Suara Anies dan Prabowo Ketat di Pemilih Berpendidikan Tinggi
Pasangan Prabowo-Gibran cenderung menjadi rujukan bagi pemilih berlatar belakang pendidikan tinggi.
Para pemilih yang melakukan pencoblosan dalam Pemilu Presiden 2024 berasal dari berbagai tingkatan jenjang pendidikan. Pasangan nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, cenderung menjadi rujukan bagi konstituen berlatar belakang pendidikan tinggi. Demikian juga untuk pasangan nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan pasangan nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD, tetapi dengan jumlah yang lebih sedikit.
Karakteristik pendidikan para pemilih tersebut tampak dari hasil exit poll yang dilakukan Litbang Kompas pada 14 Februari lalu. Survei pascapencoblosan ini dilaksanakan di 2.000 tempat pemungutan suara (TPS) yang menjadi sampel hitung cepat di seluruh Indonesia.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Hasil exit poll Litbang Kompas membagi pemilih ke dalam tiga kelompok berdasarkan strata pendidikan, yaitu pemilih dengan level pendidikan dasar, menengah, dan tinggi. Dari ketiga pasangan calon presiden yang berkontestasi, semuanya memiliki sebaran pemilih yang cenderung beragam dan relatif merata dari segi tingkatan edukasi formal.
Untuk pasangan Anies-Muhaimin, sebagian besar pemilihnya berlatar belakang pendidikan tinggi, yakni sebesar 34,9 persen. Selanjutnya, disusul konstituen berpendidikan menengah sebesar 20,8 persen dan terakhir pemilih berpendidikan rendah sedikit mengecil lagi sekitar 19 persen.
Pada pasangan Prabowo-Gibran, pola jenjang pendidikan para pemilihnya berbeda dengan pasangan Anies-Muhaimin. Pasangan Prabowo-Gibran ini cenderung menjadi rujukan pilihan untuk semua tingkatan pendidikan. Kelompok pemilih berpendidikan rendah atau dasar sebesar 56,1 persen, berpendidikan menengah sekitar 60 persen, dan pendidikan tinggi kisaran 42 persen. Dominasi pemilihnya berasal dari konstituen berpendidikan menengah ke bawah.
Sementara itu, pasangan Ganjar-Mahfud, memiliki pola pendidikan pemilih yang cenderung sama dengan pasangan Prabowo-Gibran, hanya saja dengan persentase lebih rendah seiring dengan minimnya suara yang ditujukan untuk pasangan ini. Rinciannya terdiri dari pemilih berpendidikan rendah sebesar 17 persen, pendidikan menengah 12,3 persen, dan pendidikan tinggi sekitar 12,5 persen.
Beragamnya tingkat pendidikan para pemilih tersebut menunjukkan bahwa pasangan Prabowo-Gibran cenderung diterima oleh semua golongan masyarakat. Pemilih berpendidikan rendah dan menengah mengumpul pada pasangan Prabowo-Gibran itu. Pun demikian dengan pemilih berpendidikan tinggi juga mempercayakan suaranya kepada pasangan ini.
Tingginya kepercayaan para pemilih kepada pasangan Prabowo-Gibran itu terlihat dari hasil Hitung Cepat Litbang Kompas yang menunjukkan bahwa pasangan ini mengungguli pasangan lainnya. Hingga 16 Februari 2024 pukul 13.08, suara yang terkumpul ke pasangan Prabowo-Gibran mencapai 58,45 persen. Selanjutnya, disusul pasangan Anies-Muhaimin sebesar 25,23 persen, dan Ganjar-Mahfud sebesar 16,32 persen.
Pendidikan tinggi
Dilihat dari karakteristik edukasi, terlihat bahwa latar belakang pendidikan para pemilih berpendidikan tinggi cenderung menyebar cukup merata pada ketiga pasangan capres-cawapres. Pada kelompok masyarakat ini, selisih suara untuk ketiga pasangan tidak begitu jauh dibandingkan pada kelompok masyarakat berpendidikan dasar dan menengah.
Pada masyarakat berpendidikan tinggi, mayoritas sebanyak 41,5 persen memang memilih pasangan Prabowo-Gibran. Selanjutnya, disusul mereka yang memilih Anies-Muhaimin sebesar 34,9 persen dan terkecil sebesar 12,5 persen memilih Ganjar-Mahfud. Selisih perbedaan suara pemilih antarketiga pasangan itu relatif cukup tipis. Terutama selisih suara pemilih (berpendidikan tinggi) antara pasangan Prabowo-Gibran dan Anies-Muhaimin sebesar 6,6 persen. Untuk pasangan Prabowo-Gibran dan Ganjar-Mahfud selisih suara pemilihnya cukup jauh mencapai 29 persen.
Untuk kelompok pemilih berpendidikan menengah dan rendah, selisih suara dukungan antarpasangannya jauh lebih timpang lagi. Pada level pendidikan menengah, selisih suara antara pemilih pasangan Prabowo-Gibran dan Anies-Muhaimin serta Prabowo-Gibran dengan Ganjar-Mahfud masing-masing mencapai 36,6 persen dan 45,1 persen. Pada tingkat pendidikan rendah (dasar) serta membandingkan pola selisih antarapasangan yang sama, besaran perbedaannya masing-masing mencapai 37,2 persen dan 39,1 persen.
