logo Kompas.id
RisetPISA, Visi Capres, dan...
Iklan

PISA, Visi Capres, dan Perbaikan Kualitas Pendidikan

Para calon presiden harus memiliki program tepat untuk memperbaiki kualitas pendidikan dengan mempertahankan dan mengoptimalkan praktik baik yang terbukti mampu menghadapi guncangan badai pandemi Covid-19.

Oleh
MB DEWI PANCAWATI
· 6 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/uSbJ0eCkUayb_ldiK4mYoHeCrsc=/1024x576/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F06%2F02%2F634ce54f-7d89-4734-ac8e-d176f56dc9e8_jpg.jpg

Menurunnya skor PISA 2022, meskipun peringkatnya naik, menjadi tugas besar calon pemimpin bangsa Indonesia ke depan dalam mewujudkan sumber daya manusia unggul pada tahun 2045.

Indonesia yang maju, unggul, serta adil makmur adalah cita-cita yang ingin diwujudkan dan menjadi tujuan pembangunan pada saat Indonesia mencapai usia emas pada 2045. Tak terkecuali visi ketiga pasang kandidat calon presiden dan calon wakil presiden yang akan berlaga pada Pemilu 2024 mendatang.

Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Kunjungi Halaman Pemilu

Meningkatkan kualitas pendidikan menjadi salah satu misi yang ingin dicapai para kandidat. Pasangan nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, mempunyai delapan misi perubahan yang ingin diwujudkan untuk mencapai visinya, yaitu ”Indonesia Adil Makmur untuk Semua”. Mewujudkan manusia Indonesia yang sehat, cerdas, produktif, berakhlak, dan berbudaya adalah misi perubahan kelima yang ingin diraih.

Untuk mewujudkan misi tersebut, terkait pendidikan, ada beberapa agenda yang akan dijalankan dan menjadi fokus kerja kandidat ini, di antaranya sejumlah program terkait akses pendidikan berkeadilan, kualitas dan kesejahteraan guru beserta tenaga kependidikan, institusi pendidikan berbasis agama, dan keterjangkauan biaya pendidikan yang masing-masing dijabarkan menjadi beberapa program.

Sementara kandidat nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, mempunyai delapan misi yang disebut Asta Cita dan salah satu misinya adalah memperkuat pembangunan sumber daya manusia (SDM), sains, teknologi, pendidikan, kesehatan, prestasi olahraga, kesetaraan jender, serta penguatan peran perempuan, pemuda, dan penyandang disabilitas.

https://cdn-assetd.kompas.id/64pqhf47aK5Jhe9W82Bn5IzFN8Q=/1024x790/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F12%2F08%2F44ae52c0-ef68-41f3-903e-23616596cac2_png.png

Paslon capres dan cawapres ini memiliki delapan program hasil terbaik cepat untuk mewujudkan misi tersebut. Terkait pendidikan, program yang paling sering digaungkan adalah memberi makan siang dan susu gratis di sekolah dan pesantren kepada siswa prasekolah, SD, SMP, hingga SMA. Kemudian juga ada program membangun sekolah-sekolah unggul terintegrasi di setiap kabupaten, dan memperbaiki sekolah-sekolah yang perlu renovasi, selain itu menaikkan gaji aparatur sipil negara (ASN), antara lain guru dan dosen.

Sementara kandidat nomor urut 3, pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD, mempunyai misi yang disebut delapan gerak cepat untuk mencapai visinya ”Menuju Indonesia unggul, gerak cepat mewujudkan negara maritim yang adil dan lestari”.

Dua gerak cepat yang akan dilakukan adalah mempercepat pembangunan manusia Indonesia unggul yang berkualitas, produktif, dan berkepribadian serta mempercepat penguasaan sains dan teknologi melalui percepatan riset dan inovasi (R & I) berdikari.

Untuk mencapai program-program yang ditawarkan, antara lain, wajib belajar 12 tahun gratis (pintar tanpa biaya); 1 keluarga miskin 1 sarjana, yaitu memastikan setiap keluarga miskin menyekolahkan minimal 1 anaknya hingga sarjana untuk memutus rantai kemiskinan. Selanjutnya guru dan dosen harus sejahtera, berkualitas, dan kompeten sejajar negara maju, serta program integrasi pendidikan dan pelatihan vokasi–dunia usaha.

