Kenaikan Suku Bunga The Fed dan Keyakinan Indonesia
Bank sentral Amerika Serikat kembali menaikkan tingkat suku bunga acuannya pada Juli lalu. Fundamental ekonomi yang kuat pascapandemi menjadi penangkal dampak buruk yang mungkin timbul akibat kebijakan tersebut.

Kebijakan menaikkan suku bunga acuan untuk meredam inflasi terus dilakukan sejumlah bank sentral, salah satunya oleh bank sentral Amerika Serikat atau Federal Reserve (The Fed).
Kebijakan ini akan memengaruhi ekonomi global karena akan mendorong inflasi tinggi di negara-negara lain. Namun, Indonesia diyakini memiliki fundamental ekonomi yang kuat untuk meredam dampak tersebut.
Setelah Mei 2023, The Fed kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 5,50 persen pada Juli lalu. Angka ini tertinggi sejak lebih dari dua dekade lalu.
Kenaikan ini akan mendorong kenaikan suku bunga di negara-negara berkembang dan akan berdampak pada perburukan ekonomi global.
Sejak dimulainya pengetatan moneter di Amerika Serikat pada Maret 2022, The Fed telah 11 kali menaikkan suku bunga acuan secara berturut-turut dengan kumulatif kenaikan 525 basis poin.
Kenaikan ini adalah yang tercepat sejak tahun 1980-an. Sebelumnya, sejak Juli 2019, The Fed menurunkan suku bunganya sebanyak lima kali berturut-turut dengan kumulatif 225 basis poin.
Tidak sekadar untuk mengatasi inflasi, kenaikan suku bunga acuan menjadi 5,50 persen yang diumumkan The Fed pada 26 Juli 2023 juga menandai agresifnya The Fed merespons guncangan yang terjadi di sektor perbankan AS.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F01%2F03%2F37ed753c-d12e-4c83-8a24-922f82266a03_jpg.jpg)
Petugas menghitung uang rupiah di tempat penukaran valuta asing di Valuta Inti Prima di Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (3/1/2023). Sepanjang tahun 2022, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS melemah 9,31 persen. Pelemahan ini didorong oleh menurunnya pasokan dollar AS di dalam negeri karena adanya arus modal keluar yang dipicu kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS, The Federal Reverse atau The Fed.
Hal itu mengikuti ditutupnya Silicon Valley Bank dan Signature Bank pada Maret 2023 dan First Republic Bank awal Mei 2023.
Guncangan yang terjadi di sektor perbankan AS ini tidak hanya menjadi persoalan di AS semata. Hal itu juga berpotensi meningkatkan risiko terjadinya resesi global.
Dampak dari kenaikan suku bunga The Fed ini akan menimbulkan ketegangan di pasar keuangan di negara-negara lain. Penyaluran kredit akan semakin ketat dan dampaknya akan mempertajam penurunan penyaluran kredit secara global.
Kenaikan suku bunga acuan The Fed akan semakin memperkuat peran mata uang dollar AS yang selama ini sudah dominan. Selain juga menaikkan margin keuntungan yang lebih besar pada surat utang atau obligasi Pemerintah AS.
capital outflow

