Pelantikan Agus Yudhoyono sebagai menteri di pengujung kabinet menjadi ujung dari lorong politik yang dilalui.
Oleh
BESTIAN NAINGGOLAN
·4 menit baca
Menempati posisi sebagai Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional bagi Agus Harimurti Yudhoyono sejatinya bukan sebatas mengisi jabatan kementerian kabinet yang ditinggalkan Hadi Tjahjanto, tetapi sekaligus menjadi titik awal pijakan dalam lorong terang politik yang akan dilaluinya.
Menjadi menteri dan sudah barang tentu akan melepas posisi sebagai kekuatan oposisi dalam kabinet pemerintahan Presiden Joko Widodo dapat dikatakan sebagai awal baru perpolitikan AHY bersama Partai Demokrat yang dipimpinnya. Setelah selama ini beragam lika-liku perpolitikan ia lalui, yang cenderung menempatkannya sebagai sosok yang ”tersingkirkan” dalam panggung perebutan kekuasaan politik, lorong terang kini mulai terkuak.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Masih terekam jelas, bagaimana ia memulai karier politik selepas memutuskan karier militernya di tahun 2016 guna menjajal pemilihan gubernur DKI Jakarta berpasangan dengan Sylviana Murni. Namun, kendati cukup populer di awal pencalonannya, hal itu tidak mampu mengantar AHY sebagai gubernur. Ia terkalahkan oleh pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno dan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat.
Tidak pupus dalam kekalahan pemilu gubernur, pencalonan AHY sempat pula terberitakan dalam panggung kontestasi Pemilu Presiden 2019. Saat itu, sosoknya sempat dirujuk menjadi salah satu calon pendamping Prabowo Subianto. Namun, pamornya redup kembali, terlebih saat Prabowo memilih Sandiaga Uno sebagai calon wakil presiden.
Pada ajang Pemilu 2024 pun nama AHY kembali bergema. Sejalan dengan pembentukan Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) yang digagas Partai Nasdem, Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera, sosok AHY menjadi nominasi kuat calon wakil presiden yang dipasangkan dengan Anies Baswedan, sang calon presiden. Akan tetapi, lagi-lagi peluangnya kandas. Anies justru dipasangkan dengan Muhaimin Iskandar, sosok pemimpin Partai Kebangkitan Bangsa.
Di tengah pergulatan panjang berbagai kegagalan pencalonannya itu, AHY bersama Demokrat memilih melepas posisi dalam KPP dan bergabung dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang mendukung pencalonan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dalam Pemilu Presiden 2024 kali ini. Akhir pilihannya langkah itu tidak sia-sia, lantaran keunggulan Prabowo-Gibran dalam pemilu otomatis membawa kemenangan simbolik perjuangannya bersama Demokrat yang tergabung dalam koalisi KIM.
Buah dari pilihan politiknya bersambut pula dalam kabinet pemerintahan Presiden Jokowi. Dengan posisinya sebagai Menteri ATR/Kepala BPN, sudah barang tentu kebijakan-kebijakan oposisi yang kerap berseberangan dengan kebijakan pemerintah tidak lagi terdengar. Padahal, dari segelintir partai politik yang memilih beroposisi dengan pemerintahan, Demokrat terbilang memiliki pandangan politik yang kritis.
Sebagai gambaran, dalam berbagai pidato politik, AHY sebagai pemimpin Demokrat kerap menyinggung persoalan yang dihadapi bangsa ini, yang semakin menempatkan dirinya bersama Demokrat sebagai oposan terhadap kebijakan pemerintah. Pada suatu masa, terkait upaya pemerintahan Jokowi dalam menaikkan harga BBM, misalnya, AHY dan Demokrat menentangnya.
AHY juga sempat menyinggung kebijakan pemberian bantuan langsung tunai (BLT) sebagai bantalan sosial akibat pengurangan subsidi BBM yang disebutnya sebagai produk kebijakan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang terbukti berhasil dalam menyangga daya beli masyarakat.
”BLT produk kebijakan SBY yang dulu ditentang sebagian kalangan justru sekarang ditiru dan terbukti menjadi penyangga utama daya beli masyarakat,” ungkap AHY. Sempat pula dalam pidato politiknya, AHY mempertanyakan kelanjutan ”revolusi mental” yang gencar digaungkan Jokowi pada Pemilu 2014.
Akan tetapi, dibandingkan berada dalam barisan oposisi, posisi politik AHY yang kini berada dalam barisan pemerintahan tampaknya relatif lebih prospektif. Setidaknya, dengan posisi kementerian yang berhubungan langsung dengan layanan kehidupan masyarakat itu, AHY dapat membuktikan kiprahnya yang memang layak menjadi rujukan politik masyarakat.
Posisi politik semacam ini tentu saja akan berkelanjutan sejalan dengan posisi politiknya sebagai pendukung pasangan Prabowo-Gibran yang memenangi pertarungan pemilu kali ini. Apalagi, dukungan yang diberikan AHY bersama Demokrat pada pasangan Prabowo-Gibran terbilang solid. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil survei pascapencoblosan (exit poll) lalu yang menunjukkan dua pertiga dari pemilih Demokrat (66,3 persen) juga menjatuhkan pilihan pada pasangan Prabowo-Gibran.
Posisi AHY dalam perpolitikan masa depan
Sejalan dengan bergabungnya AHY dan Demokrat dalam pemerintahan, bukan hal yang mengherankan jika jalan politik yang mulai ia jejak kali ini menjadi pijakan yang berpotensi mengantarnya pada pencapaian politik lebih tinggi. Terlebih di tengah ancaman perubahan konfigurasi dukungan politik pasca-Pemilu 2024, yang dipastikan merembet pada keputusan-keputusan politik taktis parlemen dalam berbagai persoalan.
Sejumlah persoalan yang mulai mengemuka, seperti usulan penggunaan hak angket terhadap kecurangan pemilu presiden yang belakangan ini bergema ataupun pengesahan produk undang-undang strategis yang tertunda, dengan sendirinya menempatkan AHY bersama Demokrat yang dipimpinnya dalam posisi lebih signifikan.
Posisi AHY dan Demokrat yang berpotensi lebih prospektif ini didukung pula oleh posisi politik ketokohan yang disandangnya, yang sejauh ini tampak diterima luas masyarakat dengan positif. Sebagai gambaran, dengan mengacu pada hasil survei opini publik, Mei 2023 lalu, misalnya, AHY dikenal sebagian besar publik.
Tidak kurang dari 60,6 persen responden mengaku mengetahui dan mengenal sosok AHY dalam panggung politik. Pada kesempatan yang sama, nyaris tiga perempat bagian dari responden (72,7 persen) menyatakan kesukaannya pada sosok AHY, dan hanya seperempat bagian responden yang tidak menyukainya.
Begitu pula terhadap Partai Demokrat yang dipimpinnya, yang terbilang stabil dalam posisi tengah persaingan Pemilu Legislatif 2024. Mengacu pada hasil hitung cepat Litbang Kompas Pemilu 2024, setidaknya Demokrat mampu meraih dukungan 7,62 persen. Jika dibandingkan dengan capaiannya pada Pemilu Legislatif 2019 lalu, sebesar 7,77 persen, tidak tampak penurunan ataupun peningkatan dukungan pada partai ini.
Capaian yang stabil tersebut setidaknya dapat semakin menopang posisi AHY dalam perpolitikan masa depan. Persoalannya kini, dalam lorong terang yang mulai dipijakinya itu, seberapa piawai AHY memanfaatkannya? (LITBANG KOMPAS)