logo Kompas.id
RisetDebat Cawapres, Menyinggung...
Iklan

Debat Cawapres, Menyinggung Baterai LFP dan China

LFP (”lithium ferrophosphate”) menjadi salah satu topik perdebatan antarcawapres dalam debat keempat Pilpres 2024.

Oleh
BUDIAWAN SIDIK A
· 6 menit baca
Deretan mobil listrik yang melakukan penambahan daya listrik di stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) di kantor PLN di kawasan Gambir, Jakarta Pusat, Senin (18/12/2023). Pengguna kendaraan listrik berharap penambahan SPKLU seiring dengan meningkatnya populasi kendaraan listrik. Ketersediaan SPKLU di Indonesia sangat berpengaruh dalam pertumbuhan ekosistem kendaraan listrik.
KOMPAS/PRIYOMBODO (PRI)

Deretan mobil listrik yang melakukan penambahan daya listrik di stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) di kantor PLN di kawasan Gambir, Jakarta Pusat, Senin (18/12/2023). Pengguna kendaraan listrik berharap penambahan SPKLU seiring dengan meningkatnya populasi kendaraan listrik. Ketersediaan SPKLU di Indonesia sangat berpengaruh dalam pertumbuhan ekosistem kendaraan listrik.

Dalam Debat Keempat Pemilihan Presiden 2024 terlontar tentang istilah baterai kendaraan listrik yang relatif awam bagi masyarakat secara umum. Istilah LFP (lithium ferrophosphate) keluar sebagai salah satu topik bahasan para calon wakil presiden yang beradu debat kala itu.

Dalam debat yang berlangsung di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta Pusat, Minggu (21/1/2024), itu mengetengahkan enam tema besar terdiri dari tema pembangunan berkelanjutan dan lingkungan hidup, sumber daya alam dan energi, pangan, agraria, masyarakat adat, serta desa.

Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Kunjungi Halaman Pemilu

Terkait dengan tema sumber daya alam dan energi, cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka, mengkritisi cawapres nomor urut 1, Muhaimin Iskandar, terkait baterai listrik jenis LFP. ”Paslon (pasangan calon) nomor urut 1 dan tim suksesnya sering menggaungkan LFP-LFP, lithium ferrophosphate. Saya enggak tahu ini pasangan nomor satu ini antinikel atau gimana. Mohon dijelaskan?” tanya Gibran saat itu.

Muhaimin menjawab bahwa hal tersebut terkait dengan etika lingkungan. ”Apa pun yang menjadi kebijakan kita menyangkut produksi, pengambilan tambang sumber daya alam, juga apa pun yang kita gunakan seluruh potensi bangsa ini rujukannya adalah etika lingkungan. Komitmen kita, intinya adalah keseimbangan antara meletakkan manusia dan alam. Keseimbangan ini tidak bisa ditawar-tawar. Agar pembangunan kita berkelanjutan, agar melibatkan semua pihak yang ada, tidak ada satu pun yang tertinggal. Dengan demikian, produksi yang kita munculkan pun dari tambang dari litium dari apa pun itu tidak sembrono dan tidak sewenang-wenang. Bahkan, yang lebih parah lagi tidak mempertimbangkan lingkungan dan keberlanjutan masa depan,” jawab Muhaimin.

Gibran pun lantas menyanggah jawaban Muhaimin itu dengan sejumlah pernyataan. ”Sering bicara LFP-LFP, Tesla enggak pakai nikel. Ini kan kebohongan publik, mohon maaf. Tesla itu pakai nikel, Pak. Dan, kita sekarang, kita itu, Indonesia itu adalah negara yang punya cadangan nikel terbesar sedunia. Ini kekuatan kita. Ini bargaining kita. Jangan malah membahas LFP, itu sama saja mempromosikan produknya China, Pak,” tutur Gibran dalam sanggahannya.

Dari perdebatan antarcawapres tersebut, istilah LPF menjadi menarik untuk dipejari lebih lanjut. Apalagi, LFP itu disebut-sebut dikaitkan dengan promosi produk China dan daya dukung potensi nikel di Indonesia.

Secara umum, baterai lithium ion terbagi dalam beberapa tipe, yakni NCA, NMC, dan LFP. NCA merupakan singkatan dari nickel cobalt aluminum oxide. NCA ini merupakan yang paling populer saat ini karena memiliki kapasitas voltase yang lebih besar dibandingkan dengan NMC (nickel manganese cobalt oxide) dan LFP (lithium ferrophosphate). Perbedaan kapasitas voltase ini dikarenakan komposisi material baterai yang berbeda. NCA memiliki material nikel yang dominan dibandingkan unsur lainnya, sedangkan NMC komposisi kandungan nikelnya hampir merata dengan unsur lainya. Adapun LPF (litium besi fosfat) tidak menggunakan unsur nikel.

Baca juga: Gaduh Nikel: Diributkan Elite, Dikeluhkan Warga

https://cdn-assetd.kompas.id/nnUivNlpsjjZ-LdapPkIV5F_Dzg=/1024x996/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2021%2F04%2F26%2F20210425-ADI-Pemurnian-Nikel-rev-mumed_1619370445_png.png

Menurut riset dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), perbedaan ketiga jenis baterai itu terletak pada kapasitas voltase yang dihasilkan. Voltase listrik baterai NCA sekitar 3,7 volt per sel, sedangkan LFP sekitar 3,2 volt per sel. Baterai NMC berada pada rentang NCA dan LFP. Hal ini menyebabkan baterai NCA memiliki spesifikasi yang tinggi dan lebih ringkas dalam hal ukuran. Dapat dideskripsikan jika baterai NCA hanya memerlukan 100 sel baterai maka baterai LFP membutuhkan hingga 200 sel baterai. Dengan demikian, dimensi ukuran baterai tipe LFP akan lebih besar dari NCA.

