Sebagai calon presiden, Ganjar Pranowo memiliki beberapa keterbatasan dalam penguasaan arena politik. Guna perluasan basis penguasaan pemilih, kehadiran pasangan cawapres menjadi signifikan. Siapa yang paling berprospek?
Oleh
Bestian Nainggolan
·5 menit baca
Merujuk hasil survei opini publik, peta persaingan di antara calon presiden (capres) dalam penguasaan dukungan pemilih terbilang ketat. Hingga saat ini, belum ada satu pun di antara ketiga sosok peraih dukungan publik terbesar, yaitu Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Anies Baswedan yang berhasil memperlebar jarak keterpautan dengan para pesaingnya.
Selain kompetitif, hasil survei juga mengindikasikan adanya berbagai celah keterbatasan yang dimiliki ketiga sosok capres dalam penguasaan arena politik. Paling mencolok, sejauh ini belum ada satu pun sosok capres yang mampu menguasai secara proposional di seluruh wilayah persaingan. Terdapat memang dominasi penguasaan wilayah oleh seorang capres. Akan tetapi, pada wilayah lain, justru penguasaannya terbilang minim.
Semua celah keterbatasan yang melekat sekaligus mengindikasikan pentingnya kehadiran pasangan calon wakil presiden (cawapres) guna memperluas basis penguasaan dukungan. Kehadiran cawapres menjadi signifikan, tidak lagi sebatas pelengkap sosok capres, tetapi juga motor penarik dukungan pemilih di wilayah-wilayah yang terbilang minim dukungan.
Kondisi demikian terbilang relevan pada Ganjar, sosok yang baru saja resmi dicapreskan PDI-P. Sekalipun elektabilitas Ganjar terbilang tinggi, tetapi masih tergolong rawan. Tingginya proporsi barisan pendukung yang kurang loyal (swing voter), hampir separuh bagian dari total pendukungnya saat ini, belum dapat menjaminkan kemenangan dalam pemilu mendatang.
Pada sisi lain, kekuatan Ganjar dalam penguasaan arena politik masih terbilang terbatas. Dari berbagai hasil survei yang dilakukan secara periodik, menunjukkan para pendukungnya masih tersegmentasi pada wilayah dan karakteristik sosial ekonomi tertentu. Gambaran pendukung Ganjar belum menunjukkan wajah pemilih yang proporsional layaknya gambaran penduduk di negeri ini.
Sebagai gambaran, dari sisi sebaran pendukungnya sebagian besar lebih terkonsentrasi di Pulau Jawa, dan lebih khusus lagi di Provinsi Jawa Tengah serta Jawa Timur. Sekalipun pada survei terakhir, Januari-Februari 2023 mulai tampak dukungan dari pemilih di luar Jawa, hanya terjadi pada wilayah Bali, Nusa Tenggara Timur, dan Kalimantan yang signifikan. Dukungan terhadap Ganjar di Jawa Barat, Banten, sebagian besar Sulawesi, dan sebagian Sumatera tampak rendah.
Selain dari sisi sebaran wilayah, pencermatan terhadap latar belakang identitas dan kehidupan sosial ekonomi pendukungnya pun tersegmentasi. Dukungan terhadap Ganjar banyak ditunjukkan kaum muda, termasuk pemilih pemula, tetapi kurang pada kalangan yang berusia dewasa produktif (41-60 tahun).
Pada sisi lain, yang juga menjadi pembeda dengan capres lainnya, proporsi dukungan kaum perempuan pada Ganjar tergolong rendah, di bawah rata-rata proporsi pemilih perempuan secara nasional.
Dengan berbagai catatan keterbatasan penguasaan arena politik ataupun karakteristik pendukung semacam inilah, peran kehadiran pasangan cawapres diperlukan Ganjar. Persoalannya, siapa yang paling layak dipasangkan dengan dirinya?
Presiden Joko Widodo selepas shalat Idul Fitri di Masjid Raya Sheikh Zayed Solo, Jawa Tengah, menyebut sejumlah sosok yang dinilai cocok sebagai cawapres Ganjar. ”Yang cocok banyak. Banyak. Ada Pak Erick (Erick Thohir), ada Pak Sandiaga Uno, kan banyak kan. Ada Pak Mahfud (Mahfud MD), ada Pak Ridwan Kamil, kan banyak. Siapa lagi? Ada Cak Imin (Muhaimin Iskandar), ada Pak Airlangga (Airlangga Hartarto),” ungkap Presiden. Bahkan, selanjutnya, Presiden juga menambahkan Prabowo.
