Menakar Militansi Simpatisan Bakal Capres
Rata-rata hanya 14,3 persen responden survei ”Kompas” yang menjadikan pemilu sebagai ruang ekspresi pilihan politiknya. Mayoritas cenderung pasif.
Secara umum, simpatisan pemilih bakal calon presiden lebih memosisikan diri sebagai pemilih pasif. Sebagian besar dari mereka enggan melibatkan diri secara aktif dalam dinamika pemenangan sosok yang didukungnya di pemilihan presiden nanti. Hanya sebagian kecil yang mengambil posisi sebaliknya, menjadi barisan pendukung militan.
Catatan ini tertangkap dari hasil survei berkala Kompas periode Agustus 2023 ini. Untuk mengukur sejauh mana pemilih berminat mengampanyekan bakal calon presiden (capres) pilihannya, survei menggunakan empat pertanyaan.
Pertama, apakah responden aktif menyebarkan informasi untuk memengaruhi orang lain agar memilih bakal capres pilihannya di media sosial. Hal ini disebut juga dengan aktivitas sosialisasi. Kedua, terkait sejauh mana peluang responden atau simpatisan menghadiri acara-acara sukarelawan dari sosok bakal capres yang didukungnya. Kemudian, pertanyaan ketiga, terkait sejauh mana simpatisan membujuk orang lain untuk memilih bakal capres pilihannya atau disebut sebagai advokasi. Sementara pertanyaan keempat soal kesediaan mereka memberikan donasi, baik berbentuk uang atau barang, guna mendukung pemenangan dari bakal capres yang didukung.
Secara umum, rata-rata dari empat pertanyaan tersebut, sebagian besar responden (85,8 persen) enggan melakukannya. Hal ini menjadi gambaran bahwa pilihan menjadi pemilih pasif relatif lebih aman dan nyaman bagi mereka. Boleh jadi, di mata mereka, pemilu sekadar ajang menggunakan hak pilih di bilik suara.
Sementara kelompok responden lainnya, yakni rata-rata 14,3 persen, lebih menjadikan pemilu sebagai ruang ekspresi dari pilihan politik mereka. Kelompok responden ini tidak sekadar memilih, tetapi juga aktif memperjuangkan kemenangan dari pilihan politiknya tersebut.
Dari empat hal di atas, menghadiri acara-acara relawan terekam paling tinggi dibandingkan tiga aktivitas lainnya. Sebanyak 21,4 persen responden mengaku melakukannya. Sebagian yang lain memilih cara menyebar informasi positif terkait bakal capres pilihannya, terutama di media sosial.
Survei Kompas periode Agustus 2023 juga merekam 47,1 persen responden mengikuti pemberitaan melalui media sosial selain televisi dan media berita daring. Kanal ini juga kerap dipakai untuk melakukan advokasi agar jejaringnya terbujuk dan mau mengikuti pilihan bakal capres yang sama. Sementara aktivitas paling minim yang dilakukan responden adalah memberikan donasi untuk kepentingan pemenangan.
Militansi pendukung
Dari empat hal di atas, jika dilihat dari kelompok responden pemilih bakal capres, secara umum juga terbaca hal yang sama. Hanya sebagian kecil dari simpatisan bakal capres yang aktif mengampanyekan sosok pilihannya. Pendek kata, mereka yang militan memperjuangkan bakal capres pilihannya jumlahnya tidak banyak. Meski demikian, menggunakan media sosial, pengaruh kampanye simpatisan ini tidak bisa dianggap remeh.
Dari tiga nama bakal capres yang meraih tingkat keterpilihan tertinggi di survei Kompas Agustus 2023, baik dari kelompok responden pemilih Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, maupun Anies Baswedan, sama-sama memiliki kelompok pemilih yang tidak banyak dari mereka yang aktif berkampanye untuk tokoh idolanya.
Jika dibandingkan dengan di tiap-tiap kelompok pemilih dari ketiga bakal capres tersebut, kelompok pemilih Anies rata-rata memiliki tingkat militansi lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok responden pemilih Ganjar ataupun Prabowo. Responden pemilih Anies tingkat militansinya 21,4 persen, responden pemilih Prabowo 18,3 persen, dan responden pemilih Ganjar 15,1 persen.