Dari uraian data tersebut, pasangan Prabowo-Gibran menjadi rujukan pilihan bagi semua tingkatan level pendidikan. Kelompok masyarakat berlatar pendidikan dasar dan menengah dominan mengarahkan dukungannya kepada pasangan Prabowo-Gibran ini. Termasuk pemilih berpendidikan tinggi juga lebih dominan mendukung Prabowo-Gibran dibandingkan dengan pasangan lainnya.
Khusus untuk pemilih berpendidikan tinggi, meskipun angkanya tidak terpaut jauh antara pasangan Prabowo-Gibran dan Anies-Muhaimin, perbedaan selisih suara yang relatif tipis itu menarik untuk dikaji lebih dalam. Secara ideal, kelompok berpendidikan tinggi ini cenderung lebih kritis dan melek informasi. Dari hasil exit poll, kelompok ini lebih mempertimbangkan kejujuran, kecerdasan, program kerja, dan karakteristik capares-cawapres dibandingkan dengan kelompok masyarakat berpendidikan dasar dan menengah. Jadi, pilihan mereka tidak didasarkan pada faktor emosi ataupun perasaan suka-tidak suka terhadap pasangan tertentu.
Kakateristik kelompok ”melek” pendidikan itu lekat dengan pembaruan informasi dan isu-isu yang bekembang. Segala informasi itu kemudian diolah sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan pilihan. Selain itu, kelompok berpendidikan tinggi ini cenderung berani menunjukkan sikap dan merespons situasi politik terkini sehingga dapat memengaruhi pemilih lainnya.
Beragam aksi
Beberapa minggu sebelum pemilu dilaksanakan, setidaknya ada 30 kampus mengeluarkan petisi untuk mengkritik Presiden Joko Widodo yang dinilai membuat demokrasi mundur. Dimulai dari Petisi Bulaksumur yang dikeluarkan oleh sivitas akademika Universitas Gadjah Mada pada 31 Januari 2024, aksi itu diikuti oleh perguruan tinggi lainnya di Indonesia. Sikap dan aksi dari institusi kampus itu menunjukkan salah satu dinamika pemilih berpendidikan tinggi.
Institusi pendidikan, terutama pendidikan tinggi, menjadi pengikat identitas seorang pemilih untuk memberikan dukungannya. Berbagai deklarasi dari komunitas alumni sekolah hingga perguruan tinggi pada salah satu pasangan capres juga menjadi faktor menyebarnya pilihan dukungan kepada kelompok masyarakat berpendidikan tinggi.
Belum lagi kesamaan latar belakang antara paslon dengan kelompok ini juga turut menjadi pertimbangan pemilih dalam menentukan pilihannya ketika pemilu. Kebetulan, dalam pemilu kali ini setidaknya ada dua calon, yakni Anies dan Mahfud, yang dikenal sebagai akademisi dengan pengalaman mumpuni. Hal ini menjadi daya tarik sendiri terutama bagi kelompok akademisi yang secara umum berlatar pendidikan tinggi.
Berbagai fenomena tersebut cukup menjelaskan mengapa pilihan capres-cawapres oleh masyarakat berpendidikan tinggi lebih beragam dibandingkan dengan kelompok masyarakat berpendidikan bawah dan menengah. Pendidikan rendah hingga menengah cenderung terkumpul pada pasangan Prabowo-Gibran dan pendidikan tinggi tersebar cukup merata pada ketiga pasangan yang berkontestasi.
Meski demikian, pasangan Prabowo-Gibran yang tidak terkesan lekat dengan pendidikan tinggi, seperti halnya pasangan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud, nyatanya justru mendapat pilihan terbanyak dari kelompok masayarakat berpendidikan tinggi.
Sengitnya perebutan suara di level masyarakat pendidikan tinggi itu tampak menarik untuk disimak. Pasalnya, golongan terpelajar itu mampu menyampaikan narasi-narasi yang sifatnya ”edukatif” guna menggiring opini publik. Dengan dukungan teknologi, gerakan-gerakan ataupun narasi-narasi yang dibangun oleh kelompok mapan tersebut menjadi viral dan bergema secara cepat di ruang-ruang media informasi.
Namun, dengan proporsi penduduk yang tingkatan pendidikannya mayoritas menengah dan rendah membuat hal tersebut relatif kurang berpengaruh signifikan. Berdasarkan hasil exit poll, hanya 15 persen responden yang berada di kelompok masyarakat berpendidikan tinggi. Sisanya, kelompok masyarakat berpendidikan dasar dan menengah dengan persentase berimbang.
Dengan kondisi ini, pertarungan narasi dalam memengaruhi pilihan kelompok masyarakat berpendidikan tinggi tidak begitu banyak memberi pengaruh pada total perolehan suara. Hasil real count KPU per 17 Februari 2024 pada pukul 11.30 dengan jumlah suara masuk nasional sekitar 64 persen menunjukkan bahwa perolehan suara pilpres masih didominasi pasangan Prabowo-Gibran, sebesar 57,49 persen. Disusul, Anies-Muhaimin 24,6 persen dan Ganjar-Mahfud MD 17,9 persen. Proporsi ini relatif tidak berbeda jauh dengan hasil hitung cepat sejumlah lembaga riset dengan margin of error 1 persen.
(LITBANG KOMPAS)