Prospek Erick Thohir di Tengah Perburuan Cawapres
Erick Thohir belakangan banyak dirujuk sebagai sosok yang layak dinominasikan sebagai calon wakil presiden. Apa kelebihan dan keterbatasannya?
Agenda persaingan antar-kekuatan politik jelang Pemilu Presiden 2024 belakangan ini mulai beralih tidak lagi pada penentuan calon presiden yang akan diusung, tetapi pada penentuan siapa sosok calon wakil presiden atau cawapres yang dinilai mampu menguatkan modal politik calon presiden terpilih.
Dari beragam tokoh yang dimunculkan, Erick Thohir, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berlatar belakang pengusaha itu, menjadi salah satu rujukan. Presiden Joko Widodo, misalnya, merujuk Erick Thohir sosok yang paling awal disebut yang ia nilai cocok sebagai cawapres Ganjar Pranowo.
”Yang cocok banyak. Banyak. Ada Pak Erick (Erick Thohir), ada Pak Sandiaga Uno, kan, banyak, kan. Ada Pak Mahfud (Mahfud MD), ada Pak Ridwan Kamil, kan, banyak. Siapa lagi? Ada Cak Imin (Muhaimin Iskandar), ada Pak Airlangga (Airlangga Hartarto),” ungkap Presiden selepas shalat Idul Fitri di Masjid Raya Sheikh Zayed, Solo, Jawa Tengah.
Selain Presiden Jokowi, Erick Thohir juga dirujuk berbagai pengurus PBNU menjadi cawapres. Saifullah Yusuf, Sekretaris Jenderal PBNU, dalam berbagai pemberitaan di media massa mengungkapkan, banyak warga NU menginginkan Erick Thohir menjadi cawapres.
Selain itu, Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor Yaqut Cholil Qoumas menyebut pula Erick Thohir, satu dari empat nama yang dinilai layak mendampingi capres dari PDI-P, Ganjar Pranowo, di Pilpres 2024. Selain Erick Thohir, ada Mahfud MD, Sandiaga Uno, dan Ridwan Kamil. Khusus pada Erick Thohir, Yaqut Cholil Qoumas beralasan, selain kader Ansor-Banser, Erick Thohir juga memiliki kemampuan manajerial dan kemampuan dalam membuat terobosan ekonomi yang sudah teruji beberapa kali.
Selain dirujuk oleh berbagai pihak, Erick juga mulai terdeteksi popularitas, preferensi, hingga elektabilitasnya dalam survei opini publik. Merujuk pada berbagai survei opini publik yang dilakukan Litbang Kompas, misalnya, arena politik yang mulai dikuasai Erick Thohir, khususnya dalam posisi sebagai cawapres, semakin meluas.
Survei terakhir yang dilakukan pada akhir Januari hingga awal Februari 2023 lalu menunjukkan Erick dipilih oleh 3,1 persen responden. Posisinya berada pada urutan ke-7. Akan tetapi, jika sosok Ganjar, Prabowo, dan Anies dikeluarkan dari preferensi publik sebagai cawapres, Erick Thohir menjadi cawapres pilihan setelah Sandiaga Uno, Ridwan Kamil, dan Agus Harimurti Yudhoyono.
Jika dibandingkan dengan periode survei sebelumnya, terdapat peningkatan kendati tidak signifikan. Survei pada Oktober 2022, hanya sekitar 2,4 persen responden yang merujuk dirinya sebagai cawapres pilihan. Begitu pun dari sisi urutan, masih terpaut di belakang nama-nama cawapres yang selama ini lebih tenar.
Namun, menariknya, kehadiran sosok Erick Thohir dalam posisi cawapres tampak semakin besar jika dipasangkan dengan setiap sosok capres yang dirujuk publik. Jika berpasangan dengan Ganjar, misalnya, dari semula hanya elektabilitas Erick Thohir hanya 2,3 persen dirujuk, pada survei terakhir menjadi 8,6 persen.
Begitu pula jika berpasangan dengan Prabowo, melonjak dari semula 1,4 persen menjadi 4,9 persen. Semua ini, kendati belum sedemikian masif, menunjukkan adanya perluasan penerimaan masyarakat terhadap Erick Thohir sebagai cawapres.
Dibandingkan dengan sosok-sosok lainnya yang dinominasikan publik sebagai cawapres, Erick Thohir tergolong punya perbedaan. Ia bukan tokoh yang dilahirkan partai politik. Namun, sebelum menjadi menteri BUMN, ia dikenal dekat dengan Presiden Jokowi.
