Momentum PKS Menuju Papan Atas
PKS berupaya naik kelas ke partai papan atas pada Pemilu 2024 dengan memperkuat basis sosial sampai ke akar rumput.
Dalam sejarah pemilihan umum era reformasi, Partai Keadilan Sejahtera telah lima kali mengikuti kontestasi papan tengah. Pemilu 2024 nanti menjadi momentum bagi PKS untuk naik kelas menjadi partai papan atas.
PKS berdiri setelah Orde Baru tumbang. Embrionya ialah Partai Keadilan (PK), dibentuk 1998. Ketika mengikuti Pemilu 1999, PK hanya menjadi partai papan bawah. Partai ini tak lolos ke parlemen karena hanya meraih 1,4 juta suara (1,36 persen).
Selanjutnya, PK lebur menjadi Partai Keadilan Sejahtera pada 20 April 2002. Partai yang berasaskan Islam ini setelah Pemilu 2004 naik kelas menjadi partai papan tengah dengan perolehan suara berkisar 6-8 persen dan lolos di parlemen. Pada Pemilu 2004, PKS meraih 8,3 juta suara atau 7,34 persen dari total suara sah nasional. PKS mendapat 45 kursi (8,18 persen) di DPR.
Pada Pemilu 2009, perolehan suara PKS turun menjadi 8,2 juta. Namun, secara persentase meningkat jadi 7,89 persen. Jumlah kursi di DPR juga bertambah menjadi 57 kursi (10,18 persen). Posisi PKS, baik dari sisi perolehan suara maupun kursi di DPR, ada di urutan keempat setelah Partai Demokrat, Partai Golkar, dan PDI-P.
Perolehan suara PKS meningkat menjadi 8,4 juta pada Pemilu 2014. Meski jumlah suaranya meningkat, secara persentase angkanya turun menjadi 6,77 persen. Jumlah kursi di DPR juga berkurang menjadi 40 kursi (7,14 persen). Partai Gerindra, PKB, dan PAN menggeser PKS ke posisi ketujuh.
Pada Pemilu 2019, PKS memperbaiki perolehannya secara signifikan menjadi 11,5 juta suara atau 8,21 persen, dengan kursi di DPR 49 kursi (8,54 persen). Jumlah ini belum mengembalikan kekuatan PKS di parlemen seperti tahun 2009 yang mencapai 57 kursi.
PKS masih menjadi partai papan tengah di urutan keenam dari sisi suara. Di barisan tengah ini, PKS menggeser Partai Demokrat dan PAN. Namun, partai tersebut diungguli PKB dan Partai Nasdem. Akan tetapi, dari sisi raihan kursi di DPR, PKS ada di urutan ketujuh. Demokrat meraih kursi lebih banyak dari PKS.
Dinamika PKS dalam perjalanan kontestasi politik ini tidak lepas dari relasi benci, tapi rindu sebagian masyarakat. Ketua Majelis Syura PKS Salim Segaf Al-Jufri dalam sambutan buku Merawat Indonesia: Refleksi Nasionalisme, Demokrasi, dan Kemanusiaan (ditulis oleh Presiden PKS Ahmad Syaikhu, 2021) mengatakan, banyak warga Indonesia yang belum mengetahui sikap dasar yang menjadi pedoman dan semangat setiap anggota dan simpatisan PKS.
Sikap dasar itu berkaitan dengan visi partai yang ingin menjadi pelopor dalam mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945. PKS ingin mewujudkan masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang adil, sejahtera, dan bermartabat dalam keutuhan NKRI yang berdasarkan Pancasila.
Dengan ketidaktahuan itu, ditambah latar belakang dan kepentingan masyarakat yang beragam, berkembang mispersepsi dan stigma terhadap PKS. Hal inilah yang menjadi tantangan besar PKS untuk memperoleh kepercayaan masyarakat.
