Sampah dan Limbah Akan Menjadi Sahabat di Masa Depan
Sampah dan limbah akan menjadi salah satu sumber penyuplai penting energi bagi kehidupan di masa depan. Masyarakat akan dikondisikan untuk sukarela mengelola sampahnya secara mandiri demi keberlangsungan kehidupan.
Oleh
Budiawan Sidik A
·4 menit baca
KOMPAS/FAKHRI FADLURROHMAN
Pekerja menyortir sampah baru yang akan diproses menjadi refuse derived fuel (RDF) di kawasan Fasilitas Landfill Mining dan Refuse Derived Fuel Plant TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Jawa Barat, Selasa (27/6/2023). Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono melepas 20 truk berisi bahan bakar alternatif RDF yang akan dikirim menuju pabrik semen PT Indocement Tunggal Perkasa Tbk (Indocement) dan PT Solusi Bangun Indonesia Tbk (SBI).
Sampah dan limbah akan menjadi salah satu sumber penyuplai penting energi bagi kehidupan di masa depan. Masyarakat akan dikondisikan untuk sukarela mengelola sampahnya secara mandiri demi keberlangsungan kehidupan.
Dalam mendukung komitmen karbon netral atau net zero emission (NZE) global tahun 2050, Indonesia merencanakan reduksi emisi karbon yang tertuang dalam dokumen kontribusi nasional atau nationally determined contribution (NDC). Dokumen rencana jangka menengah ini selanjutnya diunggah ke dalam rencana aksi Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) sebagai upaya nyata Indonesia dalam mengurangi gas rumah kaca (GRK) global.
Hingga tahun 2030 nanti, NDC Indonesia berencana mereduksi emisi karbon di sejumlah sektor, yaitu sektor energi, limbah, industrial processing and product use (IPPU), pertanian, dan kehutanan. Pada tahun 2030 nanti diperkirakan emisi karbon Indonesia akan mencapai 2.869 juta ton CO2. Emisi ini dihitung yang terjadi saat ini (business as usual/BaU)atau tanpa adanya upaya reduksi emisi karbon.
Dengan adanya target NDC, maka emisi karbon nasional akan ditekan hingga 31,89 persen lebih rendah dari estimasi BaU pada tahun 2030. Skenario reduksi ini dengan asumsi usaha Indonesia sendiri tanpa bantuan asing. Namun, apabila upaya reduksi emisi karbon itu melibatkan bantuan asing, maka target reduksinya naik menjadi 43,2 persen. Dengan target tersebut, maka NDC tanpa bantuan asing diskenariokan susut menjadi 1.953 juta ton CO2 dari baseline BaU. Untuk NDC dengan bantuan asing, jumlahnya berkurang lebih banyak lagi menjadi 1.632 juta ton CO2.
Dengan enhanced NDC tersebut, diharapkan skenario membatasi kenaikan suhu global tidak lebih dari 1,5 derajat celsius dapat tercapai. Dengan demikian, karbon netral Indonesia yang ditargetkan baru tercapai pada tahun 2060 nanti dapat dipercepat realisasinya. Akselerasi kontribusi ini tentu saja kian memuluskan rencana global untuk mencapai karbon netral pada tahun 2050.
Kontribusi limbah
Dari kelima sektor yang direduksi dalam rencana dokumen NDC 2030 itu, ada salah satu sektor yang berhubungan dengan sisa-sisa aktivitas manusia, kegiatan usaha, dan juga industri yang turut diprioritaskan. Sektor tersebut adalah bidang limbah ataupun sampah yang saat ini belum terkelola secara optimal. Limbah dan sampah umumnya hanya dilihat sebagai komoditas bernilai rendah dan juga material pengotor yang kurang diperhatikan keberlangsungan daur hidupnya. Hampir semua kalangan masyarakat, institusi usaha, dan juga industri ingin lekas-lekas membuang sampah dan limbahnya tanpa mempertimbangkan benefit yang masih tersimpan dalam kotoran tersebut.
Namun, dengan adanya target NDC, tampaknya pemerintah akan mengoptimalkan pengelolaan limbah sehingga bermanfaat dan juga berkontribusi mereduksi emisi karbon nasional. Secara agregat, emisi GRK yang dihasilkan oleh limbah tergolong besar. Pada saat ini, posisi kontribusi polutan karbonnya menempati urutan keempat dari lima sektor penyumbang emisi gas rumah kaca nasional. Namun, berkembangnya aktivitas manusia, industri, dan usaha, serta aktivitas ekonomi lain membuat volume buangan sampah dan limbah juga terus meningkat. Dampaknya, berbagai zat polutan dari limbah itu pun mengalami kenaikan yang berisiko mengancam kesehatan dan kelestarian lingkungan.
Khusus emisi karbon, diperkirakan pada tahun 2030 nanti, jumlah polutan gas rumah kaca dari limbah dan sampah mencapai 296 juta ton. Dengan asumsi tidak ada penanganan lebih lanjut yang bersifat akseleratif dari rutinitas produksi limbah yang terjadi saat ini atau BaU. Namun, dengan adanya target NDC 2030 itu, diperkirakan sektor limbah dan sampah akan mereduksi emisi karbon sekitar 1,5 persen atau 40 juta ton CO2 dari skenario BaU.
Angka reduksi tersebut relatif kecil dan belum signifikan mengurangi emisi karbon secara nasional. Bahkan, berdasarkan proyeksi Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), output emisi gas rumah kaca limbah khususnya dari kelompok rumah tangga dan industri masih terus meningkat dan mencapai puncaknya pada tahun 2030.
