Menyelisik Dampak Ekonomi Pemilu
Dampak positif kegiatan pemilu bagi perekonomian hanya bersifat sementara sehingga perlu diikuti dengan solusi kebijakan yang tepat dari para tokoh terpilih untuk meningkatkan ekonomi secara berkesinambungan.
Pemilu merupakan pesta demokrasi besar yang berdampak secara politik ataupun ekonomi terhadap bangsa Indonesia. Dari pemilu-pemilu sebelumnya, agenda demokrasi lima tahunan itu membawa beragam pengaruh bagi perekonomian nasional.
Tahun depan, Indonesia akan melaksanakan pemilihan umum (pemilu) secara serentak. Pemilihan presiden dan wakil presiden serta pemilihan anggota legislatif dilakukan pada 14 Februari 2024. Sementara itu, pemilihan kepala daerah dilaksanakan pada akhir 2024.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pesta demokrasi tersebut tak hanya berdampak pada sosial politik, tetapi juga memengaruhi ekonomi. Pada bidang politik, pemilu bisa menjadi sarana bagi warga negara untuk berpartisipasi dalam proses demokrasi serta ikut menentukan figur dan arah kepemimpinan negara atau daerah dalam periode tertentu.
Di sisi ekonomi, penyelenggaraan pemilu memengaruhi dinamika perekonomian nasional. Aktivitas perpolitikan bakal meningkatkan konsumsi masyarakat, mulai dari persiapan hingga pelaksanaan pemilu, termasuk di dalamnya pengeluaran pemerintah untuk penyelenggaraan pemilu hingga belanja kampanye.
Anggaran besar pemilu yang dialokasikan untuk kebutuhan pengadaan logistik, barang, dan jasa akan menggairahkan sektor produksi dan distribusi. Belanja dan konsumsi dari penyelenggaraan pemilu dari tingkat pusat sampai dengan badan ad hoc yang menerima honor pemilu akan turut merangsang daya beli masyarakat.
Badan ad hoc merupakan badan untuk membantu kerja Komisi Pemilihan Umum terkait pemilu, baik di tingkat kecamatan, kelurahan, maupun tempat pemungutan suara.
Baca juga: Peredaran Uang Triliunan Rupiah pada Masa Pemilu
Belum lagi belanja sosialisasi dan kampanye dari para peserta pemilu akan berdampak positif terhadap perputaran ekonomi di masyarakat. Penyelenggaraan pemilu akan meningkatkan permintaan terhadap produk makanan-minuman, industri tekstil dan produk tekstil (TPT), akomodasi, dan industri transportasi.
Pemilu juga menstimulus usaha padat karya masyarakat kecil dan menengah. Misalnya saja, melalui usaha percetakan, konfeksi, periklanan, dan usaha lain yang mendukung kampanye dan sosialisasi pemilu. Selain itu, biasanya pada masa-masa pemilu itu banyak agenda pasar murah untuk mendongkrak popularitas tokoh ataupun institusi partai yang tengah berlaga. Dengan demikian, aktivitas di seputar pemilu mendorong peningkatan belanja dan konsumsi masyarakat secara luas.
Berbagai kegiatan terkait dengan pemilu itu akhirnya turut menyumbang tambahan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB). Jadi, secara tidak langsung turut menstimulasi peningkatan pendapatan nasional dan juga menjaga stabilitas ekonomi Indonesia.
Anggaran pemilu
Setiap pemilu membutuhkan biaya tak sedikit. Untuk Pemilu 2024, pemerintah mengalokasikan anggaran hingga Rp 71,3 triliun. Bahkan, anggaran itu sudah diberikan sekitar 20 bulan sebelum pemilu pada 14 Februari 2024.
Anggaran tersebut diberikan secara bertahap. Tahun 2022, pemerintah mengalokasikan Rp 3,1 triliun dan ditambah lagi menjadi Rp 30 triliun pada 2023. Pada tahun 2024, saat pemilu, alokasinya dinaikkan menjadi Rp 38,2 triliun.