Baca juga: Komitmen Melanjutkan Pembangunan Lebih Diapresiasi Dibandingkan ”Endorsement” Jokowi
Jika dijabarkan, dari keempat aktivitas yang dinilai di survei, di tiap-tiap kelompok responden pemilih bakal capres, pemilih Anies tingkat militansinya lebih tinggi pada tiga hal, yaitu sosialisasi, advokasi, dan donasi. Sementara kelompok pemilih Prabowo lebih unggul di sisi kegiatan pertemuan relawan. Pola tersebut tidak jauh berbeda dengan kelompok pemilih Ganjar.
Pada aktivitas sosialisasi, yakni aktif menyebarkan informasi untuk memengaruhi orang lain agar memilih calon presiden pilihannya di media sosial, pada kelompok pemilih Anies, 24,7 persen mengaku aktif melakukannya. Angka ini lebih tinggi daripada kelompok pemilih Prabowo (19,1 persen) dan Ganjar (15,9 persen) pada aktivitas yang sama.
Kemudian pada aktivitas relawan, kelompok responden pemilih Prabowo lebih menonjol. Seperempat bagian pemilih Prabowo mengaku antusias mengikuti acara relawan. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan aktivitas yang sama di kelompok pemilih Anies ataupun Ganjar. Sementara untuk aktivitas advokasi dan donasi, kelompok responden pemilih Anies jauh lebih banyak yang bersedia melakukannya dibandingkan dengan pemilih Prabowo dan Ganjar.
Pada kegiatan advokasi, yakni membujuk orang lain untuk mendukung bakal capres yang didukung, sebanyak 27,7 persen dari kelompok pemilih Anies mengaku aktif melakukannya. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan aktivitas yang sama dari kelompok pemilih Ganjar dan Prabowo.
Hal yang sama ditemui dari kegiatan donasi. Sebanyak 9,8 persen dari pemilih Anies bersedia ikut memberikan sumbangan untuk kepentingan kampanye. Sementara di kelompok pemilih Ganjar dan Prabowo hanya sekitar kurang dari 7 persen yang bersedia melakukan hal yang sama untuk pemenangan bakal capresnya.
Jika dirunut lebih dalam, lebih banyaknya porsi pemilih Anies yang bersedia memberikan donasi tidak lepas dari latar belakang sosial ekonomi pemilihnya yang sepertiga lebih berasal dari kelas menengah atas. Sementara Prabowo dan Ganjar kurang lebih hanya seperlima pendukungnya yang berasal dari kelas menengah atas. Hal yang sama juga terbaca dari sisi latar belakang pendidikan. Separuh lebih dari kelompok pemilih Anies berasal dari pendidikan menengah atas, sedangkan di kelompok pemilih Ganjar dan Prabowo kurang dari separuhnya berpendidikan menengah atas.
Dari sini bisa ditarik benang merah, kelompok pemilih Anies memang lebih militan di isu-isu kampanye melalui kegiatan sosialisasi, advokasi, dan donasi. Sementara pemilih Ganjar dan Prabowo lebih cenderung kuat militansinya pada aktivitas kelompok-kelompok relawan. Terutama lebih terlihat di kelompok pemilih Prabowo yang angkanya melebihi kelompok pemilih Ganjar dan Anies pada aktivitas relawan ini.
Media sosial
Pada akhirnya, militansi yang dimiliki tiap-tiap simpatisan bakal capres ini tidak akan lepas dari kampanye mereka di kanal media sosial. Selain sebagian besar pemilih mengakses pemberitaan dari media sosial, kanal ini juga menjadi medan kampanye yang sama-sama aktif dilakukan oleh simpatisan dari ketiga bakal capres ini. Hasil survei Kompas juga mencatat, separuh dari tiap-tiap responden pemilih Ganjar, Prabowo, dan Anies aktif menggunakan media sosial dalam mengakses pemberitaan terkait pencalonan presiden. Bahkan, dari sisi durasi, sebagian dari mereka cukup aktif menggunakan media sosial.
Kondisi ini juga sudah terekam jauh sebelum masa kampanye dimulai. Tak pelak, antusiasme dari tiap-tiap bakal capres ini harus dikelola secara baik agar tidak melahirkan hal-hal kontraproduktif. Militansi dari para simpatisan semestinya juga menjadi pemicu agar kontestasi digiring pada persaingan gagasan serta konsep nyata, bukan sekadar persaingan simpati dan impresi.