Baca juga: Visi-Misi Pendidikan Capres Dinilai Belum Sentuh Substansi

Dilema capaian PISA

Meletakkan fondasi yang kuat di bidang pendidikan dengan meningkatkan kualitasnya diyakini dapat menjadi landasan atau solusi untuk mewujudkan SDM yang unggul. Masalahnya, terkait produktivitas atau kualitas SDM di Indonesia yang diukur dengan Indeks Modal Manusia (Human Capital Index/HCI), capaiannya masih menjadi ”pekerjaan rumah” pemerintah.

Hasil HCI yang menghitung kontribusi kesehatan dan pendidikan bagi produktivitas individu dan negara tahun 2020 sebesar 0,54, artinya produktivitas dari setiap anak yang lahir hanya mencapai 54 persen dari kapasitas idealnya. Sementara target HCI Indonesia menjadi 73 persen dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2045.

Target tersebut menjadi berat untuk dicapai mengingat terjadi kemerosotan skor Indonesia dalam Programme for International Student Assessment (PISA) 2022 yang baru dirilis pada 5 Desember lalu. Bagi Indonesia, capaian PISA 2022 bisa dikatakan merupakan suatu dilema.

Dari sisi peringkat, dari 81 negara posisi Indonesia meningkat lima sampai enam tingkat dibandingkan dengan hasil PISA tahun 2018. Peningkatan peringkat ini suatu prestasi yang membanggakan karena selama dua dekade penilaian atas mutu pendidikan Indonesia masih masuk kelompok 10 terendah. Bahkan peningkatan ini merupakan capaian paling tinggi secara peringkat (persentil) sepanjang sejarah Indonesia mengikuti PISA.

https://cdn-assetd.kompas.id/j2gVX7fInsnRd7G8tn1Pgira9kI=/1024x942/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F12%2F08%2F5d23f76b-5026-4d7a-b22e-5e23c682688b_png.png

Namun, di sisi lain, capaian skor PISA Indonesia dalam bidang matematika, membaca, dan sains mengalami penurunan jika dibandingkan dengan PISA 2018. Penurunan skor PISA terjadi secara global, termasuk rata-rata negara OECD (Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi). Tak dapat dimungkiri, badai pandemi Covid-19 sangat luar biasa menghantam sektor pendidikan hingga berdampak menurunkan kualitas pendidikan di seluruh dunia.

Hasil PISA 2022 Indonesia menunjukkan, rata-rata anak usia 15 tahun mendapat skor 366 poin untuk matematika, 359 poin dalam membaca, dan 383 poin dalam bidang sains.

Iklan

Jika dibandingkan dengan capaian skor PISA sejak pertama kali Indonesia mengikuti penilaian ini tahun 2000, skor membaca PISA 2022 tercatat paling rendah, terendah sebelumnya di angka 371. Sementara skor matematika mendekati skor yang pernah dicapai 20 tahun lalu, yaitu sebesar 360 poin (2003). Sementara skor yang dicapai bidang sains cenderung stabil.

Baca juga: Peta Jalan Pendidikan Diletakkan sebagai Visi Negara

Praktik baik pemulihan pembelajaran

Meskipun dampak pandemi Covid-19 tak dapat dihindari hingga mengakibatkan learning loss (kehilangan hasil pembelajaran) yang dalam dan menurunkan kualitas pendidikan secara global, meningkatnya peringkat PISA Indonesia pada ketiga bidang yang cenderung lebih baik daripada rata-rata global menunjukkan ketangguhan sistem pendidikan Indonesia dalam mengatasi learning loss tersebut.

Untuk literasi membaca, peringkat Indonesia di PISA 2022 naik 5 posisi dari 2018. Skor literasi membaca internasional rata-rata menurun 18 poin, sementara Indonesia turun 12 poin sehingga dapat dikatakan lebih baik daripada rata-rata global.

Di bidang matematika, peringkat Indonesia naik 5 posisi dibandingkan pada PISA 2018. Skor literasi matematika internasional rata-rata menurun 21 poin, sementara Indonesia turun 13 poin sehingga dapat dikatakan lebih baik ketimbang rerata dunia.

Adapun di bidang sains, peringkat Indonesia di PISA 2022 naik 6 posisi dibandingkan pada PISA 2018. Skor literasi sains internasional rata-rata menurun 13 poin, selisih sedikit dengan Indonesia yang turun 12 poin.

https://cdn-assetd.kompas.id/Xuk-WOO1aB8vjtaZxMOPaT_CN0w=/1024x1865/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F12%2F08%2F7bed4cf8-44e7-4e51-9d60-12c98cae6cc0_png.png

Peningkatan posisi Indonesia pada PISA 2022 mengindikasikan resiliensi yang baik dalam menghadapi pandemi Covid-19. Berbagai program penanganan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbubristek) selama delapan bulan penerapan metode pembelajaran dari rumah mulai dari Maret-November 2020, dilanjutkan dengan pembelajaran tatap muka terbatas selama 17 bulan, yakni November-April 2022, dan didukung ketangguhan guru-guru telah berhasil menekan terjadinya learning loss.

