Menguji Faktor Ridwan Kamil bagi Elektoral Partai Golkar di Jabar
Pamor Ridwan Kamil di Jawa Barat disinyalir bisa memberikan efek elektoral bagi Partai Golkar. Pemilu 2024 akan menjadi ujian dari pengaruh sosok mantan gubernur Jawa Barat tersebut bagi keterpilihan Partai Golkar.
Oleh
GIANIE
·3 menit baca
Sesudah menyeruput minumannya, Amelia (49), entrepreneur yang tinggal di Bandung, bercerita. Ia mengetahui keputusan Gubernur Jawa BaratRidwan Kamil bergabung dengan Partai Golkar awal tahun 2023 ini. Namun, hal itu tidak membuat dirinya nanti akan memilih Partai Golkar saat Pemilu 2024.
”Saya menyukai Ridwan Kamil karena hasil kerjanya, bukan karena partainya. Dan saya lebih suka Ridwan Kamil tanpa partai,” ujar Amelia. Dia pun berpendapat bahwa mau Ridwan Kamil masuk Golkar atau partai lainnya, hal itu tidak akan berpengaruh terhadap elektabilitas partai tersebut. Alasannya, pilihan partai orang mudah berubah.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Pendapat berbeda diutarakan Yoel Christian (19), mahasiswa fakultas ekonomi jurusan manajemen salah satu perguruan tinggi swasta di Bandung.
Yoel meyakini suara Golkar bakal naik pada pemilu nanti walaupun dia sendiri tidak akan memilih partai tersebut. Alasannya, Ridwan Kamil punya pengikut yang banyak di media sosial. ”Tetapi, kalau Ridwan Kamil diusung menjadi calon wakil presiden (bukan capres), saya akan memilihnya,” ujar Yoel.
Pemilu 2024 akan menjadi ujian bagi Partai Golkar untuk mengetahui apakah bergabungnya Ridwal Kamil pada awal tahun ini sebagai kader partai akan menaikkan elektabilitas partai berlambang pohon beringin ini.
Keputusan Ridwan Kamil menjadi kader Partai Golkar pada Januari lalu tidak serta-merta disambut gembira warganya. Pasalnya, masyarakat Jabar selama ini mengenal dan menyukai Ridwan Kamil sebagai sosok birokrat yang non-partisan dengan rekam jejak kinerja yang mengesankan.
Saat maju dalam Pemilihan Wali Kota Bandung tahun 2013, meski diusung partai politik (Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Gerindra), ia tidak langsung bergabung dengan partai pengusungnya. Begitu pula ketika memutuskan maju dalam Pemilihan Gubernur Jawa Barat tahun 2018. Saat itu Ridwan Kamil diusung oleh Partai Persatuan Pembangunan, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Nasdem, dan Partai Hanura.
Di atas kertas, dengan modal kerja yang baik, ditambah popularitas yang cukup tinggi serta jumlah pengikut yang banyak di media sosial, sebenarnya tidak sulit bagi Ridwan Kamil untuk menjawab ujian tersebut. Tentunya ia mampu meningkatkan elektabilitas partai yang didukungnya. Setidaknya demikian pandangan di internal Partai Golkar.
Dosen Ilmu Politik dari Universitas Padjadjaran, Firman Manan, menyebutkan, setidaknya ada tiga faktor yang memengaruhi pilihan politik seseorang, terutama dalam memilih calon pemimpin.
Ketiga faktor tersebut adalah popularitas, figur, dan media sosial. Ketiganya ada pada Ridwan Kamil. Dalam hal menentukan pilihan partai, figur tokoh publik tertentu yang disukai juga akan berperan.
Bagi Ridwan Kamil, bergabungnya dia menjadi kader Partai Golkar merupakan jalan untuk memasifkan gagasan-gagasan ke seantero Tanah Air. Dalam usia yang tergolong muda, pintu untuk pengabdian bisa terbuka dengan dukungan partai.
Sementara bagi Golkar, bergabungnya Ridwan Kamil sebagai kader menjadi strategi untuk mendongkrak elektabilitas. Fenomena ini merupakan hal yang biasa di mana partai-partai memang kerap merekrut pesohor atau tokoh publik untuk meningkatkan elektabilitas.
Hal itu terlihat dari Ridwan Kamil yang langsung didapuk sebagai Wakil Ketua Umum Bidang Penggalangan Pemilih DPP Partai Golkar. Ia bertugas untuk menggalang suara pemilih, khususnya generasi muda. Hal itu sesuai dengan modal sosial yang ia miliki.
Secara spesifik, Ridwan Kamil tentu saja diharapkan dapat menaikkan perolehan suara Partai Golkar di Jabar. Hal ini bukan tanpa alasan. Dalam lima kali pemilu yang sudah terselenggara, perolehan suara Partai Golkar di Jabar cenderung menurun.
Partai Golkar pernah menjadi pemenang di Jabar pada Pemilu 2004 dengan perolehan sebanyak 5.775.780 suara atau 27,90 persen. Sebanyak 18 kabupaten/kota berhasil dikuasai. Saat itu Jabar dipimpin Gubernur Danny Setiawan yang merupakan kader Golkar. Namun, pada pemilu-pemilu selanjutnya, suara Partai Golkar tergerus.
Pada Pemilu 2009, saat Jabar dimenangi Partai Demokrat, penguasaan Golkar hanya 14,35 persen suara. Golkar hanya mampu unggul di 3 kabupaten/kota.
Pada Pemilu 2014, suara Golkar sempat naik ke 16,71 persen dan menang di 8 kabupaten/kota. Sayangnya, pada Pemilu 2019 suara Golkar kembali turun menjadi 13,26 persen dan hanya menang di 6 kabupaten/kota.
Tidak mudah bagi partai mana pun untuk memenangkan Jabar pada Pemilu 2024 mendatang. Jabar menjadi wilayah pertarungan yang paling dinamis di Pulau Jawa jika melihat rekam jejak partai-partai yang menguasai Jabar. Pemenang pemilu di Jabar silih berganti. Belum ada partai yang bisa menang pemilu dua kali berturut-turut.
Karakter masyarakat Jabar yang heterogen, dinamis, dan adaptif yang banyak dipengaruhi oleh media sosial menyebabkan pilihan partai saat pemilu bisa berubah-ubah. Hal ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi partai mana pun untuk menggeser Partai Gerindra yang menjadi pemenang di Jabar pada Pemilu 2019 lalu.
Terbuka kesempatan bagi Ridwan Kamil untuk mengulang kejayaan Partai Golkar di Jabar tahun 2004 silam. Di era media sosial meraja, ditambah lagi dengan posisinya yang masih menjabat sebagai gubernur (berakhir pada 5 September 2023), peluang Ridwan Kamil terbuka lebar.
Meski masih ada sebagian warganya yang tetap menginginkannya netral atau nonpartisan, Ridwan Kamil menjadi faktor yang akan menentukan elektabilitas Partai Golkar. (LITBANG KOMPAS)