Media Sosial Menjadi Rujukan Berita Para Audiens Muda
Minat para audiens berusia muda dalam mendapatkan berita dari media sosial kian meningkat, sedangkan animo mengonsumsi berita dari portal berita digital semakin surut.
Beragamnya sajian hiburan, tontonan, bacaan, hingga informasi yang menarik dalam platform media sosial membuat gaya konsumsi berita masyarakat kian bergeser. Minat para audiens mendapatkan berita dari medsos terus meningkat setiap saat. Fenomena demikian umumnya terjadi pada audiens berusia muda.
Reuters Intitute dan Universitas Oxford dalam publikasi terbarunya Digital News Report (DNR) 2023 mengungkap suatu fenomena audiens berita digital. Laporan itu menunjukkan terjadi pertumbuhan minat audiens dalam memperoleh berita dari kanal medsos. Sebagian masyarakat dunia, terutama generasi muda, mulai meninggalkan portal-portal berita digital yang identik dengan informasi yang lebih akurat. Perkembangan konten medsos yang sangat masif dan menarik dari sisi visual membuat pola konsumsi informasi termasuk berita turut mengalami pergeseran.
Survei DNR 2023 tersebut melibatkan responden dari sejumlah negara. Tahun 2018, survei dilakukan di 36 negara dan lokusnya terus bertambah setiap tahun sehingga pada tahun 2023 survei telah dilangsungkan di 52 negara. Jumlah responden di setiap negara yang dilibatkan dalam survei rata-rata lebih dari 2.000 orang.
Pada tahun 2018, hasil riset menunjukkan responden yang mengakses berita digital melalui portal maupun aplikasi khusus berita mencapai 32 persen. Sementara itu, yang mengakses berita dari guliran informasi di medsos sebesar 23 persen. Pada tahun 2021, posisinya mulai berubah di mana konsumsi berita dari medsos kian mendominasi dibandingkan mengakses berita dari portal berita digital. Tahun 2023 ini, posisi medsos semakin mendominasi lagi karena besaran persentase audiensnya mencapai 30 persen, sedangkan responden yang mencari pada kanal berita digital menyusut menjadi 22 persen.
Baca juga: Menyelisik Keinginan Audiens Media
Pergeseran tersebut setidaknya disebabkan oleh dua faktor. Pertama, faktor demografi generasi muda berusia 18-24 tahun atau generasi Z yang semakin memberikan pengaruh pada lanskap konsumsi media digital. Gen Z yang sepenuhnya lahir di era serba digital dan media sosial relatif sangat berjarak dengan informasi berita yang tersaji pada portal media massa digital. Semakin berjarak lagi dengan format berita yang tersaji pada medium konvensional seperti media cetak dan juga media siar seperti halnya televisi dan radio. Fenomena inilah yang semakin mendorong perubahan preferensi audiens dalam memperoleh berita yang bergulir di medsos.
Faktor berikutnya terkait dengan kenyamanan dan aspek hiburan yang ditawarkan oleh platform media sosial. Selama ini medsos memang dirancang untuk menarik penggunanya supaya semakin lama dan betah membuka dan mengakses aplikasi medsos. Hal ini membuat para audiens, terutama Gen Z, cenderung enggan melangkah lebih jauh dalam mengakses berita melalui peramban (browser) ataupun membuka portal berita.
Strategi perusahaan pers membuat aplikasi khusus bagi pembaca pun ternyata kurang efektif bagi audiens gen Z. Sebab, aplikasi berita digital itu hanya meladeni satu fungsi, yakni menyajikan berita. Berbeda dengan aplikasi media sosial yang sangat sarat informasi menarik dan bahkan dapat berinteraksi secara langsung.
Kanal medsos
Dari sekian banyak kanal media sosial, Facebook masih menjadi pilihan teratas bagi semua golongan usia audiens dalam mencari rujukan sumber berita. Facebook dipilih sebagai kanal penyalur berita sehari-hari oleh 41 persen responden berdasar survei DNR 2023. Apabila ditinjau dari demografi penggunanya, audiens Facebook saat ini didominasi oleh generasi milenial muda (usia 25-34 tahun) dan juga gen Z (usia 18-24 tahun).
