Darurat Pengelolaan Sampah di Indonesia
Penuhnya kapasitas TPA di sejumlah daerah menjadi penanda bahwa pengelolaan sampah di Indonesia berada dalam titik kritis.
Penuhnya kapasitas tempat pembuangan akhir sampah di sejumlah daerah menjadi penanda bahwa pengelolaan sampah di Indonesia berada dalam titik kritis. Hal ini diperparah dengan kian banyaknya timbulan sampah tanpa pengelolaan yang optimal sehingga menyebabkan sejumlah persoalan lingkungan, kebersihan, dan kesehatan.
Salah satu contoh kasus tersebut terjadi di TPA Piyungan Yogyakarta. Penuhnya tumpukan sampah yang melebihi kapasitas data tampungnya membuat TPA yang sudah beroperasi sejak 1996 itu di tutup sementara waktu. Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merencanakan menutup layanan TPA Piyungan selama 45 hari, mulai 23 Juli 2023 hingga 5 September 2023.
Penuhnya penampungan sampah di Piyungan sebenarnya sudah diproyeksikan oleh pemerintah daerah setempat. TPA tersebut diperkirakan hanya bisa bertahan hingga akhir tahun 2022. Bahkan, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Yogyakarta menyebutkan bahwa TPA Piyungan sudah melebihi kapasitasnya sejak tahun 2012. Tingginya tampungan sampah ini karena TPA Piyungan menyerap sampah dari tiga daerah, yakni Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Bantul. Setidaknya dalam sehari sekitar 630 ton sampah masuk ke lokasi pembuangan sampah seluas 12,5 hektar itu.
Kasus overcapacity seperti TPA Piyungan itu juga terjadi di daerah lainnya. Di Jawa Barat, kondisi serupa berlangsung di TPA Sarimukti, Kabupaten Bandung Barat. TPA seluas 43,6 hektar ini didesain hanya untuk menampung kapasitas sampah hingga 1,9 juta meter kubik. Namun, area pembuangan tersebut nyatanya menampung 15,4 juta meter kubik sampah hingga saat ini atau sangat jauh dari desain kapasitas awalnya.
Baca juga: TPA Piyungan Buka Terbatas, Tampung Sampah 100 Ton Per Hari dari Kota Yogyakarta
Kondisi TPA pada dua lokasi itu hanyalah contoh kecil dari daruratnya situasi pengelolaan sampah di Indonesia. Sebab, menurut data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan rakyat, pada tahun 2021 terdapat sepuluh provinsi yang status TPA-nya sudah melebihi kapasitas daya tampungannya. Daerah tersebut adalah Provinsi Bengkulu, Kepulauan Riau, Jawa Barat, DIY, dan Banten. Selain itu, juga Provinsi Bali, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Barat, dan Maluku. Kesepuluh daerah tersebut rata-rata terjadi overcapacity sampah yang masuk ke TPA sekitar 62,9 juta meter kubik per tahun. Padahal, kapasitas tampungan sampah per daerah rata-rata hanya 37,1 juta meter kubik per tahun.
Timbulan sampah
Salah satu penyebab meluapnya sampah di TPA karena banyaknya timbulan atau produksi sampah yang terus meningkat dan sulit terbendung. Indikasinya terlihat dari data timbulan sampah yang tercatat di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada periode 2019-2022. Pada tahun 2019, timbulan sampah mencapai 29,3 juta ton dengan rata-rata produksi harian sebesar 80.210 ton. Pada tahun 2022, jumlah produksi sampah melonjak menjadi 33,9 juta ton setahun dengan timbulan sampah harian rata-rata 92.960 ton.
Meningkatnya volume sampah yang tersebut berasal dari berbagai sumber produksi sampah. Berdasarkan data KLHK tahun 2022, komposisi sampah terbesar bersumber dari rumah tangga, yakni mencapai 35,42 persen. Selanjutnya, diikuti buangan sampah dari pasar (31,12 persen), perniagaan (15,61 persen), fasilitas publik (4,9 persen), dan lainnya (12,91 persen).
Besarnya proporsi sumbangan sampah dari rumah tangga tersebut menunjukkan bahwa banyak-sedikitnya timbulan sampah sangat dipengaruhi oleh konsumsi rumah tangga atau banyaknya jumlah penduduk di suatu wilayah. Di kota, timbulan sampah cenderung lebih banyak karena jumlah penduduk yang besar beserta tingginya tingkat konsumsi sehari-hari. Dengan demikian, jumlah volume sampah yang diproduksi cenderung akan terus membesar seiring bertambahnya jumlah penduduk di wilayah perkotaan.