Kedekatannya terlihat sejak ia menjadi Ketua Panitia Pelaksana Asian Games 2018 dan berlanjut dalam Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-Ma'ruf Amin dalam pemilihan umum Presiden Indonesia 2019. Erick Thohir yang berlatar pengusaha dan pendiri Mahaka Group ini juga menjabat Ketua Umum Masyarakat Ekonomi Syariah sejak 23 Januari 2021. Begitu pula, sejak 16 Februari 2023 lalu, ia menjabat sebagai Ketua Umum PSSI.
Dengan beragam latar belakang yang ia miliki, dapat dikatakan kekuatan modal politik Erick Thohir terbilang lengkap. Baik secara ekonomi, simbolik, maupun kapital sosialnya potensial dapat diberdayakan dalam menguasai para pemilih.
Sejauh ini, seperti tecermin dari hasil elektabilitas dirinya, memang belum banyak mengambil tempat atas pilihan publik. Problem terbesar, ia masih belum populer, dikenal publik. Hingga survei terakhir, tidak kurang 41,3 persen responden mengaku tidak mengenal sosoknya.
Selebihnya, sekitar 58,7 persen responden, mengetahui sosok Erick Thohir. Dibandingkan dengan survei Oktober 2022 lalu, terjadi peningkatan. Kala itu, baru 53,5 persen yang mengetahuinya. Diperkirakan pengenalan publik pada dirinya semakin meningkat lagi sejalan dengan semakin populer sosoknya dalam berbagai pemberitaan media massa terkait dengan jabatan ketua umum PSSI yang disandang.
Sisi kelebihannya, sekalipun ia belum dikenal sebagian publik, sosoknya relatif banyak disukai. Hasil survei menunjukkan, tidak kurang dari tiga perempat bagian responden (75,9 persen) yang mengenal Erick Thohir menyukai sosoknya.
Sebelumnya hanya dua pertiga (67,9 persen) yang menyukai Erick Thohir. Sedemikian tingginya preferensi publik terhadap Erick Thohir menjadi modal politik yang relevan bagi siapa pun capres yang bakal meminangnya.
Baca juga Kompaspedia: Profil Erick Thohir
Apabila ditelusuri lebih jauh, dengan bekal preferensi publik yang terbilang tinggi, semakin potensial pula peluang peningkatan dukungan publik. Terlebih, preferensi publik pada Erick Thohir tersebar pada setiap kalangan dengan karakteristik yang beragam.
Dari sisi sebaran wilayah, misalnya, mereka yang menyukai sosok Erick Thohir terbilang proporsional. Sebagian besar terkonsentrasi di Pulau Jawa. Tiga provinsi besar di Jawa, yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah, relatif tinggi yang menyukainya. Di luar Jawa terbilang proporsional, baik di Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, Bali dan Nusa Tenggara, hingga Maluku serta Papua.
Dari basis identitas sosial, sosok Erick Thohir berpotensi disukai kaum pria. Sementara dari sisi usia, mereka yang berusia produktif 24-60 tahun berpotensi menjadi basis kekuatannya. Preferensi pada Erick Thohir juga tampak pada setiap level jenjang pendidikan, tetapi cenderung terkonsentrasi pada kelompok pendidikan menengah dan tinggi. Begitu pula dari sisi ekonomi, cenderung terkonsentrasi pada kalangan menengah ke atas.
Terbilang menarik mencermati preferensi publik dari sisi keagamaan. Erick Thohir cenderung disukai secara proporsional oleh beragam latar belakang keagamaan responden. Tertinggi, ia disukai oleh mereka yang mengaku kaum Nahdlatul Ulama (67,7 persen). Berikutnya, oleh kalangan pemeluk Islam lainnya (22,3 persen). Selebihnya, ia disukai oleh pemeluk agama selain Islam.
Tak kurang proporsional, Erick Tohir juga disukai kalangan dari beragam pemilih partai politik. Sekalipun ia berada dalam barisan pemerintahan, para pemilih partai-partai oposisi pemerintahan juga menyukai dirinya. Pemilih PDI-P memang menjadi yang terbesar. Menyusul selanjutnya Gerindra, Demokrat, dan Golkar. Barisan pemilih partai selanjutnya adalah PKS, PKB, dan Nasdem.
Dengan beragam karakteristik publik yang menyukainya, Erick Thohir terbilang berpotensi untuk dipasangkan sebagai cawapres. Terlebih semakin berjalannya waktu, preferensi publik padanya semakin membesar.
Kendati memiliki beberapa keterbatasan, bisa jadi semua itu menjadi luruh tatkala kelak elektabilitas Erick semakin bertambah sejalan dengan kian banyak tokoh publik yang merujuk dirinya sebagai cawapres. Tinggal persoalannya sekarang, dengan segenap kelebihan dan keterbatasan yang ia miliki, pada sosok capres mana ia layak disandingkan? (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Kampanye Ganjar-Erick Ramai Diusung Sukarelawan di Media Sosial