Partai oposisi
Dalam tantangan situasi politik dan sosial yang dinamis tersebut, PKS memosisikan diri sebagai oposisi terhadap pemerintah, sebagaimana diamanatkan Majelis Syura. Menjadi oposisi merupakan ijtihad politik PKS membela rakyat, sekaligus jadi jalan meraih kepercayaan yang diharapkan berdampak pada elektabilitas.
PKS menjadi oposisi selama dua periode pemerintahan Presiden Joko Widodo. Hal ini berbeda dengan masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, di mana PKS bergabung di pemerintahan dan mendapat posisi menteri.
Baca juga: PKS Berkomitmen Lanjutkan Amanah Reformasi
Sebagai oposisi, PKS ingin menjaga demokrasi tetap sehat dengan melakukan checks and balances, mengontrol dan menjadi kekuatan penyeimbang agar kekuasaan tidak menjadi semena-mena. Demokrasi yang sehat, menurut PKS, merupakan hal penting menuju kesejahteraan. Untuk itu, PKS mengingatkan pemerintahan yang dipilih rakyat harus bekerja untuk rakyat dan dijalankan dengan semangat melayani rakyat.
Jejak rekam sikap oposisi PKS terlihat dalam banyak pembahasan kebijakan yang diambil pemerintah. Seperti menyangkut kenaikan harga bahan bakar minyak dan kebijakan impor pangan. Juga penolakan terhadap Undang-Undang Cipta Kerja, UU Ibu Kota Negara, dan UU Kesehatan.
Hasil Musyawarah Nasional V PKS, 26-29 November 2020, menetapkan target capaian pemilihan legislatif nasional tahun 2024 minimal 15 persen. Target ini menjadi ujian untuk naik kelas menjadi partai papan atas. Presiden PKS Ahmad Syaikhu dalam bukunya menyebutkan target ini bukanlah sesuatu yang ringan, bukan juga mustahil dicapai. Amanat munas tersebut harus menjadi acuan dan pedoman bagi seluruh pengurus, baik di pusat, wilayah, maupun daerah dalam merumuskan program kerja.
Syaikhu mengatakan, salah satu kunci sukses mencapai target tersebut adalah dengan memperkuat basis sosial sampai ke akar rumput. Para kader di daerah menjadi tumpuan dan harapan agar PKS dikenal serta dipilih secara luas hingga di tingkat kelurahan dan desa.
Basis sosial yang dibangun PKS selama ini paling kuat berada di Jawa Barat. Kondisi ini ajek berlangsung selama tiga pemilu terakhir. Dari total perolehan suara PKS di Pemilu Legislatif 2019, sebanyak 27-28 persen berasal dari Jabar.
Akan tetapi, tidak semua kabupaten/kota di Jabar dikuasai PKS. Secara umum, Jabar pada pemilu terakhir dimenangi Partai Gerindra. PKS hanya unggul di sejumlah wilayah perkotaan, yaitu Kota Depok, Kota Bekasi, Kota Bogor, Kota Bandung, dan Kota Cimahi.
Selain Jabar, wilayah yang jadi kantong suara cukup besar bagi PKS ialah Jawa Tengah dan DKI Jakarta. Kedua provinsi ini menyumbang ke total suara PKS nasional masing-masing sekitar 9,5 persen. DKI Jakarta pernah menjadi basis utama PKS pada Pemilu 2004 dengan porsi suara mencapai 22,3 persen dari total suara yang diraih PKS. Namun, capaian itu berubah di pemilu-pemilu berikutnya, di mana Jakarta menyumbang kurang dari 10 persen dari raihan nasional PKS.
Secara umum, 61,8 persen suara PKS berasal dari Pulau Jawa. PKS berebut suara di ceruk yang sama dengan partai besar lain. Di luar Jawa, daerah yang juga menjadi basis utama PKS adalah Sumatera Utara, Kalimantan Tengah, Riau, dan Sumatera Barat.
Selain kerja-kerja mesin partai dalam mewujudkan target minimal 15 persen, PKS berupaya memperbaiki citra dengan menjalankan konsep Islam yang rahmatan lil alamin dan inklusif. Perubahan ditampilkan dengan lebih terbuka untuk semua kalangan.