Merujuk data yang dipublikasikan oleh We Are Social, audiens milenial muda menyumbang 29,6 persen pengguna aktif Facebook, sedangkan audiens gen Z sebesar 22,6 persen. Apabila audiens dari dua generasi tersebut dijumlahkan, maka mencapai akumulasi mendekati 1,2 miliar pengguna. Data ini menunjukkan bahwa saat ini Facebook sebagai medsos dengan jumlah pengguna aktif terbanyak di dunia sekaligus juga sebagai sumber rujukan informasi khususnya berita digital.
Pada peringkat kedua diduduki oleh Youtube yang dipilih oleh 30 persen audiens berita digital. Karakter demografi pengguna Youtube tidak jauh berbeda dengan Facebook. Pengguna dari generasi milenial muda menjadi kelompok terbanyak, disusul oleh milenial tua (usia 35-44 tahun), dan pada urutan ketiga ditempati oleh gen Z. Jika diakumulasikan, audiens dari tiga generasi ini mencapai 1,3 miliar pengguna di seluruh dunia.
Baca juga: Media Sosial dan Televisi Penopang Popularitas Capres 2024
Pilihan medsos berikutnya adalah Whatsapp yang menjadi rujukan 21 persen responden global. Sesungguhnya Whatsapp perlu dipandang secara berbeda di antara medsos lainnya karena platform ini lebih tepat disebut sebagai medium berkirim pesan. Karakter Whatsapp yang tertutup menjadi pembeda di antara platform medsos lainnya. Urutan selanjutnya adalah Instagram dan Twitter yang masing-masing yang diandalkan oleh sekitar 18 persen dan 12 persen responden dalam mengakses sumber berita. Pada urutan terakhir terdapat Tiktok yang dipilih oleh 11 persen responden.
Di antara kanal medsos tersebut, Tiktok merupakan pendatang baru. Meskipun demikian, pertumbuhan audiens yang memanfaatkannya sebagai sumber berita tumbuh pesat. Pada tahun 2021, baru sekitar 4 persen audiens yang memanfaatkan Tiktok secara global. Namun, pada 2023 sudah beranjak naik di angka 11 persen atau terjadi peningkatan lebih dari dua kali lipat dalam kurun dua tahun. Fenomena ini terjadi secara global termasuk empat negara Asia Tenggara yang menjadi lokasi survei DNR 2023, yakni Indonesia, Thailand, Singapura, dan Malaysia.
Topik berita pilihan
Riset yang dilakukan Reuters Institute mengungkapkan bahwa minat audiens terhadap topik berita dari berbagai kanal medsos ternyata cukup beragam. Misalnya topik berita politik nasional paling laris di Twitter (56 persen), Facebook (46 persen), dan Youtube (45 persen). Artinya, pengguna tiga kanal medsos tersebut memiliki minat yang tinggi terhadap berita seputar politik nasional. Sementara itu, pengguna Instagram (42 persen) serta Tiktok (46 persen) paling menyukai berita bersifat menghibur yang cenderung bisa mengundang tawa. Menilik dari dua titik kontras tersebut, dapat digambarkan bahwa pengguna Twitter, Facebook, dan Youtube relatif lebih memilih berita yang cenderung lebih berbobot dari pada pengguna Instagram dan Tiktok.
Ada sejumlah topik berita yang diteliti oleh Reuters Institute dan pola konsumsinya dalam platform medsos. Untuk topik terkait perang Ukraina ternyata paling banyak dicari oleh warganet pengguna Twitter (59 persen) dan Youtube (45 persen). Kemudian, isu tentang kesehatan paling sering diakses oleh pengguna Facebook (38 persen), Twitter (37 persen), dan Youtube (35 persen). Berita seputar bisnis dan ekonomi paling dominan dikonsumsi oleh pengguna Twitter (45 persen), disusul oleh Youtube (39 persen), dan Facebook (35 persen).
