Salah satu anomali pada Pemilu 2024 adalah tidak sinkronnya perolehan suara Ganjar-Mahfud dengan PDI-P.
Oleh
BAMBANG SETIAWAN/Litbang Kompas
·4 menit baca
Pemilih Ganjar Pranowo-Mahfud MD ataupun eks pemilih Joko Widodo masih terbilang cukup solid memilih Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDI-P sehingga suara partai yang dipimpin Megawati Soekarnoputri itu tetap di atas. Hanya saja, koalisi partai pengusungnya tak mampu membawa gerbong massanya memilih pasangan Ganjar-Mahfud.
Salah satu anomali yang terjadi dalam Pemilu 2024 yang digelar serentak untuk pemilihan presiden dan legislatif adalah tidak sinkronnya posisi perolehan suara calon presiden-calon wakil presiden Ganjar-Mahfud dengan PDI-P. Ganjar-Mahfud berada di urutan ketiga, tetapi hasil suara PDI-P di urutan pertama.
Soal lain yang juga muncul terkait relasi elektoral Ganjar-Mahfud dengan PDI-P ialah betulkah pasangan capres-cawapres tersebut tidak memiliki kontribusi terhadap perolehan suara PDI-P? Jika demikian, dari mana datangnya aliran suara yang membuat PDI-P tetap unggul?
Hasil hitung cepat Litbang Kompas menunjukkan, perolehan pasangan Ganjar-Mahfud hampir sama dengan hasil perolehan PDI-P, partai utama yang mengusungnya. Ganjar-Mahfud diprediksi memperoleh 16,30 persen suara dan PDI-P mendapat 16,31 persen suara. Hasil itu juga tak berbeda jauh dengan hasil penghitungan riil KPU. Ganjar-Mahfud memperoleh 17,05 persen (dari data masuk KPU 75,26 persen) dan suara PDI-P 16,78 persen (dari data masuk 62,09 persen).
Tidak solidnya basis massa PDI-P dalam menentukan pilihannya terhadap capres-cawapres menjadikan suara Ganjar-Mahfud berada di papan bawah dari tiga pasang kandidat. Suara Ganjar-Mahfud kalah jauh dari pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dan pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.
Berdasarkan hasil hitung cepat, Prabowo-Gibran diprediksi memperoleh 58,47 dan Anies-Muhaimin diperkirakan mendapatkan 25,23 persen suara. Perolehan ini tak jauh berbeda dari penghitungan riil yang dirilis KPU, suara Prabowo-Gibran 58,89 persen dan Anies-Muhaimin 24,06 persen.
Berbeda dengan basis massa partai-partai yang tergabung ke dalam Koalisi Indonesia Maju yang solid mengusung Prabowo-Gibran, basis massa partai-partai yang tergabung ke dalam koalisi PDI-P tidak menampakkan soliditas yang kuat untuk memenangkan Ganjar-Mahfud. Massa PDI-P yang mencoblos Ganjar-Mahfud saat pemungutan suara Pemilu 2024 pada 14 Februari, berdasarkan survei setelah pencoblosan (exit poll), hanya 54,9 persen. Sebagian lainnya memilih Prabowo-Gibran 34,7 persen dan Anies Muhaimin 5,3 persen.
Ikut goyah
Bukan hanya PDI-P yang terasa kurang solid, basis massa partai-partai anggota koalisinya juga sangat goyah. Baik massa Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Perindo, maupun Hanura jauh lebih banyak yang memilih pasangan Prabowo-Gibran.
Dukungan massa PPP kepada Ganjar-Mahfud yang hanya 17,7 persen bahkan jauh lebih rendah daripada yang diberikan kepada Anies-Muhaimin yang 32,6 persen dan kepada Prabowo-Gibran yang 47 persen. Sementara itu, dukungan dari Perindo hanya 18,6 persen dan Hanura 22,2 persen. Sebaliknya, dukungan dari kedua partai tersebut kepada Prabowo-Gibran malah mencapai lebih dari 60 persen.