Alokasi anggaran Pemilu 2024 itu meningkat sekitar 57,3 persen dibandingkan dengan anggaran penyelenggaraan Pemilu 2019 yang mencapai Rp 25,59 triliun. Semakin besar lagi peningkatannya jika dibandingkan dengan Pemilu 2014 yang menghabiskan anggaran sebesar Rp 24,1 triliun.
Baca juga: Pemilu Kian Dekat, Kebijakan Fiskal Diproyeksikan Lebih Ekspansif
Lonjakan alokasi anggaran yang besar pada Pemilu 2024 tersebut salah satunya karena agenda pilpres dan pemilihan kepala daerah (pilkada) berlangsung serentak pada tahun yang sama sehingga membutuhkan biaya yang sangat besar. Hal itu berbeda dengan Pemilu 2019 dan 2014 yang berlangsung tidak serempak pada tahun yang sama untuk kedua agenda politik tersebut.
Meningkatnya anggaran dari pemilu ke pemilu itu juga disebabkan bertambahnya jumlah partai politik dan pemilih. Adanya perubahan regulasi dan pemekaran daerah turut mendukung menggelembungnya anggaran pemilu di Indonesia.
Hal lain yang turut mendorong peningkatan biaya pemilu adalah kenaikan honorarium penyelenggara pemilu, mulai dari tingkat TPS, desa, hingga kecamatan, yang dianggap memiliki peran dan kerja yang cukup besar. Selama ini, honorarium yang diterima terhitung relatif kecil dengan kisaran Rp 500.000 hingga Rp 700.000.
Dampak ekonomi
Besarnya alokasi anggaran untuk penyelenggaraan pemilu itu tentunya berdampak langsung ataupun tak langsung terhadap perekonomian nasional.
Dampak langsung berupa meningkatnya konsumsi pemerintah, sedangkan dampak tak langsung terjadi melalui tambahan pendapatan masyarakat dan lembaga nonprofit rumah tangga (LNPRT) sebagai akibat dari kegiatan kampanye dan pelaksanaan pemilu.
Mengutip BPS, LNPRT adalah entitas legal dan sosial yang tidak dikendalikan pemerintah serta berperan menyediakan barang atau jasa secara gratis atau sangat terjangkau untuk rumah tangga. Salah satu contohnya adalah belanja calon legislator untuk kepentingan politik dan popularitas.
Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal Abdurohman, seperti dikutip dari laman Media Keuangan Kemenkeu (29/9/2023), memperkirakan konsumsi belanja pemerintah dari pemilu terhadap PDB diperkirakan naik 0,75 persen pada 2023 dan 1 persen pada 2024.
Baca juga: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2023 di Tengah Kondisi Global dan Pemilu
Kegiatan pemilu juga bisa mendorong peningkatan konsumsi masyarakat, khususnya LNPRT. Sektor yang akan membawa efek pengganda besar adalah sektor makanan minuman, logistik, transportasi, pakaian, dan jasa pendukung pemilu.
Dari sisi dampak pengeluaran caleg, diperkirakan akan terjadi peningkatan konsumsi LNPRT sebesar 4,72 persen pada 2023 dan 6,57 persen pada 2024. Sementara itu, dampak tak langsung terhadap konsumsi masyarakat sebesar 0,14 persen pada tahun 2023 dan 0,21 persen pada tahun 2024.
Perhitungan tersebut menimbang asumsi pengeluaran rata-rata caleg DPR sebesar Rp 1 miliar per orang dan caleg DPRD di kisaran Rp 200 juta. Tercatat jumlah calon anggota DPR mencapai 9.917 orang untuk memperebutkan 500 kursi DPR. Selanjutnya, untuk DPRD provinsi tingkat I sebanyak 12.372 kursi dan DPRD kabupaten/kota sebanyak 17.510 kursi.
