Perkara Kabut Asap Karhutla di Lintas Batas Negara
Urusan kabut asap, bisa menjadi perkara antarnegara. Seberapa besar dampak kabut asap Indonesia di lintas batas negara tetangga?
Kabut asap akibat meluasnya bencana kebakaran hutan dan lahan atau karhutla di sejumlah wilayah di Indonesia tidak hanya menjadi masalah lokal. Berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya, kabut asap itu menjadi sorotan negara-negara tetangga karena ikut terdampak. Situasi karhutla yang mengkhawatirkan saat ini berpotensi mengulang kejadian serupa apabila tidak segera diatasi.
Dalam dua bulan terakhir, bencana karhutla semakin merebak di sejumlah daerah di Indonesia. Bersamaan dengan kebakaran di sejumlah daerah pegunungan di Jawa, wilayah lain seperti Sumatera dan Kalimantan juga didera karhutla. Kejadian karhutla memang sudah kerap terjadi di Indonesia, khususnya di dua pulau itu.
Sebagai gambaran, data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan selama 2014-2023, tercatat ada 3.341 kejadian karhutla. Di mana angka kejadian karhutla tertinggi terjadi pada 2019 dengan 757 kejadian, disusul tahun 2020 sebanyak 619 kejadian.
Tahun ini kondisinya cukup mengkhawatirkan. Sebab, dalam waktu kurang dari sepuluh bulan sudah terjadi 578 kejadian karhutla. Jumlah itu bisa bertambah lagi dalam beberapa bulan ke depan sebelum akhir 2023.
Bencana tersebut meningkat dibandingkan dua tahun terakhir di mana pada 2021 hanya terjadi 269 kejadian dan pada 2022 ada 160 kejadian. Dengan angka kejadian karhutla yang tercatat pada 2023, tahun ini menjadi tahun dengan jumlah kejadian karhutla tertinggi ketiga dalam sembilan tahun terakhir.
Situasi karhutla semakin parah memasuki puncak kemarau pada Agustus dan September 2023 ini. Hal ini terindikasi dari peningkatan tajam titik hotspot dari bulan Agustus ke September yang terekam pada data BNPB.
Hotspot atau titik panas adalah titik lokasi pada area yang suhu permukaannya lebih tinggi dibanding area di sekitarnya. Hotspot digunakan sebagai indikator untuk memprediksi potensi karhutla di suatu area, namun belum tentu menimbulkan titik api.
Lima dari enam provinsi yang mengalami karhutla dan ditangani BNPB mengalami peningkatan jumlah titik panas. Kelima provinsi itu adalah Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan, Jambi, dan Riau. Dua yang mengalami peningkatan tertinggi adalah Kalimantan Tengah dari 15,5 ribu titik menjadi 51,3 ribu titik dan Sumatera Selatan dari 3,3 ribu titik menjadi 35,9 ribu titik.
Jika dilihat lebih detail, intensitas kemunculan titik api itu meningkat pesat pada pada minggu kelima bulan September 2023. Hal itu dialami kelima provinsi tadi beserta satu daerah lainnya yaitu Kalimantan Barat. Lagi-lagi, dua daerah dengan peningkatan intensitas kemunculan titik hotspot itu adalah Kalimantan Tengah dan Sumatera Selatan.
Pada minggu keempat September 2023, jumlah titik api yang terekam di wilayah Kalteng ada 9.100 titik. Pada minggu berikutnya jumlahnya meningkat menjadi 26.000 titik. Sementara di Sumsel, ada kenaikan jumlah hotspot dari 4.500 titik menjadi 17.100 titik.
Kondisi tersebut menggambarkan semakin parahnya karhutla di keenam daerah tersebut, terutama di Kalteng dan Sumsel. Kabut asap sebagai dampak karhutla sudah berminggu-minggu menyelimuti daerah-daerah itu. Warga tidak lagi mengenakan masker untuk mencegah Covid-19 tetapi untuk mengurangi paparan kabut asap yang tidak terelakkan itu.
Aktivitas masyarakat pun terganggu. Misalnya di sejumlah daerah di Kalteng, kabut asap membuat jarak pandang terbatas yakni hanya sekitar lima sampai sepuluh meter saja. Di Jambi, anak-anak terpaksa harus sekolah dari rumah demi menghindari paparan asap itu.
Baca juga: Udara Kota Banjarmasin Sangat Tidak Sehat Akibat Kabut Asap
Menurut data BMKG, pada 4 Oktober 2023 terdapat 61 kota/kabupaten di Kalteng, Kalsel, Sumsel, Jambi, dan Riau yang diperkirakan terdampak kabut asap karhutla. Beberapa di antaranya seperti Barito Kuala di Provinsi Kalsel serta Barito Selatan, Kapuas, Kota Palangkaraya, dan Pulang Pisau di Provinsi Kalteng kondisinya sudah mengkhawatirkan.
Sebab daerah-daerah terekam memiliki kualitas udara tidak sehat berdasarkan sebaran konsentrasi PM 2,5 per jam. Bahkan Kabupaten Kapuas dan Pulang Pisau tergolong dalam kualitas udara berbahaya pada waktu-waktu tertentu.
