Tetap Waspada Hidup Berdampingan dengan Covid-19
Masa endemi bukan berarti kita abai pada Covid-19. Kebiasaan menerapkan protokol kesehatan menjadi modal positif untuk kita hidup bersama Covid-19.
Rabu, 21 Juni 2023, menjadi catatan bersejarah bagi Indonesia setelah tiga tahun lebih mengalami dan berjuang melawan wabah penyakit yang mematikan. Presiden Joko Widodo melalui kanal Youtube Sekretariat Presiden secara remi mengumumkan mencabut status pandemi Covid-19 berubah menjadi endemi.
Fase endemi diputuskan setelah mempertimbangkan angka konfirmasi harian kasus Covid-19 yang mendekati nihil dan tingkat kepemilikan antibodi masyarakat Indonesia sudah mencapai 99 persen.
Keputusan tersebut sejalan dengan pengakhiran status public health emergency of international concern (PHEIC) yang telah dilakukan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) per 5 Mei 2023.
Berakhirnya pandemi, khususnya di Indonesia, merupakan suatu kondisi yang patut disyukuri. Keganasan Covid-19 tidak hanya merenggut nyawa tetapi juga mematikan sendi-sendi kehidupan manusia di semua lini.
Keganasan Covid-19 tidak hanya merenggut nyawa tetapi juga mematikan sendi-sendi kehidupan manusia di semua lini.
Tak hanya sektor kesehatan, tetapi ekonomi, pendidikan, transportasi, pariwisata, dan lainnya juga ikut terdampak. Hingga di rumah saja (stay at home) menjadi pilihan terbaik saat itu saat virus SARS-CoV-2 penyebab penyakit Covid-19 mulai mewabah di Indonesia pada Maret 2020.
Tercatat, hingga per 22 Juni 2023, di Indonesia terjadi 6.811.528 kasus Covid-19 dengan 161.857 jiwa (2,4 persen) yang meninggal dan 6.640.426 (97,5 persen) orang yang sembuh serta 9.245 kasus aktif (0,1 persen).
Indonesia bahkan pernah mencatatkan kasus aktif terbanyak keempat di dunia pada 15 Juli 2021. Namun, kondisi penularan Covid-19 kini sudah terkendali.
Baca juga: Status Pandemi Covid-19 Dicabut, Indonesia Memasuki Masa Endemi
Indeks Pengendalian Covid-19
Semakin terkendalinya kondisi Covid-19 juga tergambar dari capaian Indeks Pengendalian Covid-19 (IPC) yang dilakukan oleh Kompas sejak pertengahan Juli 2021 saat Indonesia mengalami puncak lonjakan kasus Covid-19.
Dalam empat bulan terakhir dari Maret hingga pekan ketiga Juni 2023, terlihat tren IPC nasional masih berfluktuasi, tetapi skornya sudah mendekati 100 (di atas 85) dan terus terjadi peningkatan dari 14 Mei sampai 18 Juni 2023. Memasuki bulan Juni terjadi peningkatan 2 poin skor IPC hingga selama tiga minggu terakhir skor IPC bertahan di angka 91 dan 92.
Perbaikan capaian skor IPC ini disebabkan kedua aspek utama yang menjadi indikator memperlihatkan tren yang meningkat pula.
Dari aspek manajemen infeksi yang mengukur upaya-upaya penanganan sampai terjadinya kasus infeksi dengan indikator kasus terkonfirmasi positif, positivity rate, dan cakupan vaksinasi menunjukkan peningkatan 2 poin pada awal Juni dari minggu sebelumnya dan mencapai skor 42 selama dua minggu terakhir. Hal ini disebabkan kasus terkonfirmasi positif masih ada meski sangat kecil.
Sementara tiga indikator aspek manajemen pengobatan yang mengukur upaya-upaya penanganan setelah terjadinya kasus yaitu, angka kesembuhan, angka kematian, dan tingkat keterisian tempat tidur (BOR) kasus Covid-19, capaian skornya lebih baik bahkan pada dua pekan terakhir mencapai skor tertinggi di angka 50.
Dengan capaian kedua aspek utama pengukur indeks yang terus membaik, termonitor pula kondisi pandemi dan tingkat pengendalian di semua provinsi yang baik pula, hanya Provinsi Maluku Utara yang mengalami penurunan 1 poin dari 88 menjadi 87 di pekan ketiga bulan Juni.
Selain Maluku Utara, ada empat provinsi yang skor IPC-nya masih di bawah 90 sehingga perlu lebih meningkatkan upaya-upaya pencegahan, yaitu Sumatera Selatan, Sulawesi Tengah, Papua, dan Papua Barat.
