subianto, capres-cawapres yang diusung PSI, di sejumlah wilayah kabupaten/kota.
Tentu pemasangan alat peraga kampanye tersebut bukan sesuatu yang murah dan mudah dilakukan oleh partai politik nonparlemen. Namun, PSI mampu melakukannya.
Tidak heran data di KPU menunjukkan dana kampanye PSI mencapai Rp 24 miliar. Angka ini merupakan ongkos kampanye terbesar kedua setelah PDI-P yang mencapai Rp 115 miliar.
Baca juga: Pergulatan dan Ujian Soliditas PSI
Tren elektoral
Meskipun peluang masuk ambang batas parlemen cenderung menyempit dengan data rekapitulasi sementara KPU dan hitung cepat di atas, potensi elektoral PSI sebenarnya mengalami arah positif.
Jika mengacu tren elektoral di survei Litbang Kompas sejak lima tahun terakhir, tingkat keterpilihan PSI konsisten berada di angka kurang dari 1 persen.
Di survei Litbang Kompas periode Oktober 2019, misalnya, tingkat elektabilitas PSI berada di angka 0,5 persen. Angka keterpilihan kurang dari 1 persen ini bertahan sampai empat tahun kemudian hingga pada survei Litbang Kompas, Desember 2023.
Perolehan suara PSI berdasarkan rekapitulasi sementara KPU di atas, diakui atau tidak, sudah jauh melampaui tingkat elektoral yang dihasilkan melalui survei.
Apalagi jika dibandingkan dengan yang pernah diraih partai ini pada Pemilu 2019. Pada pemilu lima tahun silam itu, PSI meraih 2.650.361 suara atau setara dengan 1,89 persen. Perolehan suara ini masih jauh dari ambang batas parlemen sehingga PSI gagal melaju ke Senayan.
Peningkatan persentase PSI jika merujuk data sementara rekapitulasi KPU pada Pemilu 2024 ini tidak lepas dari langkah-langkahnya mengasosiasikan diri dengan sosok Jokowi dengan representasi Kaesang, putra bungsu Jokowi, yang dinobatkan sebagai Ketua Umum PSI.
Jika dibandingkan dengan rekapitulasi sementara KPU pada Pemilu 2024 ini, perolehan suara PSI mencapai 2,68 persen. Dari sisi persentase tampak ada tren peningkatan elektoral.
Kondisi ini memberikan sinyal bahwa apa yang dilakukan PSI dengan melekatkan diri pada sosok Jokowi sedikit banyak berdampak secara elektoral meskipun peluang lolos ambang batas parlemen masih sempit.
Baca juga: Dari Perindo hingga PSI, Partai Nonparlemen Sulit Tembus ke Senayan
Populer
Padahal, jika tanpa ambang batas parlemen, sejumlah calon anggota legislatif dari PSI memiliki popularitas dan elektabilitas yang cukup dapat diandalkan dan berpeluang meraih kursi.
Setidaknya, mari kita lihat di daerah pemilihan (dapil) DKI Jakarta. Di dapil Jakarta I, misalnya, ada nama Faldo Maldini yang terakhir dikenal aktif sebagai staf khusus di Kementerian Sekretariat Negara.
Berdasarkan rekapitulasi sementara KPU pada 26 Februari 2024 pukul 07.30 WIB, suara Faldo mencapai 17.701 suara. Jumlah suara ini hampir setara dengan caleg dari PKS yang justru berpeluang lolos ke Senayan karena partainya melewati syarat minimal suara ambang batas parlemen.
Hal yang sama tampak di dapil Jakarta II. Perolehan suara PSI di data sementara rekapitulasi KPU berada di 10 besar, bahkan salah satu calon anggota legislatifnya di dapil ini, yakni Ade Armando, meraih suara sementara 26.084.
Angka ini sebenarnya jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan sejumlah caleg potensial terpilih karena partai politiknya lolos ambang batas parlemen.
Kondisi serupa juga terekam di dapil Jakarta III. Di data sementara rekapitulasi KPU, PSI sebenarnya menempati peringkat kedua partai politik dengan perolehan suara terbanyak.
Jika lolos ambang batas parlemen secara nasional, PSI berpeluang mendapatkan satu kursi dari dapil ini. Sayangnya, perolehan suara PSI dari data rekapitulasi sementara KPU masih belum menunjukkan mampu melampaui angka 4 persen ambang batas parlemen.
Padahal, jika PSI lolos, minimal satu kursi di dapil Jakarta III itu bisa ditempati oleh mantan Ketua Umum PSI Grace Natalie karena data perolehan suaranya sementara sudah mencapai 41.534.
Jika merujuk Pemilu 2019, suara yang pernah diraih Grace di dapil yang sama mencapai 179.949. Namun, karena PSI saat itu tidak melampaui ambang batas parlemen, suara yang diraih Grace pun terbuang tanpa dikonversi menjadi kursi di DPR.
Tentu, makin menyempitnya peluang PSI lolos ambang batas parlemen sedikit banyak juga menjadi bahan evaluasi untuk menentukan strategi partai ke depan.
Bagaimanapun dibandingkan dengan partai-partai nonparlemen lainnya, ataupun partai politik pendatang baru pada Pemilu 2024, PSI selalu menyimpan kejutan dan kerap menjadi perhatian publik.
Popularitas partai sudah terbangun, tinggal kemudian diikuti dengan daya elektoralnya agar mampu meningkatkan peluangnya untuk lolos di parlemen nasional. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Partai Solidaritas Indonesia di Tengah Konservatisme-Pragmatisme Politik