Preferensi Parpol Perempuan Pemilih Masih Dinamis
Perilaku perempuan pemilih masih dinamis, partai politik mana yang bisa menarik perhatian mereka?

Suasana simulasi pemungutan suara dalam acara Simulasi Pemilu 2019: Perempuan Memiih di Jakarta, Sabtu (6/4/2019).
Pilihan partai politik perempuan pemilih masih bergerak dinamis. Perubahan suara perempuan pada partai papan atas dan papan menengah masih sangat cair.
Selain jumlah pemilihnya yang besar, antusiasme perempuan pemilih mengikuti pesta demokrasi berpotensi menjadi modal bagi partai untuk menambah dukungan.
Dinamika naik turunnya pilihan partai politik jelang Pemilu 2024 juga terjadi pada perempuan pemilih. Perubahan terlihat dari dua hasil survei terakhir yang dilakukan Kompas secara periodik pada Januari dan Mei 2023.
Terpotret, jika dibandingkan survei periode Januari, tiga parpol papan atas mengalami penurunan elektabilitas pada survei Mei 2023, yaitu Partai Golkar (4,3 persen), Partai Demokrat (1,7 persen), dan Partai Nasional Demokrat (Nasdem) turun 1,3 persen.
Turunnya elektabilitas partai berlambang pohon beringin yang cukup signifikan tersebut menggeser posisinya dari urutan ketiga partai papan atas menjadi urutan keempat, digantikan posisinya oleh Partai Demokrat. Elektabilitas Partai Demokrat menjadi 8,3 persen, Partai Golkar 7,3 persen, dan Partai Nasdem 6 persen.

Manuver politik yang dilakukan Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Golkar, yang mengadakan pertemuan pasca-Lebaran dengan Muhaimin Iskandar (Cak Imin), Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden keenam RI yang juga mantan Ketua Umum Partai Demokrat, tak juga mendongkrak elektabilitas partai yang sudah berdiri sejak 1964 tersebut.
Sementara dua partai papan atas yang mengalami kenaikan elektabilitas adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).
PDI-P masih memimpin dengan keterpilihan 20,5 persen, naik tipis (0,6 persen) dari survei Januari 2023. Sementara keterpilihan Partai Gerindra meningkat sebesar 4,7 persen sehingga menjadi 16,7 persen.
Kenaikan yang cukup signifikan tersebut membuat partai pimpinan Prabowo Subianto ini semakin tipis selisihnya (4 persen) dengan PDI-P pada survei Mei 2023 dibandingkan survei Januari 2023 yang masih berjarak 8 persen.
Gambaran elektabilitas kedua partai ini selaras dengan elektabilitas calon presiden yang diusungnya menurut pilihan pemilih perempuan, di mana selisih Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto juga semakin tipis.
Baca juga: Survei Litbang ”Kompas”: Ganjar Dipilih Pemilih Perempuan, Prabowo Populer di Pemilih Laki-laki
Partai papan tengah
Dinamika elektabilitas parpol pilihan perempuan juga tergambar pada parpol papan tengah. Dari lima partai papan tengah, tiga parpol mencatatkan kenaikan elektabilitas, yaitu Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Persatuan Indonesia (Perindo). Masing-masing elektabilitasnya menjadi 4,5 persen untuk PAN, 3,2 persen untuk PPP, dan Perindo meraih 4,2 persen.
Kesamaan arah politik dengan Presiden Jokowi ditengarai menjadi peluang politik bagi PAN dan PPP hingga meningkat elektabilitasnya, apalagi PPP yang sudah secara resmi mengumumkan dukungannya pada Ganjar sebagai capres yang diusung PDI-P.
Sementara Perindo yang secara umum terpotret cenderung turun elektabilitasnya, tetapi dalam kelompok pemilih perempuan justru sebaliknya.
Kenaikan elektabilitas Perindo bisa jadi dipengaruhi oleh gencarnya program dalam membantu UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah) dengan salah satu misinya agar pegiatnya banyak kaum perempuan, sehingga menarik hati pemilih perempuan untuk mendukungnya.

Pemilih menunjukkan jari yang telah dicelupkan ke dalam tinta saat simulasi Pemilu 2019 di Jakarta, Sabtu (6/4/2019).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2021, perempuan mengelola 64,5 persen dari total UMKM di Indonesia atau sekitar 37 juta UMKM.
Sementara dua partai papan tengah lainnya mengalami penurunan elektabilitas, yaitu Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), masing-masing turun 0,3 persen. Posisi PKB masih cenderung stabil meski masih belum tegas menyatakan dukungan capres.
Sementara PKS dan Nasdem yang sama-sama mengalami penurunan elektabilitas pada survei Kompas Mei 2023 tampaknya belum mendapat dampak dari ekor jas atas pencalonan Anies Baswedan sebagai capres yang diusungnya.
Hal ini menjadi paradoks karena hasil survei mencatat pemilih loyal Anies dari kalangan perempuan justru lebih tinggi dibandingkan Ganjar dan Prabowo. Kondisi tersebut menjadi catatan bagi parpol untuk lebih ”memanaskan” mesin partainya sebab figur tampaknya lebih dipilih dibanding partai pengusungnya.
Baca juga: Siapa Paling Loyal, Pendukung Prabowo, Ganjar, atau Anies?
Profil pemilih perempuan
Hasil survei nasional Kompas periode Mei 2023 juga memotret, profil 600 responden dari kalangan perempuan yang diwawancarai di 38 provinsi berdasarkan kelompok generasi menunjukkan gambaran yang berbeda.
Di jajaran partai papan atas, pemilih perempuan dari gen Z (<26 tahun) dan gen Y-Muda (26-33 tahun) cenderung memberikan suaranya untuk Partai Gerindra, PDI-P, dan Demokrat. Sementara dukungan gen Y-Madya (34-41 tahun) terpotret hanya kuat di Gerindra (16,8 persen) dan PDI-P yang dipilih seperempat pemilih perempuan.
Sementara pemilih perempuan dari gen X (42-55 tahun) dan baby boomers (56-74 tahun) arah pilihannya selain PDI-P dan Gerindra juga masih kuat kepada Partai Golkar. Partai Nasdem cukup tinggi mendapat dukungan dari gen X dan gen Z, tetapi itu pun tidak mencapai 10 persen hanya di kisaran 8 persen.
Potret dukungan perempuan menurut kelompok generasi tersebut potensial untuk digarap setiap mesin partai untuk mengubah strategi dalam menarik dukungan.

Apalagi, pemilih perempuan yang jumlahnya lebih dari pemilih laki-laki juga menyatakan akan sekaligus memilih partai, selain capres dan caleg. Hal ini ditegaskan hampir 80 persen responden perempuan.
Artinya, pilihan perempuan pada pesta demokrasi 14 Februari 2024 sudah mempunyai pilihan yang bulat siapa capres, siapa caleg, dan partai apa yang akan dipilih.
Meskipun demikian, masih ada 0,7 persen dari kelompok perempuan dalam survei Kompas yang menyatakan tidak akan menggunakan hak pilihnya atau menjadi golput (golongan putih).
Hal ini menjadi catatan sekaligus tantangan bagi penyelenggara pemilu dan partai politik agar di sisa sembilan bulan sebelum pemilu ini bisa memanfaatkan kesempatan sebaik-baiknya guna meningkatkan partisipasi politik dari pemilih perempuan. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Capres Pilihan Pemilih Perempuan, Apa Daya Tariknya?