Lebaran Turut Mendorong Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi Nasional
Lebaran menjadi salah satu momentum penting dalam meningkatkan perekonomian nasional. Masifnya pergerakan pemudik yang disertai dengan aktivitas konsumsi yang besar membuat roda perekonomian terus melaju.
Ramadhan dan Idul Fitri turut mempercepat perputaran ekonomi nasional. Bagaimana tidak, besaran pengeluaran untuk konsumsi cenderung lebih tinggi dari hari-hari biasanya. Tak hanya oleh penduduk yang merayakannya, euforia Ramadhan dan Lebaran yang sudah membudaya juga turut diikuti hampir seluruh penduduk Indonesia.
Pada Lebaran 2019, momentum Lebaran turut mengakselerasi pertumbuhan ekonomi triwulan II-2019 sebesar 5,05 persen secara tahunan. Demikian pula pada tahun lalu, pertumbuhan ekonomi triwulan II-2022 yang bertepatan dengan perayaan Idul Fitri membuat perekonomian tumbuh 5,44 persen secara tahunan.
Tahun ini, Lebaran membawa harapan peningkatan pertumbuhan ekonomi di tengah kondisi global yang penuh ketidakpastian. Hasil survei Kementerian Perhubungan menunjukkan, hampir separuh dari populasi Indonesia, yakni 123,8 juta jiwa, akan melakukan perjalanan selama libur Lebaran 2023. Dibandingkan dengan tahun lalu, prediksi jumlah pemudik tahun ini naik 14,2 persen.
Lonjakan jumlah pelaku perjalanan tersebut tentu saja akan mengakselerasi beragam kegiatan ekonomi yang berdampak langsung bagi daerah yang menjadi tujuan para pemudik. Nilai transaksi belanja beraneka produk yang dijual di daerah-daerah melonjak, sajian-sajian kuliner laris diserbu banyak pembeli dari luar daerah. Angka kunjungan wisata lokal juga turut meningkat seiring maraknya jumlah pemudik yang hadir di wilayah setempat.
Konsumsi di sektor transportasi turut terakselerasi. Masifnya penggunaan kendaraan pribadi dan transportasi umum membuat belanja sektor ini memiliki andil besar dalam berkontribusi mendorong kemajuan ekonomi masa Lebaran.
Secara persentase, kendaraan pribadi paling banyak dipilih pemudik. Hal ini berkaitan erat dengan kian baiknya fasilitas infrastruktur jalan raya jalan tol atau non-tol yang membentang di sejumlah wilayah Indonesia.
Peningkatan
Masifnya pergerakan manusia berpotensi besar meningkatkan jumlah perputaran uang dalam tempo singkat. Kementerian Keuangan memperkirakan peningkatan perputaran uang Lebaran 10-15 persen dibandingkan dengan tahun lalu.
Selain karena jumlah pelaku perjalanan meningkat, perputaran uang ini tinggi juga karena nilai anggaran Lebaran setiap orang bertambah besar. Guna mencukupi kebutuhan uang masyarakat pada Ramadhan dan Lebaran 2023, Bank Indonesia menyediakan uang tunai Rp 195 triliun, meningkat 8,22 persen dibandingkan dengan tahun 2022.
Persiapan finansial masyarakat tertangkap dari hasil jajak pendapat Litbang Kompas yang dilakukan pertengahan April 2023. Hampir separuh responden menyatakan, dana yang disiapkan untuk Lebaran tahun ini lebih besar dari tahun lalu.
Hal ini berkorelasi positif bagi perkembangan ekonomi setelah pandemi. Setelah berbagai pembatasan dilonggarkan dan ditiadakan, diharapkan aktivitas ekonomi membaik sehingga belanja atau konsumsi masyarakat turut meningkat.
Salah satu sumber belanja yang potensial mendorong tingkat konsumsi masa Lebaran adalah tunjangan hari raya (THR). Semua pekerja swasta dan pegawai pemerintahan mendapat THR untuk menopang aktivitas hari raya. Anggaran dana Rp 38,9 triliun dibagikan kepada ASN. Anggaran tahun ini lebih besar daripada tahun lalu, Rp 34,3 triliun.
Pada masa Lebaran 2023, belanja masyarakat diperkirakan tumbuh lebih tinggi ketimbang Lebaran sebelumnya. Ada nuansa ”balas dendam” yang tampaknya memicu masyarakat untuk membelanjakan uang lebih banyak.
Selama pandemi 2020-2021, pembatasan aktivitas masyarakat sangat ketat, tak terkecuali selama Lebaran. Baru pada tahun 2022 pergerakan masyarakat lebih longgar, termasuk aktivitas mudik.
Terkait urusan finansial, dua dari lima responden mengaku anggaran Lebaran tahun ini sama dengan tahun lalu, tak bertambah dan tidak berkurang. Sisanya, sekitar 14 persen responden menyatakan anggaran Lebaran tahun ini lebih kecil daripada tahun sebelumnya.
Secara umum, persiapan finansial masyarakat masa Lebaran tahun ini lebih baik dari tahun lalu. Satu indikasinya terlihat dari hasil jajak pendapat Litbang Kompas tentang topik Lebaran pada 2022.
Temuannya, 37,4 persen responden yang anggaran Lebaran-nya lebih besar dari tahun 2021. Sementara itu, sepertiga lainnya tidak meningkat ataupun berkurang dan 28,4 persen lainnya menganggarkan lebih kecil. Hal ini kian menguatkan bahwa proyeksi peningkatan ekonomi Lebaran tahun ini lebih besar dari sebelumnya.