Arus suara ini berbeda dengan yang mengalir kepada pasangan Prabowo-Gibran. Dari massa Partai Gerindra, mengalir dukungan kuat sebesar 87,6 persen. Selain itu, dukungan dari partai-partai koalisinya, yaitu Golkar, Demokrat, Partai Amanat Nasional, dan Partai Solidaritas Indonesia, juga terbilang masif, rata-rata di atas 60 persen.
Prabowo-Gibran juga mendapat limpahan suara yang besar, baik dari pemilih partai-partai pengusung Ganjar-Mahfud maupun Anies-Muhaimin. Dukungan pemilih PKB kepada Prabowo-Gibran bahkan melebihi dukungan kepada Anies-Muhaimin.
Pengaruh Ganjar-Mahfud
PDI-P menampilkan fenomena yang berbeda dengan partai-partai lain. Walaupun suaranya tergolong turun dibandingkan Pemilu 2019 yang mencapai 19,33 persen, perolehan suara PDI-P yang diprediksi berada di kisaran 16,31 persen tetap menjadi yang teratas dibandingkan partai-partai lain. Suara PDI-P dapat tetap bertahan di papan atas perolehan suara karena masih cukup solidnya pemilih pasangan Ganjar-Mahfud yang menjatuhkan pilihan kepada PDI-P.
Dibandingkan dengan partai-partai lain, pemilih Ganjar-Mahfud jauh lebih banyak yang kemudian memilih partai pengusung utamanya. Pemilih Ganjar-Mahfud yang kemudian memilih PDI-P 59,3 persen. Dibandingkan dengan pemilih Prabowo-Gibran atau pemilih Anies-Muhaimin, pemilih Ganjar-Mahfud lebih solid mendukung partai pengusung utamanya. Pemilih Prabowo-Gibran yang kemudian memilih Gerindra, misalnya, hanya 30,8 persen, sedangkan pemilih Anies-Muhaimin yang memilih Nasdem 16,4 persen dan memilih PKB 14,2 persen.
PDI-P juga masih menjadi partai utama yang dipilih oleh pengikut Jokowi. Berbeda dengan arus dukungan dari eks pemilih Joko Widodo-Ma’ruf Amin dalam Pemilu 2019 kepada pasangan Ganjar-Mahfud yang kecil, suara yang mengalir ke PDI-P ternyata masih yang tertinggi dibanding ke partai lain.
Pemilih Jokowi yang memilih PDI-P mencapai 37,9 persen. Aliran suara ini jauh lebih tinggi daripada yang diterima oleh Gerindra (7,1 persen), Golkar (11,6 persen), PSI (0,6 persen), dan partai-partai lainnya.
Selain itu, PDI-P juga masih menjadi partai utama yang paling banyak dipilih oleh generasi tua, khususnya baby boomers (di atas 56 tahun). Berbeda dengan generasi muda yang lebih condong memilih Gerindra, makin tua usia semakin banyak yang memilih PDI-P.
PDI-P juga masih menjadi tumpuan pilihan bagi kalangan pemeluk agama minoritas walaupun dalam pemilihan presiden sikap mereka berbeda. Kalangan beragama Katolik, Kristen, Hindu, ataupun Buddha lebih banyak yang memilih PDI-P meskipun capres-cawapres yang mereka pilih terbanyak adalah Prabowo-Gibran.
Demikian juga dalam pertarungan geopolitik, wilayah-wilayah yang selama ini menjadi basis utama PDI-P ternyata masih dapat mempertahankan kemenangannya walaupun sedikit tergerus. Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Sumatera Utara, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, hingga Papua masih dapat dimenangi PDI-P.
Faktor-faktor inilah yang membuat PDI-P tetap mampu menjadi partai teratas meski capres-cawapres yang diusungnya belum berhasil memenangi pilpres.