Hal ini akan memberi guncangan pula bagi pasar keuangan banyak negara. Negara lain akan ”terpaksa” menaikkan pula suku bunga untuk menahan arus modal keluar tersebut. Kondisi itu berpotensi meningkatkan risiko pada perekonomian suatu negara.
Dengan menguatnya dollar AS, maka nilai tukar pada mata uang negara lain akan melemah, termasuk pada Indonesia dengan rupiah. Pelemahan ini akan berdampak pada makin mahalnya biaya impor untuk beragam komoditas, termasuk impor pangan dan bahan bakar. Hal ini akan memicu kenaikan harga-harga di negara lain. Lonjakan inflasi akan tak terhindarkan.
Dampak kenaikan suku bunga acuan ini akan lebih dirasakan oleh negara-negara berkembang. Dalam laporan World Economic Outlook Update Juli 2023, Dana Moneter Internasional (IMF) menyebutkan kebijakan menaikkan suku bunga oleh bank-bank sentral untuk meredam inflasi akan memberatkan perekonomian.
Pertumbuhan ekonomi global tahun 2023 diperkirakan turun dari 3,5 persen pada 2022 menjadi 3,0 persen tahun 2023 dan 2024. Penurunan yang cukup signifikan akan dialami oleh negara-negara maju, seperti kawasan Eropa. Selain itu, penurunan tersebut juga dialami India, negara-negara di Amerika Latin, Timur Tengah, dan Asia Tengah.
Kebijakan menaikkan suku bunga acuan The Fed sudah diprediksi sebelumnya setelah pada bulan Juni The Fed menahan kenaikan. Kebijakan moneter ketat ini juga ditempuh oleh sejumlah bank sentral lainnya. The Reserve Bank of Australia, Bank of Canada, Bank of England, dan European Central Bank juga akan menaikkan suku bunga acuannya.
Baca juga: Analisis Litbang ”Kompas”: Tantangan Ekonomi Global dan Peluang di Tahun 2023
Indonesia stabil
Bank Indonesia sebagai bank sentral tentunya akan segera merespons kenaikan suku bunga The Fed ini. Hal itu untuk menahan rembetan dampaknya terhadap perekonomian nasional. Namun, diperkirakan BI belum akan menaikkan tingkat suku bunga acuan (BI 7-day (Reverse) Repo Rate) dalam waktu dekat.
Hal itu karena tingkat suku bunga acuan di Indonesia saat ini sudah tergolong tinggi. Per 25 Juli 2023, suku bunga acuan Repo Rate berada di tingkat 5,75 persen.
Tingkat suku bunga ini sudah berlangsung sejak Januari 2023 dan tidak terpengaruh kebijakan The Fed yang selama tahun 2023 ini telah menaikkan suku bunga acuannya sebanyak empat kali.
Pada kurun waktu yang sama dengan dimulainya kebijakan moneter ketat di AS, yakni Maret 2022 hingga saat ini, Pemerintah Indonesia hanya menaikkan suku bunga sebanyak enam kali dengan kumulatif kenaikan sebanyak 225 basis poin. Berbeda dengan AS yang tingkat suku bunganya naik sebanyak sebelas kali dengan kumulatif 525 basis poin.
Pada awal kebijakan pengetatan moneter di AS, suku bunga acuan Repo Rate pada Maret 2022 sebesar 3,50 persen. Tingkat suku bunga ini bertahan selama 18 bulan sejak Februari 2021 hingga Juli 2022.

Dengan kecenderungan BI yang tidak serta-merta menaikkan tingkat suku bunga acuan mengikuti kebijakan di AS, bisa diasumsikan bahwa kali ini pun BI belum akan menaikkan suku bunga acuan Repo Rate. Apalagi tingkat suku bunga acuan di Indonesia masih lebih tinggi dibandingkan dengan suku bunga The Fed sehingga masih dapat meredam terjadinya capital outflow.
Di samping itu, kondisi perekonomian Indonesia relatif sudah pulih dengan baik dari pandemi. Pertumbuhan ekonomi nasional sejak triwulan keempat 2021 stabil di kisaran angka 5 persen.
Pada triwulan pertama 2023, perekonomian nasional tumbuh sebesar 5,03 persen. Selain itu, inflasi di Indonesia juga berhasil ditekan. Jika pada awal tahun angka inflasi masih di kisaran 5 persen, dua bulan terakhir ini angkanya sudah di bawah 4 persen.
Pemerintah dan sejumlah pengamat ekonomi menilai fundamental ekonomi Indonesia sudah cukup kuat sehingga gejolak ekonomi yang mungkin timbul karena kebijakan The Fed tidak akan berpengaruh banyak. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Langkah The Fed Naikkan Suku Bunga Diyakini Tidak Memberatkan RI