Secara umum, 29 provinsi menunjukkan IPC yang semakin baik dengan skor di atas 90, bahkan tiga provinsi mencapai skor 97 mendekati 100, yaitu Kepulauan Riau, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Bali. Sementara delapan provinsi mencatatkan kenaikan indeks dalam dua pekan terakhir.
Gambaran capaian IPC Kompas yang semakin membaik tersebut serta kriteria status pandemi menjadi endemi sudah terpenuhi sehingga kini status Covid-19 di Indonesia sudah beralih menjadi endemi. Bagaimana masyarakat harus bersikap pada masa endemi ini?
Baca juga: Indonesia Masuk Endemi Covid-19, Ini Beda Endemi dan Pandemi
Tetap waspada
Meski Indonesia telah berhasil melewati masa-masa kritis selama pandemi Covid-19 dan kini sudah memasuki masa endemi, kewaspadaan masyarakat terhadap kemungkinan penularan penyakit ini harus terus dijaga karena virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 masih ada.
Sebab, jajak pendapat Kompas pada 19-21 Juni lalu memotret masih ada persepsi masyarakat terkait perubahan status pandemi menjadi endemi yang perlu diluruskan.
Ketika ditanya, apa yang anda ketahui atau pahami ketika status pandemi Covid-19 berubah menjadi endemi, enam dari sepuluh responden berpendapat bahwa kehidupan sudah normal kembali seperti sebelum pandemi sehingga tidak perlu lagi menjaga protokol kesehatan (prokes). Kemudian 8 persen responden menyebut virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 sudah tidak ada lagi.
Dengan demikian, sekitar 70 persen responden yang memahami bahwa dengan dicabutnya status pandemi menjadi endemi, penyakit Covid-19 tidak akan muncul dan mewabah lagi. Sebanyak 23,6 persen responden bahkan menyatakan sama sekali tidak akan menerapkan prokes lagi di mana pun dan apa pun kondisinya.
Hanya 27 persen yang memahami, meski status sudah dinyatakan endemi tetapi Covid-19 masih ada dengan kondisi penularan yang terkendali baik nasional maupun global dan menjadi penyakit endemi biasa seperti demam berdarah, malaria, dan tuberkulosis.
Pemahaman baik dan benar tentang kondisi endemi ini membuat masyarakat akan tetap waspada terhadap kemungkinan terjadinya penularan Covid-19.
Sebanyak 14,7 persen responden menyatakan masih akan menerapkan prokes seperti mengenakan masker, sering mencuci tangan, dan menjaga jarak di mana pun berada karena Covid-19 masih ada. Bahkan, separuh responden mengaku menerapkan prokes sudah menjadi kebiasaan sehingga pascapandemi pun kebiasaan itu masih akan dijalankan.
Sementara 35 persen responden menyebut akan menerapkan prokes hanya jika berada di fasilitas umum dan di tengah kerumunan. Adapun 3 persen responden akan menerapkan prokes jika sedang dalam kondisi tidak sehat.
Sikap yang diambil responden terkait penerapan prokes tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat masih waspada untuk menjaga diri sendiri dan orang lain terhadap kemungkinan mewabahnya kembali Covid-19.
Hidup berdampingan dengan Covid-19 tetap membutuhkan kerja sama antara pemerintah dan masyarakat untuk sama-sama menjaga agar virus mematikan tersebut tetap bisa dikendalikan dan tidak mewabah lagi. Masyarakat perlu tahu apa yang harus dilakukan dalam kehidupan sehari-hari pascapandemi.
Hasil jajak pendapat memotret, sebagian besar responden (73,6 persen) menyebut, pascapandemi masyarakat harus tetap menjaga kesehatan dalam arti tahu betul penyakit Covid-19 seperti apa, tahu cara menghindari serta mengobatinya.
Sebanyak 22,5 persen responden juga berpendapat bahwa masyarakat harus memahami prokes pascapandemi yaitu menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat. Fondasi kesehatan yang terbentuk saat pandemi diharapkan tetap dijaga.
Dari sisi pemerintah, 15 persen responden menyebut pemerintah harus memastikan fasilitas kesehatan tingkat pertama hingga rumah sakit siap menangani warga yang harus dirawat karena Covid-19, baik obat-obatan maupun fasilitas. Termasuk memastikan ketersediaan vaksin yang disuarakan 11,8 persen responden.
Di samping itu, 13 persen publik juga mengharapkan pemerintah membuat kebijakan atau aturan khusus yang menjadi panduan masyarakat terkait apa yang seharusnya dilakukan pada masa endemi ketika hidup berdampingan dengan Covid-19.
Ke depan, sangat penting pemerintah dan masyarakat bertanggung jawab untuk saling menjaga dan melindungi agar pengorbanan besar selama masa pandemi Covid-19 menjadi pelajaran berharga supaya wabah dan situasi darurat Covid-19 tidak terjadi lagi. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Pemerintah Siapkan Langkah Menuju Endemi