Perpres Media Berkelanjutan Tidak Memerlukan Lembaga Baru
Peraturan presiden tentang media berkelanjutan tidak memerlukan lembaga baru di luar Dewan Pers. Hal ini bertujuan agar independensi media massa tetap terjaga.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rancangan peraturan presiden tentang media berkelanjutan yang mengatur tanggung jawab platform digital untuk mendukung jurnalisme berkualitas mesti tetap berlandaskan prinsip kemerdekaan pers. Oleh sebab itu, perpres tersebut tidak memerlukan lembaga baru di luar Dewan Pers agar tetap menjaga independensi media massa.
Dewan Pers telah menyerahkan draf rancangan perpres itu kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika. Pada Pasal 12 draf tersebut diatur mengenai pembentukan badan pelaksana dalam mewujudkan kesepakatan bagi hasil perusahaan platform digital dengan perusahaan media.
”Agar sesuai koridor Undang-Undang Pers (Nomor 40 Tahun 1999), tidak perlu ada lembaga baru di luar Dewan Pers. Kalau memang ada lembaga pelaksana perpres, seyogianya tetap dalam pengelolaan Dewan Pers,” ujar Ketua Komisi Informasi dan Komunikasi Dewan Pers Asmono Wikan di Jakarta, Kamis (2/3/2023).
Regulasi media berkelanjutan ini juga dibahas dalam diskusi Dewan Pers bersama beberapa petinggi media, mantan anggota Dewan Pers, dan para wartawan senior. Sejumlah poin penting yang dibahas ialah tujuan perpres media berkelanjutan untuk menciptakan mekanisme berkeadilan dan saling keterbukaan antara platform digital dan perusahaan pers serta keterbukaan dalam setiap perubahan algoritma dan formula bagi hasil.
Dewan Pers dan konstituen perlu menyatukan sikap supaya punya posisi tawar yang kuat. Selain itu, lembaga pelaksana regulasi tersebut berfungsi memfasilitasi, memediasi, melakukan rekonsiliasi, dan menjadi arbitrase dalam hubungan perusahaan pers dengan platform digital.
”Intinya, bagaimana kehadiran perpres tidak boleh mengganggu independensi dunia pers. Hal ini sesuai dengan dukungan dari insan-insan pers,” ucapnya.
Salah satu kewajiban platform digital yang tertera dalam draf itu adalah mendukung jurnalisme berkualitas dan berbagi data agregat aktivitas pengguna yang berasal dari pemanfaatan konten jurnalistik milik perusahaan pers secara transparan dan adil. Hal ini diharapkan dapat menekan potensi penyebaran konten-konten yang tidak sesuai dengan kode etik jurnalistik atau KEJ.
Dewan Pers dan konstituen perlu menyatukan sikap supaya punya posisi tawar yang kuat.
Dewan Pers menerima 691 pengaduan kasus pers sepanjang 2022. Sekitar 97 persen pelanggaran merupakan konten media digital atau daring. Bentuk pelanggarannya beragam, mulai dari tidak memverifikasi, terindikasi hoaks atau fitnah, hingga konten yang mengandung provokasi seksual (Kompas, 18/1/2023).
”Perpres diharapkan bisa membatasi itu, membuat jurnalisme lebih berkualitas dan mendorong iklim pers yang profesional,” ucapnya.
Draf rancangan perpres Dewan Pers masih berpeluang direvisi oleh Kementerian Kominfo sebagai pihak yang mengajukan izin prakarsa penyusunan perpres tersebut. Saat menghadiri puncak peringatan Hari Pers Nasional (HPN) di Deli Serdang, Sumatera Utara, pada 9 Februari lalu, Presiden Joko Widodo meminta perampungan perpres tidak lebih dari satu bulan.
”Menurut rencana, dalam minggu ini akan ada diskusi lagi (dengan Kementerian Kominfo) terkait draf rancangan perpres. Kami akan mengawal agar ini tetap dalam kerangka UU Pers,” ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Kominfo Usman Kansong menyampaikan, upaya menyusun regulasi yang mengatur hubungan platform digital dan media telah melalui proses panjang. Pada 2021 telah terbentuk tim media berkelanjutan yang menghasilkan rancangan ketentuan hak penerbit media atau publisher rights.
”Kami berusaha melakukan meaningful participation. Tim perumus dari kami membahas (draf) dengan tim media sustainability dan draf usulan dari teman-teman pers,” katanya.
Sementara itu, Google dalam pernyataan resmi di blog-nya, Selasa (14/2), menyampaikan, jika pemerintah ingin membuat regulasi, perusahaan itu sangat mendorong dibentuknya sebuah badan independen yang terpisah dari penerbit berita dan platform digital untuk memastikan integritasnya.
Dengan begitu, debat yang sehat akan mungkin dilakukan dengan mempertimbangkan sudut pandang institusi yang bertujuan melindungi jurnalis dan mendukung kelangsungan hidup berita domestik serta realitas digital pengguna di Indonesia dan sifat teknologi yang global.