Besarnya biaya politik, dana kampanye, dan peningkatan aktivitas ekonomi yang berkaitan dengan kampanye politik itu pada akhirnya turut memberikan sumbangsih pada perekonomian nasional.
Tren ekonomi pemilu
Dinamika perekonomian tersebut tak hanya terjadi menjelang Pemilu 2024. Pada pemilu-pemilu sebelumnya, ada hal yang menarik terkait tren ekonomi dan pasar Indonesia selama siklus pemilu.
Salah satunya kajian dari DBS Macro and Strategy Team yang pernah menganalisis tren ekonomi dan pasar Indonesia sehubungan dengan siklus pemilihan umum pada empat pemilu terakhir, yaitu tahun 2004, 2009, 2014, dan 2019.
Hasilnya, berdasarkan kecenderungan PDB riil, pertumbuhan ekonomi cenderung melambat hingga dua triwulan sebelum pemilu, kemudian stabil, sebelum akhirnya menguat. Observasi ini didukung oleh sikap kehati-hatian pelaku ekonomi menjelang siklus pemilu mengingat kemungkinan ada perubahan dalam agenda ekonomi dan sejumlah peraturan.
Baca juga: Dampak Pemilu 2024: Konsumsi Lembaga Naik, Investasi Pemerintah Turun
Konsumsi rumah tangga tercatat berkontribusi lebih dari setengah dari total pertumbuhan ekonomi. Dalam empat pemilu terakhir, konsumsi cenderung meningkat hingga satu triwulan sebelum pemilu, kemudian stabil dengan sedikit penurunan.
Pemantauan terhadap pengeluaran pemerintah, terutama kegiatan pemerintah pusat, memperlihatkan kecenderungan melambat pada triwulan sebelum pemilu, yang akhirnya meningkat. Hal ini berlaku baik untuk pengeluaran fiskal nominal maupun riil.
Untuk arus investasi langsung asing (FDI), komitmen FDI baru cenderung menurun menjelang pemilu dan dalam satu triwulan setelahnya. Hal ini mencerminkan kehati-hatian terhadap hasil pemilu dan dampaknya terhadap peraturan, reformasi, dan iklim bisnis yang terbuka. Nilai tukar dollar AS terhadap rupiah cenderung melemah menjelang pemilu, kemudian bertahan dan berbalik menguat setelah pemilu.
Kajian lain terkait pengaruh pemilu terhadap dunia ekonomi dalam negeri disampaikan oleh Unit Riset dan Pengabdian Masyarakat (RPM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) 2014.
Dalam laporan kuartal volume 1 tahun 2014, RPM FEB UI memaparkan pengaruh kontestasi pilpres saat itu terhadap uang beredar hanya bernilai signifikan pada estimasi data kuartal. Pemilu terbukti meningkatkan uang beredar selama kuartal menjelang dan saat pemilu, tetapi bernilai negatif pada periode pascapemilu.
Sementara itu, untuk investasi, pemilu berdampak pada investasi pada kuartal pemilu berlangsung, tetapi turun pada periode sebelum pemilu dan kembali meningkat pascapemilu. Terkait IHSG, pemilu berpengaruh negatif terhadap IHSG pada bulan sebelum dan saat pemilu berlangsung, kemudian indeks kembali meningkat satu bulan pascapemilu.
Dari sisi konsumsi, pemilu berpengaruh pada peningkatan konsumsi pada periode kuartal berjalan, tetapi cenderung turun sebelum dan pascapemilu.
Dari kajian tersebut, hajatan politik pemilu ternyata mengakselerasi perputaran ekonomi. Hanya saja, ekses positif ini hanya berlangsung singkat sehingga perlu ditindaklanjuti dengan solusi kebijakan yang tepat dari para tokoh terpilih agar akselerasi ekonomi dapat terus stabil tinggi dan meningkat secara berkesinambungan. (LITBANG KOMPAS)