Ulasan Taktik: Kekalahan Indonesia dari Vietnam di Piala AFF
Pemain di lini depan yang sama sekali tidak tajam masih menjadi permasalahan utama skuad ”Garuda” Indonesia.
Kekalahan 0-2 dari Vietnam di laga kedua semifinal Piala AFF menjadi catatan buruk tim nasional Indonesia di awal tahun ini. Kemasukan gol pada menit awal babak pertama dan kedua menjadi bukti relatif lemahnya taktik permainan kesebelasan ”Garuda” Indonesia. Di sisi lain, skuad ”Prajurit Bintang Emas” tampil solid di segala lini.
Dari segi formasi, Pelatih Indonesia Shin Tae-yong memilih 5-4-1 dengan bentuk diamond yang mengandalkan serangan cepat sekaligus mengantisipasi bombardir serangan Vietnam. Sementara Pelatih Vietnam Park Hang-seo memilih formasi 5-3-2 untuk mencegah transisi cepat pemain Indonesia yang kerap mengancam pertahanan. Maka, kedua tim sebenarnya memulai pertandingan ini dengan sama-sama melakukan antisipasi atas lawan mereka.
Petaka terjadi ketika laga baru berjalan tiga menit. Umpan silang dini (early cross pass) Hung Dung Do dari lini tengah berhasil dimanfaatkan Tien Linh Nguyen yang cukup bebas berlari ke area kotak penalti Indonesia menjadi gol bagi Vietnam. Mengapa gol ini bisa terjadi?
Persoalan umpan silang dini ini sebenarnya sudah menjadi masalah sejak laga semifinal pertama di Stadion Gelora Bung Karno pada Jumat, 6 Januari 2023. Sepanjang Piala AFF, Vietnam menerapkan formasi 3-5-2 atau 5-3-2 yang memanfaatkan sisi sayap saat menyerang. Keunggulan fisik dan kecepatan benar-benar menjadi andalan Park Hang-seo dalam menyusun strategi anak asuhnya.
Vietnam kerap membangun serangan dari lini belakang yang kemudian dioper ke lini tengah. Dari sinilah arah serangan akan ditentukan, mulai dari sayap kiri atau kanan. Setelah bola mendarat di kaki pemain sayap, pemain gelandang dan penyerang bersiap mengincar posisi ke area kotak penalti. Sementara itu, pemain belakang akan maju melebar sebagai pelapis bila pemain sayap tidak mendapat ruang untuk mengumpan.
Umpan silang dini ini berbeda dari umpang silang yang biasanya dilakukan oleh pemain di sisi pinggir lapangan yang sejajar dengan area kotak penalti. Taktik ini memanfaatkan ruang 1-15 meter atau bisa juga jaraknya lebih jauh sebelum area kotak penalti lawan. Pemain gelandang dan sayap selalu bergerak agar mendapat ruang operan dari pemain belakang atau tengah.
Kondisi ini lebih menguntungkan bagi penyerang yang sudah siap berlari sebelum umpan silang dini diberikan. Sebab, biasanya pemain belakang telat mengantisipasi pergerakkan (telat berlari) dan kalah secara posisi. Taktik ini merupakan modifikasi dari kick and rush yang juga beberapa kali diterapkan timnas Inggris saat Piala Dunia 2022.
Peluang inilah yang tidak dapat diciptakan dengan umpang silang yang umumnya dilakukan di area samping kotak penalti. Jika umpan silang biasanya memanfaatkan keunggulan fisik (tinggi pemain atau duel udara) dan akurasi sundulan pemain, umpan silang dini lebih mengandalkan kecepatan dan akurasi umpan.
Baca juga: Malam Kelam Indonesia di Vietnam
Taktik umpan silang dini ini memang menjadi andalan Vietnam selama Piala AFF. Para pemain gelandang Vietnam, seperti Ho Tan Tai, Vu Van Thanh, Doan Van Hau, dan Nguyen Hoang Duc, tercatat memiliki umpan silang akurat dan tajam dengan kesuksesan 70 persen sepanjang kompetisi.
Skema pertandingan tersebut terjadi dengan cepat dalam laga kemarin. Pemain gelandang Hung Dung Do melihat para pemain Indonesia menerapkan garis pertahanan tinggi sehingga meninggalkan ruang kosong antara pemain dan area kotak penalti. Tien Linh Nguyen yang memiliki posisi siap beradu lari akhirnya unggul secara posisi dan mendapatkan ruang yang cukup untuk mencetak gol.
Gol ini dapat terjadi karena telatnya antisipasi dua pemain gelandang Indonesia, Marc Klok dan Marselino Ferdinan, yang telah melakukan tekanan (pressing) ke Hung Dung Do. Selain itu, dua pemain bertahan, Rizky Ridho dan Jordi Amat, juga telat mengantisipasi pergerakan penyerang Vietnam yang berlari lebih dulu sebelum umpan silang dini diberikan.
Sirkulasi bola
Sepanjang babak pertama, kedua tim berbagi porsi dalam menyerang dan bertahan. Kericuhan juga sempat terjadi karena provokasi pemain Vietnam seperti yang sudah berulang kali terjadi di Piala AFF kali ini. Provokasi ini cukup vital karena memengaruhi emosi dan mental pemain timnas Indonesia, terutama saat memegang bola.