Program bantuan kuota internet untuk akses daring yang diberikan kepada lebih dari 25 juta murid dan 1,7 juta guru, kemudian pelatihan guru melalui platform Merdeka Mengajar yang disediakan Kemendikbudristek, dan terobosan pemberlakuan kurikulum darurat sangat berperan penting dalam mengatasi kehilangan hasil pembelajaran selama pandemi.

Survei Kemendikbudristek pada 18.370 siswa kelas I-III SD di 612 sekolah di 20 kabupaten/kota dari delapan provinsi menunjukkan perbedaan hasil yang signifikan antara penerapan Kurikulum 2013 dan Kurikulum Darurat. Penyederhanaan materi kurikulum efektif memitigasi learning loss. Sekolah yang menggunakan Kurikulum Darurat mengalami 1 bulan learning loss dibandingkan dengan 5 bulan learning loss di sekolah lain.

Studi yang dilakukan Kemendikbudristek bersama Program Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (Inovasi) untuk menilai learning loss dengan menguji anak sebelum dan selama pandemi juga menunjukkan adanya pemulihan pembelajaran.

https://cdn-assetd.kompas.id/ow2lhxfsElWJVSrlOBqwGqnz1XU=/1024x850/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F12%2F08%2Ffeb58155-ac50-4cf1-9340-de0a5ab97cee_png.png

Pengukuran dilakukan sebelum pandemi (Januari 2020), 12 bulan setelah pandemi (Mei 2021), dan satu tahun setelahnya (Agustus 2022). Sampel dalam studi ini meliputi 4.103 peserta didik dan 360 guru di 69 sekolah mitra Inovasi di tujuh kabupaten di empat provinsi, yaitu Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Utara, dan Jawa Timur.

Hasil studi menemukan, satu tahun setelah pandemi Covid-19, siswa mengalami indikasi kehilangan hasil belajar setara dengan 0,47 standar deviasi (atau 6 bulan pembelajaran) untuk literasi dan 0,44 sd (atau 5 bulan pembelajaran) untuk numerasi. Artinya setahun setelah pandemi berlangsung, kemajuan belajar siswa dari kelas I ke kelas II lebih lambat 5-6 bulan jika dibandingkan dengan situasi sebelum pandemi.

Namun, dua tahun setelah pandemi, hasil belajar di tahun ajaran 2021/2022 menunjukkan adanya indikasi pemulihan pembelajaran jika dibandingkan dengan hasil belajar tahun sebelumnya, yaitu setara dengan 0,16 sd untuk literasi dan 0,12 sd untuk numerasi (atau setara dengan 2 bulan pembelajaran).

Artinya, saat ini perkembangan siswa hanya lebih lambat 3-04 bulan jika dibandingkan dengan kondisi sebelum pandemi. Temuan ini mengindikasikan adanya pemulihan pembelajaran meskipun hasil belajar belum bisa pulih seperti sebelum pandemi.

Temuan studi tersebut menunjukkan bahwa pemerintah telah sigap merespons dan menangani krisis pembelajaran akibat pandemi dengan baik. Penggunaan kurikulum yang fleksibel terbukti berkontribusi dalam pemulihan pembelajaran.

Meskipun demikian, tantangan untuk memperbaiki skor PISA menjadi lebih tinggi sebagai cerminan kualitas pendidikan dan menunjukkan bahwa suatu negara memiliki sistem pendidikan yang kompetitif secara global masih menjadi tugas berat bagi calon pemimpin bangsa Indonesia ke depan.

Apalagi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2024 menargetkan skor membaca 392 poin, 388 poin untuk skor matematika, dan 402 poin untuk skor sains.

Praktik baik yang telah berkontribusi dalam pemulihan pembelajaran perlu terus dijaga dan dioptimalkan menuju perbaikan kualitas pendidikan untuk mencapai visi mewujudkan SDM yang unggul. (LITBANG KOMPAS)

Baca juga: Visi Pendidikan Indonesia 2035 Masih Diperdebatkan

Editor:
YOHAN WAHYU
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000