Setiap tahun bencana kebakaran hutan dan lahan selalu terjadi di Indonesia. Namun, ada tahun-tahun tertentu di mana bencana tersebut terjadi sangat mengkhawatirkan. Seperti apa pola bencana karhutla ini?
Oleh
A. YOGA PRASETYO
·5 menit baca
Musim kemarau panjang kali ini membuat bencana kebakaran hutan dan lahan atau karhutla kian mengkhawatirkan. Sedikitnya ada tujuh provinsi yang sudah menetapkan status siaga bencana karhutla. Tujuh provinsi yang masih berstatus siaga bencana karhutla berdasar data Badan Nasional Penanggulangan Bencana pada 13 Oktober 2023 tersebut ialah Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Nusa Tenggara Timur.
Penetapan status siaga bencana ini tidak terlepas dari potensi meluasnya karhutla sebagai dampak kemarau panjang yang membuat intensitas curah hujan menurun dan menimbulkan titik api atau hotspot. Melihat jumlah sebarannya, Sumsel menjadi provinsi dengan kabupaten/kota yang paling banyak menetapkan status siaga bencana karhulta, yaitu 11 daerah, disusul Kalteng 5 kabupaten/kota.
Dari beberapa provinsi dan kabupaten kota yang bersiaga bencana karhutla ini, ada sejumlah wilayah yang telah meningkatkan statusnya ke tanggap darurat. Kalsel, misalnya, sudah meningkatkan status keadaan darurat karhutla sejak Mei 2023.
Sementara di level kabupaten/kota terdapat Kabupaten Ogan Komering Ilir (Sumsel), Kabupaten Mesuji (Lampung), Kabupaten Serang (Banten), Kabupaten Wonosobo (Jateng), Kota Batu (Malang), Kabupaten Lombok Utara (NTB), Kabupaten Kotawaringin Timur (Kalteng), Kabupaten Katingan (Kalteng), Kabupaten Pulang Pisau (Kalteng), Kabupaten Kapuas (Kalteng), Kabupaten Banjar (Kalsel), Kabupaten Barru (Sulsel), Kabupaten Sinjai (Sulsel), dan Kabupaten Enrekang (Sulsel). Daerah-daerah tersebut saat ini berada dalam kondisi tanggap darurat bencana karhutla.
Penetapan status siaga dan tanggap darurat ini tidak terlepas dari kian mengkhawatirkannya bencana karhutla. Merujuk data Sipongi, sistem pengawasankarhutla Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), indikasi luas karhutla di Indonesia tahun ini mengalami kenaikan dari tahun 2022.
Sepanjang Januari-Agustus 2023, karhutla sudah membuat 267.935,59 hektar lahan dan hutan terbakar. Jumlah itu sudah melampaui tahun 2022 yang mencapai 204.894,00 hektar.
Tahun ini lahan dan hutan terbakar paling banyak terjadi di Kalbar, NTT, NTB, Kalsel, Papua Selatan, Jatim, dan Kalteng. Di Kalbar, indikasi luas kebakaran hutan dan lahan mencapai 54.402,81 hektar. Namun, sebagian besar (97 persen) kebakaran terjadi di area non-hutan, yaitu kawasan pertanian lahan kering, perkebunan, dan belukar.
Kalbar tidak hanya menjadi wilayah dengan luasan kebakaran terbesar. Provinsi ini juga tercatat mengalami peningkatan tertinggi area terdampak karhutla dibandingkan dengan tahun 2022. Tahun lalu, luas karhutla di Kalbar mencapai 21.836 hektar. Kondisi ini menggambarkan peningkatan lebih dari dua kali lipat bencana karhutla di Kalbar.
Wilayah lain yang juga mengalami kenaikan karhutla dari aspek luasan lahan terbakar ialah Kalimantan, terutama Kalsel, Kalteng, dan Kaltim. Secara total, sejak Januari hingga Agustus 2023 ini terdapat 100.945,57 hektar lahan dan hutan yang terbakar di lima provinsi di Kalimantan. Jumlah ini meningkat empat kali lipat dibandingkan dengan bencana serupa yang terjadi sepanjang tahun 2022.
Selain Pulau Kalimantan, kebakaran hutan dan lahan di Pulau Jawa dan Sulawesi juga menunjukkan tren kenaikan tahun ini dibandingkan dengan tahun 2022. Di Jawa, kejadian karhutla meningkat di Jatim, Jateng, dan Jabar.
Fenomena peningkatan karhutla di Pulau Jawa, antara lain, dipicu terbakarnya hutan dan lahan di sejumlah gunung, seperti Gunung Arjuno dan Gunung Bromo di Jatim serta Gunung Lawu, Gunung Sumbing, dan Gunung Andong di Jateng. Sementara di Sulawesi, peningkatan area karhutla terjadi di Sultra, Sulsel, dan Gorontalo.
.