Imbasnya, pemain Indonesia terlihat kurang cermat dalam memberikan umpan, salah mengoper, dan terburu-buru saat menyerang. Duel fisik yang juga menjadi keunggulan Vietnam menjadikan pemain Indonesia terlihat ragu ketika ingin menggiring bola atau membiarkan bola terlalu lama di kakinya. Soal kematangan mental inilah yang secara lihai dieksploitasi oleh Park Hang-seo.
Bentrokan pemain sering terlihat di lini kanan Indonesia antara Asnawi dan pemain Vietnam bernomor punggung lima, Doan Van Hau. Permainan agresif dari Doan Van Hau yang sering kali terlihat sengaja beradu fisik sebenarnya juga bagian dari taktik Vietnam. Dengan sering terjadi ”duel” fisik, maka gerakan pemain Indonesia untuk melakukan transisi serangan cepat akan terganggu.
Berkali-kali serangan skuad Garuda kandas di lini tengah akibat tekanan (pressing) lima pemain Vietnam yang solid. Vietnam benar-benar bermain dengan tempo lambat karena sudah unggul lebih dulu. Apalagi di babak kedua, Tien Linh Nguyen berhasil memanfaatkan sepak pojok dan sundulannya membuat Vietnam unggul dua gol.
Setelah mengunci selisih dua gol, Vietnam terlihat cenderung bertahan. Pemain depan mereka turun ke lini tengah dan membantu pertahanan ketika pemain Indonesia sedang membangun serangan. Adanya penumpukan pemain Vietnam di lini tengah ini membuat buntu lini tengah Indonesia dan dipaksa bermain melebar.
Sementara itu, saat bermain melebar pun para pemain Indonesia terlihat kesulitan mencari pola serangan karena barisan pemain belakang Vietnam tampil begitu rapat. Vietnam menerapkan tekanan blok (block pressing) dengan menggerakkan dua hingga empat pemain yang bergerak dinamis menjaga ruang opsi operan pemain Indonesia.
Baca juga: Kalah 2-0 dari Vietnam, Indonesia Gagal Melaju ke Final Piala AFF 2022
Tekanan blok ini juga berguna untuk memotong sirkulasi bola skuad Garuda yang terbilang lambat pada pertandingan kemarin. Padahal, sirkulasi bola cepat menjadi pola serangan andalan yang terbukti ampuh di Piala AFF 2021. Operan pendek cepat dari kaki ke kaki yang dikombinasikan dengan umpan terobosan selama ini menjadi taktik skuad Garuda selama diasuh Shin Tae-yong.
Di pertandingan kemarin, pola serangan cepat tidak dapat berjalan di sepanjang laga. Payahnya, tidak ada satu pun tendangan tepat sasaran (on target) yang mampu diciptakan pemain Indonesia ke gawang yang dijaga Van Lam Dang.
Butuh penyerang
Perjalanan timnas Indonesia memang sudah berakhir di Piala AFF 2022 kali ini dengan catatan penurunan performa sepanjang laga. Kurangnya jam terbang karena tidak ada pertandingan uji coba sebelum kompetisi menjadi salah satu kendala yang dirasakan. Kekalahan ini juga memperpanjang rekor buruk timnas karena belum mampu menjuarai Piala AFF sejak 1996 atau selama 26 tahun terakhir.
Di atas lapangan, Shin Tae-yong dan timnya masih perlu mendapat opsi pemain untuk mengisi posisi penyerang. Para pemain yang kerap mengisi lini depan saat ini, seperti Dendy Sulistyawan, Ilija Spasojević, Egy Maulana Vikri, Witan Sulaeman, atau Muhammad Rafli, masih belum memperlihatkan performa yang baik.
Baca juga: Vietnam Kubur Mimpi Juara Indonesia
Sosok striker tajam seperti Cristian Gonzáles saat masih berseragam timnas masih perlu dibutuhkan untuk mengisi kekurangan timnas. Selain tajam di depan gawang, Shin Tae-yong tampaknya menyukai pemain yang memiliki pergerakan cepat, permainan operan kaki ke kaki, dan kemampuan pengambilan keputusan (decision making) yang cepat antara mengoper atau menembak langsung ke gawang lawan. Spesifikasi pemain depan inilah yang masih belum ditemukan di skuad Garuda saat ini.
Untuk menemukan pemain yang dibutuhkan, tentu saja tim manajemen timnas perlu melakukan pencarian bakat (scouting) dari para pemain yang berada di klubnya. Proses inilah yang masih menjadi kendala bagi iklim sepak bola di Indonesia. Kompetisi yang sempat terhenti tentu akan menimbulkan efek domino bagi para pemain dan manajemen timnas.
Pembinaan pemain muda, perbaikan kompetisi, dan sistem internal lembaga memang banyak disebut sebagai faktor yang perlu dibenahi guna menunjang prestasi timnas. Namun, semua itu tidaklah mudah mengingat Tragedi Kanjuruhan yang terjadi Oktober 2022 pun belum ada kelanjutannya hingga saat ini. Setelah 100 hari berlalu, PSSI sebagai induk organisasi sepak bola Indonesia belum terlihat mengambil langkah serius untuk mengusut tragedi yang memakan seratus lebih korban jiwa. (LITBANG KOMPAS)