Regulasi ”publisher rights” belum rampung. Padahal, Dewan Pers telah menyerahkan draf rancangan perpres tentang tanggung jawab perusahaan platform digital untuk mendukung jurnalisme berkualitas sejak lima bulan lalu.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Regulasi publisher rights atau hak penerbit yang diwacanakan sejak tiga tahun lalu belum juga terwujud. Insan pers Tanah Air menantikan regulasi yang diharapkan mendukung ekosistem media berkelanjutan dan jurnalisme berkualitas itu.
Kelanjutan penyusunan regulasi ini dipertanyakan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) saat bertemu dengan Dewan Pers di Jakarta, Selasa (11/7/2023). Dewan Pers telah menyerahkan draf rancangan peraturan presiden (perpres) tentang tanggung jawab perusahaan platform digital untuk mendukung jurnalisme berkualitas kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika pada 17 Februari lalu.
”Kami paham harus ada harmonisasi di kementerian. Namun, jangan terlalu lama juga. Regulasi ini dinanti,” ujar Ketua Umum AMSI Wenseslaus Manggut di Jakarta, Rabu (12/7/2023).
Regulasi publisher rights dibutuhkan untuk menciptakan ekosistem yang adil bagi penerbit atau media. Sebab, selama ini distribusi konten didominasi oleh perusahaan platform.
Kondisi itu memicu maraknya konten berita daring dengan judul click bait atau umpan klik untuk mengejar trafik tinggi yang bermuara pada pendapatan iklan. Bahkan, tidak jarang menghasilkan informasi yang belum terverifikasi dan disinformasi.
”Kita perlu regulasi untuk memastikan berita berkualitas mendapatkan insentif. Jadi, air bah konten disinformasi bisa diminimalkan,” katanya.
Wenseslaus menuturkan, sejumlah isu penting, seperti tengkes, keberagaman, dan budaya memiliki trafik yang tidak tinggi sehingga impresi iklannya kecil. Padahal, isu-isu ini sangat penting dibahas dan diketahui masyarakat luas.
”Pembacanya kecil dan tidak ramai market. Media enggak punya insentif untuk menulis isu-isu ini,” ujarnya.
Perpres ini adalah upaya menciptakan lapangan pertandingan yang setara antara platform dan media. Selama ini, platform sangat mendominasi dalam penyaluran konten. Dengan terbentuknya ekosistem ini, media bisa menghasilkan produk yang berorientasi pada jurnalisme berkualitas (Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Kominfo Usman Kansong).
Menurut Wenseslaus, kebutuhan regulasi itu semakin mendesak pada tahun politik menjelang Pemilu 2024. Media massa berperan penting dalam menyaring informasi agar masyarakat tidak terhasut hoaks atau kabar bohong.
Regulasi publisher rights juga memuat kepentingan publik. Sebab, masyarakat berhak mendapatkan informasi akurat sebagai referensi dalam menentukan sikap, termasuk pilihan politik.
”Kalau mencemaskan hoaks dan ujaran kebencian dari perayaan pemilu, salah satu solusinya dengan menghadirkan regulasi ini,” ucapnya.
Wenseslaus menambahkan, publisher rights akan mengirimkan pesan bahwa negara menghargai jurnalisme berkualitas. Hal ini butuh dibarengi dengan upaya media memproduksi berita berkualitas yang tidak berorientasi click bait.
”Tren bergerak begitu cepat. Kalau tidak segera diantisipasi, bisa saja regulasi ini hilang relevansinya terhadap konteks yang berkembang. Jadi, regulasinya harus disegerakan,” katanya.
Wakil Ketua Dewan Pers M Agung Dharmajaya menyambut baik inisiatif AMSI untuk mengawal perkembangan pembahasan publisher rights. Menurut dia, terdapat 17 pasal dengan tiga poin utama, yakni business to business, data, dan algoritma. Draf regulasi tersebut sudah berada di tangan pemerintah.
”Pemerintah sudah dalam tahap pembahasan dengan kementerian terkait. Duduk bersama antara platform, publisher, dan pemerintah merupakan gagasan bagus,” katanya.
Finalisasi
Presiden Joko Widodo juga sempat menyinggung rancangan perpres mengenai kerja sama perusahaan platform digital dengan perusahaan pers dalam Hari Pers Nasional di Sumatera Utara pada 9 Februari lalu. Bahkan, Presiden berharap perpres tersebut rampung dalam waktu sebulan.
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Kominfo Usman Kansong mengatakan, penyusunan perpres tersebut telah memasuki finalisasi. ”Sekarang sedang proses harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM. Kami berharap pekan depan sudah diserahkan ke Kementerian Sekretariat Negara,” ucapnya.
Usman menyebutkan, pembahasan perpres mempertimbangkan masukan sejumlah pihak, seperti Dewan Pers dan perusahaan platform digital. Regulasi ini mengatur tanggung jawab platform digital dalam mewujudkan jurnalisme berkualitas dan bekerja sama dalam hal ekonomi dengan media-media di Indonesia.
”Perpres ini adalah upaya menciptakan lapangan pertandingan yang setara antara platform dan media. Selama ini platform sangat mendominasi dalam penyaluran konten. Dengan terbentuknya ekosistem ini, media bisa menghasilkan produk yang berorientasi pada jurnalisme berkualitas,” ujarnya.