Jalan Terjal Partai Nonparlemen Meraih Kursi Legislatif
Menduduki kursi legislatif bagaikan perjalanan panjang nan terjal bagi sejumlah partai bersuara kecil.
Oleh
BUDIAWAN SIDIK A
·6 menit baca
Dari 18 partai politik nasional peserta Pemilihan Umum 2024 kemarin, setidaknya ada sembilan parpol yang lolos ambang batas parlemen untuk menduduki kursi DPR RI. Sembilan partai lainnya kemungkinan besar tidak lolos menuju Senayan karena hanya mengumpulkan suara minim. Menduduki kursi legislatif bagaikan perjalanan panjang nan terjal bagi sejumlah partai bersuara kecil itu.
Berdasarkan hasil Hitung Cepat Litbang Kompas hingga 20 Februari 2024, setidaknya ada sembilan parpol yang kemungkinan besar tidak lolos parliamentary threshold atau ambang batas parlemen. Parpol tersebut adalah Partai Buruh, Gelora, PKN, Hanura, Garuda, PBB, PSI, Perindo, dan Ummat. Estimasi parpol tidak lolos ambang batas minimal parlemen ini dikuatkan dengan hasil penghitungan real count sementara dari KPU. Ke-9 parpol itu mengumpulkan suara rata-rata di bawah 3 persen. Hanya PSI dan Perindo yang mengumpulkan suara di atas 1 persen, sedangkan tujuh partai sisanya di bawah 1 persen. Dengan demikian, kecil kemungkinan partai-partai tersebut dapat mengirimkan wakilnya menduduki kursi DPR.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 48/PUU-XVIII/2020, parliamentary threshold dapat didefinisikan sebagai syarat minimal perolehan suara yang harus diperoleh parpol peserta pemilu agar bisa mendapat pembagian kursi di DPR.
Syarat parpol masuk parlemen itu terkait dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Dalam UU ini disebutkan bahwa parpol peserta pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit 4 persen dari jumlah suara sah secara nasional untuk dapat diikutkan dalam penetuan perolehan kursi anggota DPR. Parpol yang tidak memenuhi aturan ambang batas parlemen ini tidak disertakan pada penghitungan perolehan kursi DPR di setiap daerah pemilihan.
Pada pemilu 2024 ini, ke-9 parpol yang hanya mendapatkan suara minim tersebut memiliki latar belakang yang beraneka rupa. Ada partai yang tergolong baru, tetapi ada pula partai yang tergolong lama. Bahkan, di antaranya sempat menduduki kursi dewan dan bagian dari partai perintis reformasi. Ada pula partai yang tergolong relatif ”kuat” dari segi pendanaan dan juga dukungan tokoh politik, tetapi tetap saja minim raihan suara untuk menuju Senayan.
Partai yang tergolong baru pada Pemilu 2024 ini adalah Partai Buruh, Partai Kebangkitan Nusantara (PKN), dan Partai Ummat yang ketiga-tiganya didirikan tahun 2021. Selain itu, ada pula Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Gelora) yang tergolong baru karena didirikan tahun 2019. Pemilu 2024 sekarang menjadi debut pertarungan pertama keempat partai pendatang baru ini.
Kontestan parpol berikutnya yang agak lama dan sudah memiliki pengalaman di pemilu sebelumnya adalah Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Persatuan Indonesia (Perindo), dan Partai Garda Perubahan Indonesia (Garuda). PSI dan Perindo didirikan tahun 2014, sedangkan Partai Garuda dibentuk tahun 2015. Ketiga parpol ini mulai ikut kontestasi pemilu pada tahun 2019.
Mundur kebelakang lagi, ada Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) yang berdiri tahun 2006 dan memulai debut perdana pemilunya tahun 2009. Partai ini tergolong cukup moncer karena pada Pemilu 2014 memperoleh dukungan suara secara nasional hingga 5,26 persen. Suara Hanura yang lebih dari ambang batas 4 persen itu mengantarkan 16 politikus Hanura bermarkas di Senayan pada kurun 2014-2019. Sayangnya, pada pemilu berikutnya tahun 2019 dan 2024 sekarang, suara dukungannya kian merosot hingga di bawah ambang batas.
Partai berikutnya yang masih mengumpulkan suara minim adalah Partai Bulan Bintang (PBB). Partai yang berdiri di awal masa Reformasi tahun 1998 itu telah mengikuti ajang pemilu sejak tahun 1999. Namun, hingga gelaran pemilu ke-6 pasca-Reformasi pada tahun ini, PBB konsisten selalu mengumpulkan suara ”gurem”. Perolehan suaranya belum pernah lebih dari 3 persen setiap ajang pemilu. Bahkan, ada kencenderungan terus mengecil hingga di bawah 1 persen.
Dari ke-9 partai tersebut, hanya Hanura yang sementara pernah mencicipi kursi DPR RI. Meskipun demikian, dinamisasi yang sangat tinggi di kancah perpolitikan nyatanya membuat Hanura kedodoran untuk mempertahankan posisnya. Bila pada pemilu 2014 pernah meraih dukungan hingga lebih dari 5 persen, kini angka dukungan pada Hanura diperkirakan tidak lebih dari 1 persen. Anjolknya suara ini tentu saja menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi semua kontestan parpol pemilu untuk terus mendapatkan ruang di hari rakyat.