Secara nominal uang, pada Lebaran tahun ini ada sepertiga responden menganggarkan dana Rp 1 juta-Rp 3 juta. Sekitar 17,4 persen responden lainnya menyisihkan dana Rp 3 juta-Rp 7 juta, sedangkan 5 persen responden lainnya lagi yang merupakan kelompok menengah atas mempersiapkan dana lebih dari Rp 7 juta.
Hanya sepersepuluh responden yang menganggarkan kurang dari Rp 1 juta. Sisanya mengaku tidak mengalokasikan dana khusus untuk Lebaran tahun ini. Sebagian besar responden yang tidak menyiapkan dana Lebaran ini berasal dari kelas sosial ekonomi bawah.
Berbelanja
Dana yang sudah dianggarkan responden tersebut dialokasikan untuk beberapa pos pengeluaran. Sekitar 51 persen responden mengaku alokasi anggaran terbesar untuk berbagi angpau kepada saudara, seperti adik, keponakan, dan sepupu. Pengeluaran ini lebih banyak dialokasikan oleh kelompok responden usia produktif, 24-55 tahun. Namun, tak sedikit kelompok responden milenial, yakni sekitar sepertiga, yang saat itu juga berencana memberikan ”THR” untuk sanak saudaranya.
Tak selalu dari kelompok berpunya, tradisi ”salam tempel” juga dilakukan responden kelas sosial ekonomi bawah. Kendati sebagian besar menganggarkan dana relatif lebih kecil dari kelompok responden lainnya, hal itu tak menyurutkan niat mereka untuk berbagi.
Menariknya, proporsi kelompok responden kelas bawah yang membagikan angpau Lebaran relatif lebih besar daripada responden kelas menengah atas. Secara keseluruhan, proporsi kelompok menengah bawah merupakan yang terbanyak dalam kesediaannya menyiapkan angpau dibandingkan kelompok ekonomi lainnya.
Salah satu pos pengeluaran yang tak pernah terlupakan ketika Lebaran adalah belanja. Dari beragam kelompok belanjaan, proporsi pengeluaran untuk makanan atau hidangan Lebaran menjadi yang terbesar. Belanja pakaian dan sepatu baru juga cukup menjadi prioritas responden saat Lebaran.
Fenomena tersebut akan turut meningkatkan kinerja sektor perekonomian secara nasional. Salah satunya tergambar dari besaran indeks manufaktur (prompt manufacturing index) atau PMI-BI. Bank Indonesia memprediksi, indeks manufaktur triwulan II tahun ini akan mencapai 54,79 persen, naik 4,05 persen dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Jika ditelusuri menurut subsektornya, industri tekstil dan pakaian jadi diprediksi mencatat besaran PMI-BI yang tertinggi, yakni 58,52 persen. Begitu pula dengan indeks manufaktur industri makanan dan minuman diperkirakan mencapai 56,42 persen triwulan II tahun ini.
Realisasi dari potensi tersebut akan mendorong pertumbuhan ekonomi, khususnya dari subsektor terkait. Lebaran tahun lalu, dua subsektor itu berhasil mencatatkan pertumbuhan positif setelah dua tahun terdisrupsi akibat pandemi. Terutama subsektor industri tekstil dan pakaian jadi yang terkontraksi cukup dalam.
Sektor lain yang turut merasakan dampak Lebaran adalah transportasi karena perayaan hari raya Idul Fitri identik dengan kegiatan mudik ke kampung halaman. Hampir sepertiga responden menyatakan transportasi perjalanan mudik menjadi salah satu pos pengeluaran terbesar selama Lebaran. Pos anggaran belanja berikutnya yang memperbesar pengeluaran masa Lebaran adalah wisata bersama keluarga.
Pada Lebaran tahun ini, aktivitas pembatasan sosial terkait wabah Covid-19 ditiadakan sehingga memberi kesempatan besar bagi semua pengelola obyek wisata untuk menarik wisatawan sebanyak-banyaknya. Potensi ekonomi wisata ini sangat besar karena rencana liburan hampir merata diagendakan oleh semua golongan lapisan masyarakat.
Tentu saja, dengan tingginya animo liburan tersebut, sektor pendukung jasa wisata akan turut merasakan dampak positifnya. Salah satunya berupa peningkatan permintaan untuk jasa penginapan dan hotel. Sekitar 16 persen responden mengaku akan singgah di hotel atau penginapan ketika melakukan perjalanan ke luar kota lebih dari satu hari.
Baca juga: Anomali Ekonomi Lebaran di Tengah Pandemi
Dilihat dari cakupan daerahnya, wilayah di Jawa berpotensi mengalami dampak ekonomi terbesar. Semua provinsi di Jawa jadi tujuan utama pelaku perjalanan yang merupakan daerah penyumbang migran terbesar ke daerah perkotaan.
Selain di Jawa, ada sejumlah pulau di Indonesia yang memiliki tingkat perjalanan mudik relatif tinggi. Daerah itu, seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan sebagian wilayah Nusa Tenggara seperti Bali dan Lombok. Jadi, tingginya perjalanan masyarakat pada momentum Lebaran menjadi peluang sangat besar untuk meningkatkan perekonomian. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Geliat Ekonomi Tanpa Mudik