Fenomena tersebut sangat potensial memicu timbulnya masalah lingkungan, terutama ketika sampah-sampah itu tidak mampu diolah kembali menjadi barang yang dapat digunakan (reuse) atau sesuatu yang dapat dikembalikan pada alam (recycle). Akibatnya, limbah ataupun sampah yang berakhir di TPA akan terus menumpuk sehingga TPA bersangkutan menjadi penuh dan melebihi kapasitasnya pada suatu saat.
Baca juga: TPA Piyungan Tutup, Pemda DIY Siapkan Lahan Penampungan Sampah Sementara
Selain produksi sampah yang terus meningkat, tumpukan sampah di TPA yang terus membesar tersebut juga dipicu oleh kurang optimalnya pengelolaan sampah. Idealnya, sampah dan limbah tidak langsung dibuang begitu saja, tetapi juga perlu dipilah dan diolah lebih lanjut agar nilai guna dari sampah-sampah itu terus berlanjut. Dengan demikian, beban lingkungan yang disebabkan oleh sampah dapat ditekan lebih kecil lagi.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, diperlukan pengurangan dan penanganan sampah khususnya untuk limbah dari rumah tangga. Pengurangan sampah yang dimaksud adalah pembatasan timbulan, pendauran ulang, dan pemanfaatan kembali sampah. Untuk penanganan sampah terdiri dari kegiatan pemilahan dan pemisahan sampah sesuai jenis, jumlah dan sifat, pengumpulan dan pemindahan sampah ke tempat penampungan atau pengolahan sampah, pengangkutan sampah, pengolahan sampah, serta pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah ke media lingkungan secara aman.
Sayangnya, sejauh ini, sampah yang dikelola baik dalam kegiatan pengurangan maupun penanganan sampah masih belum maksimal. Berdasarkan data KLHK pada tahun 2022, total pengurangan sampah baru mencakup 16,9 juta ton atau 49,8 persen dari total timbulan sampah. Adapun total penanganan sampah pada tahun yang sama lebih kecil capaiannya, yakni hanya 4,9 juta ton atau sekitar 14,5 persen.
Pengelolaan sampah
Persoalan sampah di Indonesia menjadi tantangan yang berat di masa depan mengingat terbatasnya jumlah TPA berikut daya tampungnya. Apalagi pada tahun 2030, pemerintah menargetkan tidak ada lagi pembangunan TPA sebagai upaya mengurangi emisi karbon dari sumber sampah. Pun jika akan dibangun, penyediaan TPA akan terkendala dengan lahan yang sangat terbatas.
Baca juga: Terdampak Penutupan TPA Piyungan, Pemkot Yogyakarta Minta Bantuan Pemda DIY
Oleh karena itu, perlu mengoptimalkan pengelolaan sampah yang melibatkan berbagai pihak. Hal ini membutuhkan kerja sama dari kalangan masyarakat, pemerintah, dan juga sektor privat. Masyarakat perlu diarahkan untuk mengoptimalkan pengurangan, pemilahan, dan pengolahan sampah. Upaya ini sudah terwujud dalam bentuk bank sampah yang mulai banyak diterapkan di lingkungan RT/RW, desa, ataupun kelurahan. Hanya saja kegiatan ini masih terbatas pada pengolahan sampah jenis tertentu saja seperti plastik maupun kertas. Untuk sampah jenis lainnya belum dapat tertampung karena belum adanya sarana pengelolaan lebih lanjut.
Sektor privat bisa membantu dengan menyediakan produk-produk dengan kemasan yang ramah lingkungan. Hal ini diperlukan agar sampah yang dihasilkan mudah diolah sehingga tidak dimanfaatkan untuk kegunaan lainnya.
Untuk mendukung itu semua, ada baiknya pemerintah dapat menyediakan fasilitas dan teknologi yang mampu dimanfaatkan masyarakat untuk mengolah sampah di lingkup perumahan. Jadi, mendorong partisipasi kesadaran masyarakat untuk mengolah sampahnya secara mandiri di sekitar lingkungan permukiman. Selain itu, pemerintah juga terus berupaya semaksimalnya untuk mendorong keberhasilan program pemanfaatan sampah untuk pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa), waste to energy, dan daur ulang sampah agar menjadi lebih berdaya guna. Dengan demikian, rencana pemerintah untuk meniadakan pembangunan TPA pada tahun 2030 dapat terealisasi. (LITBANG KOMPAS)