Fenomena menghindar dari paparan berita adalah dampak dari informasi yang sangat berlimpah di sekitar kita.
Oleh
IGNATIUS HARYANTO
·5 menit baca
Pada masa sekarang, penyebaran konten berita lewat media sosial sudah menjadi keniscayaan. Sebab, data menunjukkan bahwa masyarakat di Indonesia saat ini lebih banyak menggunakan medsos, baik untuk mencari informasi, hiburan, maupun berjejaring dengan orang lain. Apalagi, dalam banyak data selalu disebutkan bahwa publik Indonesia memuncaki penggunaan apa pun medsos (Facebook, Twitter, Instagram, Tiktok, dan yang terbaru Thread).
Memang pernah ada masa, terutama ketika medsos baru bermunculan pada 2006-2007, media arus utama (mainstream) curiga bahwa medsos akan mengambil alih perannya, baik sebagai penyedia konten maupun sebagai penyebar konten. Tak dapat dimungkiri ada masa di mana memang medsos mengambil alih peran itu, tetapi kini medsos tidak lagi dilihat dengan nada permusuhan, tetapi justru yang dilakukan banyak media arus utama adalah ”berdamai” dan menggunakan medsos untuk menjadi sarana penyebarluasan konten kepada khalayak yang lebih luas.
Hari ini banyak media menyediakan staf khusus yang mengurusi medsos karena medsos perlu dikelola sedemikian rupa agar dapat memperluas jangkauan berita. Lagi pula diharapkan cara ini bisa mengajak pembaca lain untuk menikmati sajian berita-berita lain di situs utamanya.
Salah satu faktor yang sangat membedakan antara media arus utama dan medsos adalah keterkaitan (engagement) dari audiens dengan medianya. Keterkaitan yang ada di media arus utama sangat rendah, sementara keterkaitan di medsos sangat dinamis, mulai dari sekadar berkomentar, memberi jempol tanda ”suka”, bertanya lebih jauh kepada media, atau bahkan memberikan informasi tambahan kepada media. Era di mana jurnalis atau media yang mahatahu sudah berlalu dan untuk itu media perlu lebih rendah hati mengakui bahwa informasi ataupun pengetahuan juga bisa diberikan oleh audiens.
Masuk ke dalam arena medsos apakah media arus utama semacam Kompas perlu mengubah imaji yang selama ini telah tersaji? Kompas selama ini dianggap sebagai surat kabar serius, beritanya berkualitas, dapat dipercaya, dan bisa pula memengaruhi kebijakan yang dibuat para pejabat. Apakah ketika masuk dalam arena medsos, Kompas perlu menjadi lebih luwes, lebih ”bergenit-genit”? Kita mungkin sudah melihat bagaimana sejumlah admin dalam institusi yang resmi sekalipun memberi ruang untuk sedikit ”bergenit-genit” agar semakin bisa merangkul audiens di ranah media sosial.
Persoalan ini muncul dalam pembicaraan Forum Ombudsman Kompas pada Jumat (28/7/2023) dengan mengajak juga seorang pembicara tamu Firdza Radiany, seorang praktisi medsos dan konsultan. Diskusi berlangsung menarik karena untuk peserta forum ada banyak hal baru yang baru didengar dan ternyata ada banyak hal di belakang layar yang selama ini luput dari perhatian.
Salah satu contoh, misalnya, untuk platform seperti Instagram yang memungkinkan pengiriman video pendek ditambah dengan narasi ataupun keberadaan infografik, ternyata dalam sehari cukup dikirimkan enam kiriman saja. Mengapa enam? Karena angka itu sudah merupakan ”rumus” untuk mencapai keterbacaan yang memadai untuk audiens. Lebih dari itu sudah dianggap terlalu banyak dan kurang dari itu dianggap terlalu sedikit. Oleh karena itu, memilih enam topik berita dalam sehari untuk dikirim dalam platform Instagram harus dikelola dengan hati-hati dan tentu juga berupa suatu laporan atas peristiwa yang ingin diketahui audiens. Syukur-syukur jika hal itu dianggap menarik bagi audiens. Durasi video pendek itu pun harus di antara 1-2 menit saja.
Meski demikian, keberadaan medsos ini juga mendapat tantangan dari dua fenomena yang banyak berkembang belakangan ini: fenomena terpapar berita secara tidak sengaja (accidentally news exposure) dan fenomena menghindar dari paparan berita (news avoidance). Sejumlah literatur ilmiah sudah banyak membahas dua fenomena ini.
Fenomena terpapar berita secara tidak sengaja merujuk pada fenomena di mana, terutama generasi Z, sejumlah kalangan masyarakat mendapatkan berita secara tidak sengaja, yaitu ketika mereka berselancar di dunia maya dan mendapatkan berita yang dibagikan oleh temannya ataupun didapat dari akun medsos sejumlah media. Jadi, mereka tidak bertujuan secara khusus untuk mencari berita, tetapi dalam perjalanan berselancar tersebut ia menemukan berita secara tidak sengaja. Artinya, bisa saja berita yang ia dapatkan bukan berita terhangat saat itu atau yang relevan ia butuhkan.
Sementara itu, fenomena menghindar dari paparan berita adalah suatu dampak dari informasi yang sangat berlimpah di sekitar kita. Ada sejumlah kalangan lain yang lalu memutuskan tidak lagi mau mengonsumsi informasi yang sangat banyak itu. Kajian terhadap fenomena ini, sebagaimana disimpulkan dalam laporan Digital News Report 2023 dari Reuters Institute dan Oxford University, ”mencapai 36 persen dari seluruh pasar yang ada. Penelusuran lebih jauh mereka yang menghindari pemberitaan ini mengatakan bahwa mereka lebih suka dengan berita yang lebih positif atau pemberitaan yang berorientasi pada solusi dan tidak tertarik pada berita-berita besar yang muncul setiap hari”.
Laporan yang sama juga menyebutkan bahwa ”Facebook tetap dilihat sebagai jaringan medsos paling digunakan secara global, tetapi pengaruhnya pada jurnalisme semakin kecil karena Facebook sudah berpaling dari pemberitaan. Facebook juga menghadapi tantangan dari perkembangan sejumlah medsos lain, seperti Youtube dan Tiktok. Tiktok menguasai 44 persen pasar dunia dan 20 persen di antaranya terkait pemberitaan. Pasar besar Tiktok ada di Asia Pasifik, Afrika, dan Amerika Latin”.
Demikianlah kondisi medsos kita hari ini dan keterkaitannya dengan media arus utama seperti Kompas. Namun, menghadirkan jurnalisme berkualitas dan dapat dipercaya adalah sebuah elan yang terus diperjuangkan oleh para jurnalis di Kompas, apalagi menjelang pesta demokrasi Pemilu 2024 yang akan menggunakan medsos sebagai cara untuk menjangkau para pemilih. Bagaimanapun, apa yang beredar di medsos tak sepenuhnya sudah terverifikasi dan ini akan menjadi tantangan bagi media-media arus utama seperti Kompas.