Baca juga: Jurnalisme Bermutu dalam ”Kegenitan” Medsos
Apabila ditilik dari sisi karakter, perbedaan antara Twitter, Facebook, dan Youtube terletak pada model penyajian kontennya. Twitter lebih dominan berbasis teks walaupun bisa juga disematkan gambar serta video. Untuk Facebook bisa dibilang merupakan platform yang mengakomodasi berbagai format konten secara optimal. Facebook bisa menampilkan teks panjang, video dengan durasi panjang, serta foto yang berlimpah.
Sementara itu, Youtube eksklusif sebagai wahana memajang konten video. Artinya, minat audiens berita pada kanal medsos sangat beragam, mulai dari berjenis teks, gambar, serta video. Dengan demikian, penyedia konten khusus berita bisa menyajikan karya jurnalistiknya secara multiplatform, dengan memperhatikan ragam topik yang diminati secara khas dari tiap-tiap kanal medsos.
Sumber berita
Selain topik berita yang beragam pada tiap platform, ternyata daya tarik yang mampu memikat audiens terletak juga pada faktor sumber informasi beritanya. Sumber berita dikategorikan dalam lima kelompok, yakni media arus utama yang merujuk pada perusahaan pers skala besar. Kemudian ada pula lembaga pers skala kecil atau media alternatif. Sumber ketiga adalah tokoh politik atau politisi dan keempat adalah sosok pemengaruh (influencer) serta selebritas. Terakhir, merupakan masyarakat atau orang biasa sebagai sumber informasinya.
Media arus utama dapat memikat audiens terbanyak melalui Twitter (55 persen). Hal ini kemungkinan berkaitan dengan mayoritas perusahaan pers yang masih berorientasi pada konten berupa teks. Meskipun demikian, respons audiens dari media arus utama pada sejumlah platform medsos selain Twitter juga tergolong tingi. Pada kanal Facebook mencapai kisaran 43 persen, Youtube juga 43 persen, dan Instagram 42 persen. Respons ini bisa dimanfaatkan oleh perusahaan media untuk menggaet audiens melalui karya jurnalistik berwujud konten visual.
Baca juga: Kanada Segera Wajibkan Google dan Facebook Bayar Perusahaan Media
Selanjutnya, pangsa pasar konten berita dari media pers alternatif paling banyak berada di Twitter (39 persen). Hal ini senada dengan sumber informasi dari tokoh politik yang juga paling banyak direspons oleh audiens Twitter (43 persen). Dari kedua data tersebut, sekilas tecermin bahwa pengguna Twitter terkesan mengonsumsi konten yang cenderung bercorak serius. Hal ini akan kontras jika dibandingkan dengan audiens Instagram dan Tiktok.
Pihak yang mendapat perhatian paling tinggi dari audiens Instagram (52 persen) yakni para pemengaruh serta pesohor. Jika dikaitkan dengan pilihan topik berita yang cenderung bersifat hiburan, warganet penghuni Instagram terkesan lebih ringan bobot konsumsi informasinya. Begitu juga dengan audiens Tiktok yang memberi perhatian besar (55 persen) kepada kelompok influencer sebagai sumber informasi tepercaya.
Dari beragam sumber berita di medsos, yang cukup menarik berada pada kanal Tiktok sebab pengguna aplikasi besutan Bytedance ini memberikan perhatian sangat besar (44 persen) pada sosok orang biasa. Tentu hal ini sesuai dengan ekosistem Tiktok, di mana setiap orang bisa menjadi populer dalam sekejap dengan modal beberapa konten yang viral.
Perkembangan teknologi yang terus bergulir akan membentuk karakter audiens dari waktu ke waktu. Apabila bertindak sebagai penyedia konten berita, hal ini sangat penting untuk terus beradaptasi dengan perkembangan teknologi informasi. Selain mampu bergerak dinamis, adaptasi ini sebagai langkah untuk menghadapi dan menyesuaikan perubahan perilaku audiens dan juga pasar informasi yang begitu cepat. (LITBANG KOMPAS)