Situasi darurat tersebut nyatanya tidak hanya dikhawatirkan oleh masyarakat dan pemerintah di daerah karhutla saja. Pemerintah negara tetangga yakni Malaysia dan Singapura ikut angkat suara terkait situasi karhutla di Indonesia.
Pada 29 September 2023, Direktur Jenderal Lingkungan Malaysia Wan Abdul Latiff Wan Jaffar menuding karhutla yang terjadi di Indonesia memperburuk kualitas udara di pantai barat Malaysia dan Sarawak, Malaysia Timur. Sementara Pemerintah Singapura sudah bersiap untuk melakukan aksi respons terhadap karhutla di Indonesia apabila kualitas udara di sana juga ikut menurun.
Rencana aksi lebih konkret sudah dipersiapkan oleh Malaysia. Melansir Reuters (3/10/2023), Malaysia akan mencoba menurunkan hujan dengan menyemai bibit-bibit awan untuk mengurangi dampak kabut asap. Selain itu, pemerintah Malaysia juga bersiap menutup kegiatan sekolah demi keamanan dan kesehatan anak-anak.
Merespons hal itu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Siti Nurbaya menegaskan bahwa tidak ada asap lintas batas hingga Malaysia. Hal tersebut disampaikannya berdasarkan bukti peta citra sebaran asap dari BMKG dan ASEAN Specialised Meteorological Centre (ASMC) yang menunjukkan sebaran asap hanya mencakup kawasan Sumatera dan Kalimantan saja.
Terlepas dari silang tudingan antarnegara itu, reaksi Malaysia dan juga Singapura terhadap bencana kabut asap di Indonesia bukan tanpa sebab. Berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya, kedua negara itu hampir selalu terimbas sebaran kabut asap dari bencana karhutla di Indonesia, terutama saat karhutla terparah pada 1997, 2015, dan 2019.
Pada 2019, BMKG mendeteksi asap akibat karhutla di Sumatera dan Kalimantan melintas hingga Malaysia. Selain itu titik panas juga terpantau di Semenanjung Malaysia dan Serawak-Sabah. Sebelumnya, pada 2015 kondisi serupa terjadi. Pada bulan yang sama, kabut asap akibat karhutla melintas ke Singapura. Hal itu menyebabkan Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) di negara tetangga berada lebih dari standar sehat yaitu 100.
Pada 1997, situasinya lebih parah. Asap akibat karhutla yang terjadi di Sumatera dan Kalimantan telah menyeberang hingga Singapura dan Malaysia. Bahkan pemerintah Malaysia mengumumkan keadaan darurat untuk Negara Bagian Sarawak. Hal itu dilakukan setelah ISPU menunjukkan angka di atas 500.
Baca juga: Darurat Karhutla Kawasan Pegunungan di Pulau Jawa
Parahnya situasi itu terlihat dari respons penduduk Sarawak yang harus menghidupkan lampu pada siang hari karena cahaya matahari terhalang asap. Institusi pemerintah dan swasta juga segera mengambil langkah darurat pencegahan.
Sekolah diliburkan, kantor pemerintah dan swasta banyak yang tutup. RS Kuala Lumpur bahkan melaporkan telah merawat lebih dari 6.000 orang yang terganggu pernapasannya. Hampir separuh pasien yang dirawat merupakan anak-anak (Kompas, 20/9/1997).
Perjanjian lintas batas
Kejadian berulang-ulang tersebut kemudian menggerakkan negara-negara ASEAN untuk membuat kesepakatan tentang penanganan kabut asap lintas batas. Kesepakatan itu tertulis dalam ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution yang ditandatangani 10 perwakilan negara ASEAN pada 2002.
Dalam perjanjian tersebut tertulis bahwa setiap negara harus melakukan kegiatan monitoring dan penilaian, preventif, persiapan, aksi respons darurat nasional dan kerja sama lintas negara, prosedur perpindahan orang/material/peralatan antarnegara, kerjasama teknis, serta penelitian ilmiah.
Kegiatan monitoring, misalnya, dilakukan dengan mengukur semua daerah rawan kebakaran, area karhutla, kondisi lingkungan area terdampak, dan munculnya kabut asap dari area karhutla.
Dalam konteks perjanjian tersebut, data-data maupun respons yang disampaikan oleh negara tetangga menanggapi kejadian karhutla di Indonesia merupakan bagian dari dari kesepakatan lintas batas agar kabut asap lintas batas segera tertangani. Boleh jadi akan muncul perbedaan pendapat karena penggunaan sumber data dan analisis data yang berbeda.
Namun, di luar polemik tersebut, yang terpenting dilakukan saat ini adalah meredakan api yang kian menyebar luas di area karhutla. Bukan tidak mungkin, kemarau panjang akibat fenomena El Nino tahun ini kian memperparah karhutla dan menimbulkan bencana kebakaran parah seperti tahun-tahun sebelumnya. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga Kompaspedia: Jejak Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia