Buka Ruang Ekspresi, Tingkatkan Kesejahteraan Seniman Tradisi
Memperbanyak ruang ekspresi menjadi dukungan bagi seniman tradisi yang eksistensinya semakin terpinggirkan. Langkah ini diharapkan didukung dengan anggaran agar meningkatkan kesejahteraan seniman tradisi.
Oleh
MB DEWI PANCAWATI
·4 menit baca
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Remaja yang dilibatkan dalam berkesenian untuk meramaikan penyelenggaraan Festival Jambu Pranan, di Desa Pranan, Kecamatan Polokarto, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, Selasa (29/8/2023).
Di tengah ancaman kepunahan, kesenian tradisi mendapat dukungan untuk terus dilestarikan. Dukungan itu dikemukakan mayoritas responden (97,3 persen) dalam jajak pendapat Kompas yang diselenggarakan 18-20 September 2023. Tidak hanya itu, bahkan 46,6 persen responden memberi penekanan dengan menyatakan kesenian tradisi sangat penting untuk dijaga kelestariannya.
Sebagai salah satu unsur dari kebudayaan, kesenian tradisi merupakan warisan budaya tak benda yang dianggap memiliki nilai unggul. Indonesia memiliki kesenian tradisi yang sangat kaya dan hidup, seperti ragam seni bahasa, tari, gerak, musik, dan teater. Bahkan, kesenian tradisi menjadi aset dan dapat menjadi dasar yang kuat untuk membantu melaksanakan rencana pembangunan nasional.
Namun, arus modernisasi dan globalisasi perlahan menggerus eksistensi kesenian tradisi yang tersebar di Tanah Air. Banyak kesenian tradisi yang ditinggalkan masyarakat penyangganya dan generasi penerusnya. Pandemi Covid-19 membuat panggung-panggung seni makin tenggelam dan nasib pelaku seni tradisi semakin terpinggirkan dan tak sejahtera.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menggambarkan terpuruknya panggung seni, dampak dari pandemi. Terjadi penurunan yang signifikan hingga 23,06 persen penduduk yang menonton pertunjukan seni secara langsung, dari 34,38 persen sebelum pandemi (2018) menjadi 11,32 persen ketika terjadi pandemi (2021).
Pandemi juga menyebabkan semakin banyak orang tidak menonton pertunjukan seni. Data menunjukkan ada peningkatan 12,75 persen orang yang tidak tertarik lagi menonton aktivitas tersebut.
Penurunan minat penonton menyaksikan pertunjukan/pameran seni terjadi pada semua jenis seni. Namun, seni musik tercatat paling signifikan penurunannya, yaitu hingga 16,55 persen, diikuti seni tari tradisional yang turun 12,61 persen. Kondisi ini semakin menguatkan urgensi penyelamatan dan pelestarian kesenian tradisi.
Dalam kondisi sudah di ujung tanduk, para pegiat kesenian tradisi membutuhkan dukungan dari semua elemen masyarakat, khususnya pemerintah pusat dan daerah. Hasil jajak pendapat Litbang Kompas, menurut sepertiga responden, dukungan utama yang harus diberikan pemerintah kepada seniman tradisi adalah membuat program khusus untuk pelestarian kesenian tradisi.
Berikutnya, 28 persen responden menyebut pentingnya dilakukan pendataan yang jelas terhadap keberadaan seniman tradisi di daerah. Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya kepunahan dan memberikan solusi yang tepat. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mencatat, pada 2016 terdapat 143 kesenian tradisi di Indonesia yang hampir punah.
Tidak kalah penting adalah dukungan pemerintah dengan memberikan ruang tampil lebih banyak. Hal ini disuarakan 18,7 persen responden. Para pegiat seni tradisi membutuhkan ruang untuk tampil karena mereka haus untuk terus berkarya.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Seniman Agus Merapi turut tampil setelah mengikuti ritual Tapak Jaran Sembrani di Desa Muneng Warangan, Pakis, Magelang, Jawa Tengah, Minggu (27/11/2022). Ritual tersebut digelar setiap November untuk mengajak masyarakat melestarikan lingkungan sungai melalui wujud tradisi. Sungai di kaki Gunung Merbabu tersebut terus dilestarikan agar dapat terus memenuhi kebutuhan air warga serta menjadi sumber pengairan bagi lahan pertanian.
