Minuteman III Versus Sarmat dan Potensi Serangan Nuklir
Dua bulan setelah melakukan invasi militer, Rusia meluncurkan rudal ICBM terbesarnya RS-28 Sarmat yang dilengkapi hulu ledak nuklir. Jika digunakan, potensi kehancuran total seluruh umat manusia akan di depan mata.
Oleh
M Toto Suryaningtyas
·4 menit baca
Pada 4 Oktober 1957, Uni Soviet berhasil meluncurkan satelit buatan pertama di dunia, Sputnik, ke orbit. Operator radio Amerika Serikat bagian timur mengalihkan sinyal ke pita frekuensi yang lebih rendah dan dengan cemas mendengarkan saat Sputnik seberat 184 pon mengeluarkan bunyi mekanis ”... bip... bip... bip...”.
Dalam beberapa jam, rakyat AS mendengar siaran tentang transmisi Sputnik tersebut melalui siaran radio dan televisi. Kejadian itu seakan menjadi ”hantu di siang bolong” yang mengonfirmasi ketakutan terburuk AS bahwa Uni Soviet telah melampaui teknologi AS dan mendapatkan supremasi luar angkasa.
Kisah perlombaan teknologi pada masa awal eksplorasi ruang angkasa yang diangkat oleh npr.gov, badan nasional di AS, itu kini seakan hadir kembali dan menghantui rakyat AS. Dikembangkan setahun setelah Putin berkuasa tahun 1999, Rusia kini kembali selangkah lebih maju dalam mencapai teknologi rudal balistik antarbenua (ICBM) generasi kelima.
Hal itu ditandai dengan rencana produksi massal rudal ICBM terbesar dan terkuat Rusia, RS-28 Sarmat (SS-X-30 atau Satan II) setelah uji coba yang sukses pada 20 April 2022, dua bulan setelah invasi Rusia ke Ukraina. Saat itu, rudal tanpa hulu ledak diluncurkan dari Plesetsk di Rusia barat ke Semenanjung Kamchatka di timur sejauh lebih kurang 5.000 kilometer hanya dalam 20 menit. Rudal mengenai telak sasaran menciptakan kawah berdiameter 20 meter dan sedalam 8 meter.
Vladimir Grigoryevich Degtyar, kepala desainer pusat roket Rusia, sebagaimana diwawancara televisi Rusia Zvezda mengatakan, rudal ini memiliki keunggulan dibandingkan dengan pendahulunya, R-36M-2 Voyevoda (SS-18 Satan I), dalam hal kekuatan hulu ledak nuklir, jarak jangkau, akurasi, kecepatan hipersonik dan hulu ledak tipe boost glide yang mampu mengecoh sistem pertahanan udara milik Barat.
Sarmat juga diklaim memiliki kekebalan lengkap saat menembus sistem pertahanan antirudal buatan Barat. ”Sarmat dilengkapi dengan hulu ledak manuver paling canggih,” kata Degtyar. Dia menggambarkan Sarmat sebagai pencapaian puncak dalam teknologi roket. Sistem misil ini dipercaya akan menjamin keamanan Rusia dari ancaman asing selama 40-50 tahun mendatang.
Tak mengherankan, sesaat setelah keberhasilan uji coba peluncuran rudal Sarmat pada 20 April 2022, Presiden Rusia Vladimir Putin sesumbar. ”Sarmat memiliki karakteristik taktis dan teknis tertinggi yang mampu mengatasi semua pertahanan antirudal modern. Ia tidak memiliki tandingan di dunia dalam waktu yang panjang,” kata Putin di televisi Rusia sesaat setelah uji terbang (Guardian, 20/4/2022).
Tak gentar
Meski memiliki kehebatan luar biasa, juru bicara Pentagon, John Kirby, menanggapi dengan nada ”santai” terkait dengan kemampuan baru Rusia dengan ICBM Sarmat sehari setelah peluncuran. ”Tes ICBM Rusia itu tidak dianggap sebagai ancaman bagi Amerika Serikat dan sekutunya,” kata Kirby dalam rilis resmi Pentagon pada Kamis (21/4/2022).
Keyakinan itu merujuk pada kondisi aktual Rusia di medan perang Ukraina saat itu dan fakta bahwa Rusia memberitahukan perkembangan pengembangan ICBM mereka sesuai dengan traktat nuklir. Selain itu, tanpa peluncuran Sarmat pun, Presiden Putin sudah melancarkan ancaman serangan nuklir kepada negara Amerika dan sekutunya yang mendukung Ukraina secara militer, politik, dan ekonomi.