Pada tahun 2019, akumulasi emisi karbon dari limbah rumah tangga dan industri masih sekitar 120 juta ton CO2. Pada tahun 2030 nanti, saat NDC pertama dituntut realisasinya, emisi karbon dari limbah sektor rumah tangga dan industri ini justru meningkat hingga sebesar 184 juta ton CO2. Selanjutnya, dalam skenario long term strategy (LTS) menuju karbon netral Indonesia 2060, baru reduksi emisi gas rumah kaca dari sektor limbah berkurang sangat signifikan.
Diperkirakan pada tahun 2050 nanti, kontribusi emisi karbon dari sampah rumah tangga dan industri itu sudah susut menjadi 24 juta ton CO2. Satu dekade berikutnya, saat karbon netral Indonesia tercapai pada 2060, emisi GRK dari sampah rumah tangga dan industri tinggal tersisa 7 juta ton CO2. Pada fase jangka panjang inilah, peranan sampah dan limbah akan semakin besar mereduksi emisi karbon dan juga memberikan manfaat yang besar bagi kehidupan.
Domestik dan industri
Ada sejumlah rencana yang akan dilakukan oleh pemerintah untuk mereduksi emisi karbon sektor limbah. Ada dua kelompok sektor penyumbang limbah atau sampah yang akan menjadi prioritas pemerintah, yakni golongan rumah tangga (domestik) dan industri. Sampah yang akan disasar dalam rencana program tersebut terbagi menjadi dua, yakni limbah padat dan limbah cair.
Untuk golongan rumah tangga, sampah yang dihasilkan nanti baik padat maupun cair akan dimanfaatkan lebih lanjut, salah satunya untuk memproduksi energi. Untuk proses awal sampah padat, pemerintah tidak akan menambah area pembuangan sampah (landfill) baru mulai tahun 2030. Berikutnya, sepuluh tahun kemudian tidak ada lagi pembuangan sampah landfill. Pada tahun 2040 nanti, sampah sudah zero karena ada batasan toleransi sampah sebagaimana negara-negara maju.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan hadir dalam acara praresmi fasilitas pengolahan sampah landfill pada Senin (10/10/2022) di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Bantargebang, Kota Bekasi, Jawa Barat.
Sampah yang tidak masuk area pembuangan sampah landfill itu akan diolah lebih lanjut untuk berbagai keperluan. Tentu saja, hal ini memerlukan dukungan dari setiap rumah tangga untuk memilah dan mengelompokkan sampah berdasarkan jenisnya sehingga mudah untuk diproses lebih lanjut. Sampah, di antaranya, dapat dimanfaatkan untuk pengomposan, pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa), dan padatan sampah untuk co-firing pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Selain itu, sampah organik dapat diolah lebih lanjut menjadi biogas yang dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk memasak.
Untuk sampah domestik cair pun juga begitu, nanti pada tahun 2060, buangan limbah (kotoran) cair dari sekitar 70 persen penduduk Indonesia akan terkumpul dalam instalasi pengolahan air limbah (IPAL) komunal. IPAL tersebut dilengkapi dengan biodigester sehingga mampu menghasilkan biogas yang bermanfaat menghasilkan energi untuk memasak ataupun pembakaran.
Selanjutnya, sektor industri yang menghasilkan limbah padat dan cair akan dikelola lebih lanjut mirip dengan limbah rumah tangga. Limbah cair industri akan terhubung dengan IPAL komunal yang dilengkapi dengan teknologi aerobik. Dalam IPAL ini, limbah yang dapat diolah menjadi biogas akan diproses menjadi energi dan disalurkan kepada pengguna. Limbah padat akan didaur ulang menjadi bahan baku, sampah organik diolah menjadi kompos, dan sampah lain dijadikan padatan yang berguna untuk pembakaran pada PLTU.
Jadi, terkait dengan sampah ataupun limbah, ada upaya serius yang tengah dilakukan pemerintah untuk berkontribusi dalam mencapai karbon netral Indonesia 2060. Selain terkait tidak ada landfill baru, pemerintah juga menuju zero open burning sehingga meminimalkan buangan emisi gas rumah kaca. Ke depan, peningkatan pengolahan sampah akan terus dimaksimalkan sehingga akan tercapai manfaat optimal dari berbagai bentuk pengolahan limbah. Energi biogas, pupuk, bahan baku daur ulang, dan padatan bahan bakar untuk pembakaran akan tercipta dari olahan sampah dan limbah tersebut.
Selain itu, kampanye penggunaan material daur ulang akan terus ditingkatkan. Mayoritas industri kertas akan menggunakan kertas daur ulang dari dalam negeri. Pada tahun 2030 nanti, sekitar 50 persen industri kertas ditargetkan sudah merealisasikan rencana tersebut. Satu dekade berikutnya, pada tahun 2040, semua industri daur ulang kertas harus 100 persen menggunakan kertas daur ulang domestik.
Oleh karena itu, mulai dari sekarang, pemerintah harus erat menjalin koordinasi lintas institusi agar rencana mencapai karbon netral 2060 dari sektor limbah dapat terealisasi. Kerja sama antara KLHK, Kementerian PUPR, Kementerian BUMN, Bappenas, BRIN, Kementerian Keuangan, pemerintah daerah, Kadin, pihak swasta, masyarakat, dan pihak-pihak lain menjadi keniscayaan yang harus segera dilakukan. Kolaborasi menjadi sangat penting karena sampah dan limbah merupakan bagian dari kehidupan setiap hari sehingga kebijakan yang menyasar hal ini harus dikomunikasikan secara intensif dan berkesinambungan agar mendapat dukungan maksimal. (LITBANG KOMPAS)