Tak dapat dimungkiri, lewat panggung-panggung tersebut denyut nadi kesenian tradisi kembali hidup. Artinya, sebagian besar publik berpendapat memfasilitasi seniman tradisi untuk dapat terus berkarya adalah dukungan yang sangat dibutuhkan karena jika banyak ruang ekspresi yang terbuka perlahan kesejahteraan para pegiatnya akan ikut terangkat.
Sementara 10,6 persen responden menyebut para seniman tradisi membutuhkan dukungan finansial. Data BPS menunjukkan, di saat pandemi Covid-19, terjadi penurunan orang yang terlibat dalam pertunjukan seni. Namun, mereka yang menjadikannya sebagai sumber penghasilan justru meningkat 5 persen, dari 15 persen tahun 2018 menjadi 20 persen pada 2021.
Sementara itu, yang menjadikannya sebagai sumber penghasilan utama, persentase tertinggi berada di kelompok umur produktif 45-59 tahun sebesar 14,10 persen. Artinya, profesi seniman tradisi masih menjadi tulang punggung perekonomian keluarga.
Oleh karena itu, dukungan anggaran untuk menghidupkan kembali panggung-panggung kesenian yang kian redup perlu mendapat prioritas. Sayangnya, hal itu belum banyak terealisasi. Dari alokasi dana Program Pemajuan Kebudayaan Kemendikbudristek tahun 2022 terlihat, anggaran untuk Even Nilai Budaya yang Dikembangkan dan Dimanfaatkan masih jauh dibandingkan dengan dana untuk Karya Perfilman dan Musik Indonesia.
Even Nilai Budaya yang Dikembangkan dan Dimanfaatkan adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk melestarikan, mengembangkan, serta memanfaatkan kebudayaan yang ada di setiap daerah sehingga dapat menyejahterakan masyarakat.
Program pemajuan kebudayaan yang menyentuh seni tradisi, seperti tari, seni sastra, dan teater, ini mendapat alokasi dana Rp 17,5 miliar, sementara untuk karya perfilman dan musik 6,5 kali lebih besar hingga Rp 113,9 miliar.
Namun, masih ada alokasi dana yang bisa digunakan untuk menggerakkan kembali kreativitas seni tradisi, khususnya di desa, yaitu melalui program Desa Pemajuan Kebudayaan yang nilainya Rp 22 miliar. Salah satu kriteria bagi desa untuk mendapat anggaran tersebut adalah memiliki warisan budaya tak benda yang telah ditetapkan.
Program tersebut juga untuk mewujudkan tujuan pengaturan desa dalam mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat desa untuk pengembangan potensi dan aset desa guna kesejahteraan bersama serta melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budaya masyarakat desa.
Program ini diharapkan dapat menemukan rekomendasi umum pembangunan desa serta dapat membangun rasa bangga terhadap jati diri budaya masyarakat desa lewat kesenian tradisi yang dimiliki karena sebenarnya desa merupakan akar atau asal identitas budaya Indonesia itu sendiri.
Oleh karena itu, berbagai upaya mengangkat kembali eksistensi kesenian tradisi perlu terus dilakukan secara berkesinambungan. Ini selaras dengan hasil jajak pendapat Litbang Kompas, di mana mayoritas publik (85,6 persen) berpendapat bahwa penting untuk memberikan perhatian pada seniman tradisi, bahkan 34 persen di antaranya menyatakan perhatian tersebut perlu menjadi prioritas.
Hal ini juga sesuai dengan amanat UUD 1945 Pasal 32 bahwa ”Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya”. (LITBANG KOMPAS)