Memang, dibandingkan dengan ICBM Sarmat, rudal andalan AS, Minuteman III, ibarat beda generasi. Selain kalah secara dimensi tinggi, berat, dan jangkauan, juga secara usia sistem teknologi. Sistem ICBM Minuteman III ditempatkan pertama kali tahun 1970 dan semula dirancang hanya untuk rentang waktu operasional 10 tahun. Minuteman III merupakan pengembangan seri Minuteman II dan Minuteman I yang dirintis pada akhir 1950-an dan sudah dipensiunkan.
Meski tua, Minuteman III terus mengalami pembaruan untuk membuat rudal tetap memadai hingga 2030. Saat ini, terdapat 400 rudal Minuteman III berlokasi di pangkalan angkatan udara Warren, Wyoming; Malmstrom, Montana; dan Minot, Dakota Utara. Sama seperti ”tujuan ideal ICBM Rusia”, sistem Minuteman I, II, III juga dirancang untuk mencegah agresor, menahan serangan dan pembalasan instan alias bukan untuk serangan pendahuluan.
Sebelumnya, sebanyak 800 rudal Minuteman I yang berjaga lebih dari 20 tahun digantikan oleh Minuteman II (LGM-30F) dan kemudian oleh rudal Minuteman III (LGM-30G). Pada Juni 1992, Angkatan Udara mulai memensiunkan Minuteman II sehingga Rudal LGM-30G adalah satu-satunya versi Minuteman yang diterjunkan sejak 1995.
Minuteman III adalah satu-satunya komponen darat dari triad nuklir AS. Minuteman III memiliki waktu peluncuran yang cepat, keandalan pengujian hampir 100 persen, dan pengontrol peluncuran cadangan udara untuk mempertahankan kemampuan pembalasan.
Sesuai dengan namanya, Minuteman dirancang untuk siap membalas dengan meluncurkan rudal ICBM dalam hitungan kurang dari satu menit—konsep ini yang belakangan juga ditiru Rusia pada RS-28 Sarmat. Minuteman III menggantikan sistem ICBM LGM-111 ”Peacekeeper” yang dinilai lebih tidak efisien meski memiliki hulu ledak nuklir MIRV yang lebih banyak (10 banding 3) dan daya ledak nuklir lebih besar.
Peran strategis
Meski memiliki keunggulan taktis dengan memiliki ICBM RS-28 Sarmat, secara strategis bukan berarti AS dan sekutunya sudah kalah dalam kompetisi persenjataan nuklir. Pertama- tama adalah dari segi jumlah, rudal Sarmat pasti belum sebanyak Minuteman III dalam jumlah ataupun keandalan uji peluncuran antarbenua. Faktanya, peluncuran Sarmat pada April 2022 sebenarnya hasil dari pengunduran waktu beberapa tahun oleh Presiden Putin karena persoalan teknis propulsi rudal.
Kedua, hulu ledak nuklir dan sarana peluncur milik AS mencakup tiga triad, yakni darat, laut, dan udara yang meliputi sekitar 5.428 buah, yang masih memiliki keunggulan komparatif. Keunggulan itu khususnya triad udara, yakni pemilikan pesawat pembom ”stealth” (B-2 Spirit) serta triad laut dengan armada kapal induk dan kapal selam pembawa rudal nuklir kelas Ohio.
Ketiga, sistem senjata nuklir AS dan Rusia telah dikembangkan sedemikian sehingga jika terjadi serangan pendahuluan (pre-emptive strike) pada satu negara dan melumpuhkan negara lain, sistem senjata nuklir negara itu (Rusia ataupun AS) akan mampu melakukan ”pembalasan” hingga sama-sama hancur.
Ini sesuai dengan doktrin pascaperang dingin penghancuran bersama (MAD, mutually assured destruction), yang menetapkan bahwa konfrontasi nuklir habis-habisan akan menghancurkan semua negara yang terlibat dalam konflik.
Potensi kehancuran total seluruh umat manusia jika AS dan Rusia berperang nuklir habis-habisan pada akhirnya berkontribusi pada upaya para pemimpin AS dan Rusia untuk menghindari terjadinya skenario tersebut. (LITBANG KOMPAS)