Kendati raihan suara pemilu mengalami penurunan, eksistensi partai politik lokal Aceh tetap menjadi peneguh demokrasi.
Oleh
YOHAN WAHYU/Litbang KOMPAS
·4 menit baca
Selain partai politik nasional, partai politik lokal di Aceh sudah meramaikan empat penyelenggaraan pemilihan umum di wilayah ini. Pasang surut jumlah partai politik lokal yang menjadi peserta pemilu juga menghiasi dinamika demokrasi dan panggung politik di daerah yang dikenal sebagai ”Serambi Mekkah” ini.
Sejarah politik merekam kehadiran partai politik (parpol) lokal di Aceh tidak bisa dilepaskan dari hasil perundingan antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dalam nota kesepahaman perdamaian (MoU) Helsinki pada 15 Agustus 2005. Salah satu poin dari hasil kesepakatan perdamaian di antara kedua belah pihak itu adalah difasilitasinya pembentukan parpol lokal Aceh yang memenuhi persyaratan nasional.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Sesuai perjanjian bahwa parpol lokal di Aceh harus terbentuk kurang dari setahun sejak kesepakatan ditandatangani, Pemerintah Indonesia kemudian mengesahkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Pasal 75 Ayat 1 dalam UU itu menyebutkan, penduduk Aceh dapat membentuk parpol lokal.
Sejak lahirnya UU ini, antusiasme warga Aceh membentuk parpol begitu tinggi, termasuk para mantan pejuang GAM. Hal ini terlihat dari jumlah parpol yang muncul.
Dari penelusuran arsip pemberitaan di Kompas, ada sekitar 20 parpol lokal yang lahir. Namun, tidak semua menjadi badan hukum. Hanya sekitar 12 parpol lokal berbadan hukum yang terdaftar di Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Aceh.
Dari 12 parpol tersebut tidak semua berhasil lolos sebagai peserta Pemilu 2009, pemilu pertama setelah perjanjian Helsinki. Hanya enam parpol yang resmi tercatat sebagai peserta pemilu di Aceh waktu itu, yakni Partai Aceh Aman Sejahtera (PAAS), Partai Daulat Atjeh (PDA), Partai Suara Independen Rakyat Aceh (SIRA), Partai Rakyat Aceh (PRA), Partai Aceh, dan Partai Bersatu Aceh (PBA).
Hasil Pemilu 2009 ini cukup mengejutkan, Partai Aceh yang dikenal sebagai wadah politik mantan kombatan GAM mendominasi perolehan suara. Partai Aceh meraih 46,9 persen dari total suara sah sehingga berhasil menguasai 33 kursi. Ini setara dengan 47,8 persen dari 69 total kursi Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA). Penguasaan Partai Aceh ini mengalahkan 43 parpol lain yang menjadi peserta Pemilu 2009, termasuk partai nasional. Selain Partai Aceh, parpol lokal yang meraih kursi adalah PDA dengan satu kursi DPRA.
Naik turun
Setelah Pemilu 2009, jumlah parpol lokal yang menjadi peserta pemilu cenderung naik-turun. Pada Pemilu 2014, jumlahnya turun 50 persen dari sebelumnya. Hanya ada tiga parpol lokal yang resmi berkontestasi di pemilu, dua di antaranya ialah parpol yang sudah mengikuti Pemilu 2009, yakni PDA dan Partai Aceh. Satu partai lokal pendatang baru adalah Partai Nasional Aceh (PNA).
Pada Pemilu 2014, ketiga parpol tersebut sukses meraih kursi DPRA. Partai Aceh kembali membuktikan dirinya sebagai parpol lokal yang cukup berpengaruh di Aceh. Meskipun jumlah suaranya menurun dibandingkan dengan Pemilu 2009, persentasenya masih sekitar 32,5 persen, jauh melampaui perolehan suara dari partai politik lainnya. Partai Aceh juga berhasil mendominasi kursi DPRA, yakni 29 kursi atau 35,8 persen dari total 81 kursi yang ada. Sementara PDA meraih satu kursi dan PNA tiga kursi.
Hal yang sama terjadi di Pemilu 2019, di mana jumlah parpol lokal yang menjadi peserta pemilu bertambah satu. Keempat parpol lokal peserta pemilu sukses meraih kursi di DPRA.
Dua parpol sudah pernah mengikuti pemilu sebelumnya, yakni Partai Aceh dan SIRA. Sebelumnya, SIRA menjadi peserta Pemilu 2009. Adapun dua parpol lain adalah Partai Daerah Aceh dan Partai Nanggroe Aceh.
Pada Pemilu 2019, Partai Aceh meraih 20,9 persen suara sah. Persentase ini menurun meski tetap lebih tinggi dibandingkan dengan partai lainnya. Hal ini makin menegaskan posisi politik Partai Aceh masih diperhitungkan dalam konteks politik lokal di Aceh. Dengan perolehan suara ini, Partai Aceh menguasai 18 kursi atau setara dengan 22,2 persen dari total 81 kursi DPRA. Sementara itu, 6 kursi lain diraih Partai Nanggroe Aceh, 3 kursi direbut Partai Daerah Aceh, dan 1 kursi oleh SIRA.
”Rebound”
Dalam Pemilu 2024 ini jumlah parpol lokal yang menjadi peserta pemilu mengalami rebound atau kembali seperti Pemilu 2009. Ada enam parpol yang menjadi peserta pemilu tahun depan.
Partai Aceh sebagai parpol petahana pemenang pemilu di Aceh kembali menjadi salah satu peserta pemilu selain SIRA, Partai Nanggroe Aceh, Partai Generasi Atjeh Beusaboh Tha’at dan Taqwa, Partai Darul Aceh, Partai Adil Sejarah Aceh, serta Partai Soliditas Independen Rakyat Aceh. Keenam parpol lokal ini akan memperebutkan 3.742.037 suara pemilih yang masuk dalam daftar pemilih tetap di Aceh.
Pemilu 2024 akan menjadi tantangan bagi parpol lokal, terutama Partai Aceh. Jika mengacu pada tren tiga pemilu, perolehan suara dan kursi partai lokal di DPRA cenderung menurun. Jika pada Pemilu 2009 total kursi parpol lokal mencapai 34 (49,3 persen), di Pemilu 2014 jumlahnya menurun menjadi 30 kursi (37 persen). Dalam Pemilu 2019 penguasaan total kursi parpol lokal di DPRA makin berkurang menjadi 28 kursi (34,6 persen).
Penurunan ini bisa memberikan satu sinyal bahwa dominasi parpol lokal semakin diimbangi oleh parpol nasional. Meskipun demikian, diakui atau tidak, eksistensi parpol lokal tetap menjadi peneguhan sekaligus penopang bagi bangunan demokrasi di Aceh. Parpol lokal juga tetap didambakan menjadi alat perjuangan politik guna mengantarkan kepentingan masyarakat Aceh menuju kesejahteraan.