Iklan

Dari ketiga tipe baterai tersebut, tipe NCA dan NMC adalah yang paling sesuai dengan potensi yang ada di Indonesia. Hal ini dikarenakan Indonesia memiliki bahan baku utama untuk kedua jenis baterai tersebut. Bahkan, untuk komoditas bijih nikel, Indonesia merupakan produsen terbesar di seluruh dunia.

Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 2020 dalam booklet bertajuk ”Peluang Investasi Nikel Indonesia”, Indonesia disebut memiliki cadangan nikel 72 juta ton Ni (nikel). Jumlah ini merupakan 52 persen dari total cadangan nikel dunia yang mencapai 139.419.000 ton Ni. Posisi selanjutnya ditempati Australia dengan besaran 15 persen dan Rusia sekitar 5 persen dari seluruh cadangan dunia. Jadi, pilihan untuk mengembangkan kedua jenis baterai tersebut, yakni NCA dan NMC, relatif tepat karena sesuai dengan potensi sumber daya alam yang dimiliki di dalam negeri.

LFP

Hingga saat ini, sebagian besar baterai kendaraan listrik tipe NCA dan NMC digunakan oleh produsen dari Amerika Serikat dan Korea Selatan, sedangkan yang tipe LFP banyak digunakan oleh produsen dari China.

Laman powork lithium compound menyebutkan, baterai NCA dan NMC sebagian besar diterapkan pada mobil yang mengonsumsi lebih sedikit daya serta mendukung kecepatan cepat dan jarak jauh. Secara teoretis, mobil yang menggunakan baterai litium NCA dapat berjalan lebih jauh daripada mobil yang menggunakan jumlah sel baterai LFP yang sama.

Baterai tipe NCA dan NMC diuntungkan dengan kepadatan energi yang tinggi dari setiap sel baterainya dibandingkan dengan tipe LFP. Dengan demikian, tipe NCA dan NMC dapat menghemat ruang atau dimensi baterai dibandingkan dengan tipe LFP. Spesifikasi ini membuat baterai NCA dan NMC lebih tepat untuk jenis kendaraan yang relatif kecil karena efisien secara ukuran dan output tenaga yang dihasilkan. Sebaliknya, tipe LFP lebih cenderung digunakan untuk kendaraan-kendaraan bervolume besar, seperti bus listrik ataupun kendaraan listrik angkut berat.

Namun, dengan kemajuan teknologi yang semakin mutakhir, beberapa produsen kendaraan listrik asal China mampu mengembangkan baterai LFP untuk kendaraan ukuran kecil, seperti mobil, sepeda motor, dan juga sepeda listrik.

Kemajuan China tersebut patut diapresiasi karena mampu bersaing dengan produsen-produsen mobil listrik andal dunia, seperti Tesla dan Hyunday. Bahkan, beberapa waktu lalu Tesla dikabarkan memproduksi Tesla model Y dengan menggunakan baterai tipe LFP yang dipasok dari China.

Baca juga: Analisis Debat Cawapres: Kelestarian Lingkungan Jadi Isu Penting

https://cdn-assetd.kompas.id/7wHs98OqQx0DR1_HKG-816DkaJM=/1024x902/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2021%2F06%2F11%2F20210611-TCJ-Peta-Jalan-Industri-Baterai-mumed_1623410550_png.png

Kompetitifnya produsen kendaraan listrik tersebut harusnya menjadi pelecut semangat bagi Indonesia untuk mampu bersaing di ranah global, setidaknya melalui komoditas baterai kendaraan listrik. Apalagi, Indonesia sudah memiliki regulasi terkait percepatan ekosistem kendaraan listrik. Pada Agustus 2019, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) Untuk Transportasi Jalan. Dengan terbitnya kebijakan ini, pemerintah berupaya akseleratif secepat mungkin agar mampu memproduksi baterai kendaraan listrik dan juga merakit unit kendaraan berbasis baterai listrik (KBL) di Indonesia.

Namun, melalui Perpres No 55/2019 itu pula, pemerintah juga berusaha mengatur kebijakan tersebut sedemikian rupa sehingga lebih condong ke arah pengembangan manufaktur ke dalam negeri. Jadi, semuanya harus berhubungan dengan penguatan industri domestik. Dalam perpres itu disebutkan bahwa ”perusahaan industri komponen kendaraan bermotor dan/atau perusahaan industri komponen KBL berbasis baterai dalam negeri wajib mendukung dan melakukan kerja sama dengan industri KBL berbasis baterai dalam negeri”. Artinya, segala sesuatu yang berhubungan dengan industri kendaraan ataupun komponen kendaraan listrik berbasis baterai harus melibatkan industri domestik dalam proses rantai supply chain-nya.

Jadi, harapannya di masa mendatang terjadi alih teknologi yang mampu dikuasai oleh SDM di Indonesia dalam memproduksi kendaraan listrik berbasis baterai dan sekaligus komponen baterai listriknya. Tentu saja, menyangkut komoditas baterai listrik, potensi nikel yang dimiliki Indonesia memiliki daya tarik yang sangat besar bagi investor global. Setidaknya, saat ini sudah ada investor dari Korea Selatan dan China yang menanamkan modalnya untuk memproduksi baterai listrik berbasis nikel di Indonesia. Investasi besar dan menjalin kerja sama dengan sejumlah konsorsium BUMN dalam negeri itu menjadi titik krusial dalam proses alih teknologi di masa depan. (LITBANG KOMPAS)

Editor:
ANDREAS YOGA PRASETYO
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000