Dari ketujuh nama yang disebutkan Presiden akan menjadi semakin bertambah lagi jika hasil survei opini publik dijadikan referensi. Dalam kacamata pandang publik, nama Anies Baswedan juga disebut. Selain Anies, mantan Panglima TNI Jendral (Purn) Andika Perkasa, Agus Harimurti Yudhoyono, Khofifah Indarparawansa, dan bahkan rekan satu partai Ganjar yang juga Ketua DPR, Puan Maharani, turut disebut.
Merujuk pada seluruh sosok itu, tampaknya tidak semua layak dipasangkan dengan Ganjar. Pasalnya, tidak semua dari tokoh tersebut, dengan segenap kapital politik yang dimilikinya mampu menutup sisi keterbatasan Ganjar dalam penguasaan arena politik. Sekalipun di antara sosok yang ternominasikan itu memiliki daya tawar politik yang kuat, tetapi jika dikaji memiliki penguasaan wilayah dukungan yang agak mirip dengan Ganjar. Dalam konteks memperluas wilayah penguasaan, tentu saja sumbangan sosok semacam ini kurang relevan.
Berdasarkan hasil survei terakhir, sosok Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Barat yang kini menjadi kader Golkar, paling dipilih terbesar responden (16 persen). Dari sisi potensi kapital politik yang dimiliki Ridwan pun terbilang mampu mengisi keterbatasan Ganjar, terutama terkait dengan perluasan dukungan di Jawa Barat, arena politik dengan jumlah pemilih terbanyak.
Berdasarkan survei Litbang Kompas yang dilakukan secara khusus di Jawa Barat, preferensi publik serta elektabilitas Ridwan tergolong tinggi. Dari seluruh pendukungnya di Jawa, sebesar 44 persen terkonsentrasi di Jawa Barat.
Selain itu, dari sisi karakteristik pemilihnya, seperti jenis kelamin pendukung, juga menjadi nilai lebih bagi pasangan ini. Ridwan yang cenderung didukung kaum perempuan lebih banyak (56,1 persen) juga dapat menutupi keterbatasan Ganjar yang cenderung dipilih kaum laki-laki (53,5 persen).
Begitu pula, dari sisi usia, terbilang tingginya proporsi pemilih berusia lanjut, di atas 60 tahun, yang menjadi pendukung Ridwan menjadi sisi lebih dalam melengkapi keterbatasan pemilih Ganjar pada kelompok usia ini.
Dari sisi pilihan partai politik pun, para pendukung Ridwan yang tersebar pada masing-masing partai politik pun menjadi nilai lebih bagi Ganjar. Sekalipun kini menjadi bagian dari Golkar, pendukungnya berasal dari beragam latar belakang ideologi partai. Pemilih Ridwan secara proporsional tersebar di PDI-P, Gerindra, Demokrat, Golkar, PKB, Nasdem, PKS, dan partai lainnya. Proporsionalitas pendukung dari sisi latar belakang partai ini menjadi penting lantaran basis dukungan Ganjar yang selama ini cenderung terkonsentrasi pada PDI-P.
Akan tetapi, selain semua kelebihan yang dimiliki, terdapat pula beberapa catatan krusial yang potensial menghambat gerak penguasaan pemilih. Berpasangan dengan Ridwan, misalnya, justru membuat wilayah penguasaan semakin terkonsentrasi pada pemilih di Jawa. Perluasan pengaruh di luar Jawa tidak banyak terjadi, kecuali untuk sebagian provinsi di Sumatera, seperti Sumatera Utara.
Pada sisi lain, keterbatasan dukungan pada Ganjar dari sisi segmen pemilih pun tampaknya terbatas. Pada pasangan ini, konsentrasi usia pemilih menjadi semakin terfokus pada kalangan muda dan lanjut usia. Sementara, pada kalangan berusia produktif 41-60 tahun yang jumlahnya terbatas pada Ganjar tetap tidak terlengkapi.
Selain Ridwan Kamil, Sandiaga Uno juga memiliki daya tawar politik yang terbilang tinggi dipasangkan dengan Ganjar. Berpasangan dengan Sandiaga, potensi perluasan dukungan Ganjar juga potensial meluas. Beberapa karakteristik pendukung yang menjadi keterbatasan Ganjar, yang tidak terlengkapi Ridwan, dapat terpenuhi. Namun, seberapa besar potensi pasangan Ganjar-Sandiaga akan menguasai arena politik pemilu mendatang? (Bersambung) (LITBANG KOMPAS)
Edisi selanjutnya: Prospek Ganjar-Ridwan atau Ganjar-Sandi?