Karhutla sebelumnya
Fenomena lain ditunjukkan wilayah Sumatera. Secara umum, luas lahan dan hutan yang terbakar di Sumatera tahun ini mengalami penurunan dibandingkan dengan 2022. Sepanjang Januari-Agustus 2023, terdapat 13.544 hektar lahan terbakar di Pulau Sumatera. Jumlah itu menurun ketimbang tahun 2022 yang mencapai 32.591 hektar.
Meski demikian, di sejumlah wilayah, seperti Sumsel, Babel, dan Kepri, justru mengalami kenaikan. Di Sumsel, karhutla sudah membakar 4.082,82 hektar lahan dalam delapan bulan terakhir. Jumlah itu naik dibandingkan dengan tahun 2022 yang mencapai 3.723 hektar.
Melihat status siaga darurat yang diterapkan, Sumsel merupakan wilayah terbanyak yang bersiaga menangani karhutla. Daerah-daerah tersebut ialah Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Muara Enim, Ogan Komering Ilir, OKU Selatan, Banyuasin, Penukal Abab Lematang Ilir, Musi Rawas, Lahat, Ogan Ilir, OKU Timur, dan Musi Rawas Utara.
Fenomena siaga darurat karhutla tahun 2023 ini mengingatkan pada kejadian serupa tahun 2019. Dalam catatan KLHK, indikasi luas kebakaran hutan dan lahan pada 2019 mencapai 1,64 juta hektar. Sebaran wilayah yang mengalami peningkatan dibanding tahun 2018 ialah Kalimantan dan Jawa.
Melihat lokasi sebarannya, wilayah yang mengalami bencana kebakaran ini cenderung sama dengan yang terjadi pada 2023 ini. Secara berurutan wilayah yang paling banyak mengalami karhutla ialah Sumsel, Kalteng, Kalbar, Kalsel, NTT, Papua, dan Riau.
Bencana besar sebelumnya juga terjadi pada 2015. Masih merujuk data dari Sipongi KLHK, saat itu 2.611.411,44 hektar hutan dan lahan mengalami kebakaran. Dua provinsi yang paling banyak mengalami luas karhutla ialah Sumsel dan Kalteng.
Di Sumsel, indikasi luas kebakaran hutan dan lahan saat itu 646.298,80 hektar, sedangkan di Kalteng mencapai 583.833,44 hektar. Setelah Sumsel dan Kalteng, provinsi lain yang banyak mengalami karhutla ialah Papua, Kalsel, Riau, Jambi, NTT, Kalbar, dan Lampung.
Pemerintah telah melakukan sejumlah perbaikan dalam menangani bencana karhutla yang terus terjadi tiap tahun. Secara khusus, sejak 2015, koordinasi lintas instansi menangani bencana karhutla ditegaskan melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 11 Tahun 2015 tentang Peningkatan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan.
Terbitnya regulasi ini membuat penanganan bencana karhutla di Indonesia menjadi lebih terkoordinasi dan terus menunjukkan tren positif. Jumlah area terbakar akibat karhutla terus berkurang dari tahun ke tahun.
Meski demikian, sejumlah wilayah masih menyimpan potensi besar mengalami bencana karhutla. Berdasarkan Data Bencana Indonesia tahun 2022, wilayah dengan potensi bencana kebakaran hutan dan lahan, antara lain, ialah Riau, Jambi, Sumsel, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Kalbar, Kalteng, Kalsel, Kaltim, Kaltara, dan Sulsel.
Mitigasi siklus
Di sisi lain, munculnya fenomena El Nino menjadi ancaman bagi penanganan bencana karhutla. El Nino yang ditandai dengan meningkatnya suhu perairan di Pasifik timur dan tengah menyebabkan kenaikan suhu dan kelembaban atmosfer di atasnya. El Nino juga dapat menyebabkan kekeringan parah di sebagian wilayah, termasuk Indonesia, dan berdampak pada kebakaran lahan.
Prediksi datangnya El Nino ini sudah diberikan BMKG sejak awal tahun 2023. Potensi risiko bencana yang dapat terjadi ialah kekeringan serta kebakaran hutan dan lahan. Bencana akibat kemarau panjang ini memiliki kecenderungan sama dengan yang terjadi pada 2015 dan 2019, yaitu sebagai dampak fenomena El Nino.
Jika faktor penyebab munculnya bencana besar karhutla sudah diketahui (fenomena El Nino) dan sebaran wilayah potensial terdampak sudah terpetakan (Sumatera dan Kalimantan), langkah penanganan bencana karhutla ini seharusnya lebih dapat diantisipasi.
Penanganan ini dapat ditempuh dengan lebih banyak memberikan daya dukung sarana peralatan yang memadai, alokasi sumber daya manusia, dan dukungan anggaran penanganan bencana karhutla di provinsi-provinsi yang memiliki potensi besar bencana kebakaran lahan.
Langkah penanganan ini dapat pula dikombinasikan dengan menggunakan strategi pencegahan melalui mitigasi bencana. Fase-fase bencana karhutla yang banyak beririsan dengan datangnya fenomena El Nino dapat dicermati untuk mencegah meluasnya dampak besar kebakaran hutan dan lahan yang kini potensial terjadi dalam siklus empat tahunan ini. (LITBANG KOMPAS)