Tentu saja, untuk meraih simpati publik itu, berbagai upaya dilakukan. Salah satunya bergabung dengan tokoh-tokoh politik atau parpol besar lainnya guna mendapat legitimasi dan citra yang kurang lebih sama dengan koalisinya itu. Cara ini juga dilakukan sejumlah parpol ”kecil” untuk meningkatkan elektabilitasnya. Misalnya saja, PSI, PBB, dan Partai Garuda yang bergabung pada koalisi pengusung capres Prabowo-Gibran; serta ada pula Perindo dan Hanura yang bergabung pada koalisi pendukung pasangan Ganjar-Mahfud.
Bergabung dengan koalisi tersebut diharapkan citra partai kian kuat untuk meraih dukungan masyarakat luas. Namun, mendapat simpati publik itu memang tidaklah mudah. Masih diperlukan banyak variabel pendukung lainnya agar suara partai terdongkrak tinggi.
Nyatanya, PSI yang lekat dengan simbol keluarga Presiden Joko Widodo dan sosok Prabowo sekalipun belum mampu meningkatkan elektabilitas parpolnya secara signifikan. Pun demikian Perindo yang telah jauh-jauh hari menyatakan dukungan terhadap Ganjar Pranowo saat survei terhadap sosok Gubernur Jawa Tengah itu masih tinggi keterpilihannya sebagai calon presiden. Namun, seiring dengan kian surutnya tingkat keterpilihan atau citra Ganjar di mata masyarakat, hal itu berpotens berimbas pada elektabilitas Perindo yang juga menjadi relatif kecil.
Untuk sementara, di antara parpol yang tak lolos ambang batas parlemen, hanya PSI dan Perindo yang perolehan suaranya relatif besar di atas 1 persen. Hasil Hitung Cepat Litbang Kompas memperkirakan suara PSI secara nasional akan berkisar 2,80 persen dan Perindo sekitar 1,38 persen.
Gugus pulau
Minimnya suara yang terkumpul pada ke-9 partai kecil tersebut mengindikasikan pengumpulan suara di seluru Indonesia juga relatif cekak. Berdasarkan hasil survei exit pollatau pascapencoblosan Litbang Kompas, hampir seluruh parpol tersebut minim pemilih saat dilakukan survei pascapencoblosan di TPS sampel Hitung Cepat Litbang Kompas pada 14 Februari 2024 lalu.
Hampir semua gugus pulau yang meliputi Sumatera, Jawa, Bali Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku Papua rata-rata memiliki tingkat keterpilihan masing-masing parpol kurang dari 1 persen. Meskipun demikian, ada sejumlah gugus pulau yang tingkat keterpilihan partai nonparlemen itu relatif tinggi, yakni di atas 1 persen.
Dari ke-9 parpol bersuara minim itu, hanya empat parpol yang memiliki suara rata-rata di sejumlah pulau di atas 1 persen. Parpol tersebut adalah Partai Gelora, Hanura, Perindo, dan PSI.
Kepulauan Bali Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua menjadi basis kekuatan massa Partai Gelora karena di wilayah tersebut perolehan partai yang diketuai Anis Matta itu memiliki suara di atas 1 persen. Selanjutnya, untuk Hanura basis kekuatan pendukungnya juga mirip dengan Partai Gelora, yakni berada di wilayah gugus kepulauan Kepulauan Bali Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua, serta Sulawesi.
Wilayah dukungan kedua parpol tersebut juga mirip dengan basis pemilih Perindo. Hanya saja, selain Kepulauan Bali Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua, partai yang diketuai pengusaha Hary Tanoesoedibjo itu juga mendapat dukungan di atas 1 persen dari wilayah kepulauan Sumatera.
Untuk PSI, dukungannya relatif merata di seluruh kepulauan Indonesia. Di seluruh gugus pulau mulai dari barat hingga timur, partai yang diketuai Kaesang Pangarep, putra bungsu Presiden Joko Widodo ini, rata-rata mendapat dukungan suara dari hasil survei exit poll lebih dari 1 persen. Bahkan, untuk wilayah kepulauan Jawa dan Maluku-Papua tingkat keterpilihan dalam survei relatif sangat tinggi hingga di atas 2 persen.
Konstelasi para pemilih parpol-parpol tersebut menujukkan bahwa masih ada sejumlah daerah di Indonesia yang berpotensi untuk mengembangkan perolehan suara di wilayah bersangkutan. Seperti halnya visi yang dibangun untuk masa depan, langkah perjuangan partai untuk menggalang dukungan massa itu juga membutuhkan usaha yang besar dan bisa jadi berlangsung dalam jangka panjang. Meskipun demikian, dengan langkah yang konsisten membela kepantingan rakyat dan memberikan citra baik kepada publik, tidak tertutup kemungkinan partai-partai yang saat ini masih bersuara ”gurem” ini akan berkembang menjadi partai besar yang diidolakan segenap kalangan masyarakat. (LITBANG KOMPAS)