Ponsel Merek China Merajai Pasar ”Smartphone” Indonesia yang Sedang Lesu
Mayoritas pangsa pasar ponsel berada pada segmen menengah-bawah yang sangat sensitif pada gejolak ekonomi.
Oleh
Yohanes Advent Krisdamarjati
·6 menit baca
Di tengah kelesuan penjualan smartphonedi Indonesia, ponsel pintar merek dari China berhasil mempertahankan dominasinya atas ponsel dari Korea Selatan. Meski belum menjadi yang tertinggi, penjualan ponsel merek dari Amerika Serikat terus tumbuh positif di saat merek lain mengalami penurunan hingga jelang tutup tahun ini.
Merujuk data dari Statcounter GlobalStats: ”Mobile Vendor Market Share Indonesia”, persaingan pasar ponsel pintar di Indonesia diramaikan oleh 29 merek dari sejumlah negara, di antaranya dari China, Korea, Jepang, dan Amerika Serikat. Produk ponsel yang dipasarkan di Indonesia ini sebagian merupakan komoditas impor, tetapi ada juga sebagian lainnya yang merupakan produk dalam negeri. Sejumlah produsen ponsel asing itu membangun pabrik di Indonesia guna mendekatkan pasar. Indonesia menjadi salah satu negara incaran para produsen karena memiliki pangsa pasar yang begitu besar.
Pada tahun 2022, tercatat ada sekitar 370 juta ponsel pintar yang aktif dan terhubung ke internet. Dengan jumlah penduduk Indonesia saat ini yang berkisar 270 juta menunjukkan bahwa rata-rata setiap tiap orang memiliki ponsel cerdas. Bahkan, sebagian di antaranya memiliki lebih dari satu unit.
Kondisi tersebut menggambarkan betapa besarnya potensi pasar di Indonesia sehingga dinamika persaingan smartphone tidak pernah surut. Ada sejumlah merek yang bersaing kuat berebut pasar. Rivalitas tiga merek ponsel seperti Samsung, Oppo, dan Xiaomi dalam periode 2017-2022 terbilang sangat ketat dan dinamis. Dominasi telepon genggam pabrikan Korea bertahan di peringkat pertama hingga tahun 2020 dengan cakupan pasar sebesar 23,3 persen.
Samsung menjadi perangkat komunikasi yang populer di kalangan pengguna ponsel pintar sejak beberapa tahun silam. Bahkan, pada tahun 2017, Samsung mampu menguasai sepertiga pangsa pasar smartphone di Indonesia.
Di bawah bayang-bayang Samsung, merek ponsel buatan China, seperti Oppo, Xiaomi, dan yang termuda, Vivo, terus berkejaran untuk melengserkan takhta Samsung. Pada tahun 2021, untuk pertama kalinya ponsel cerdas China, Oppo, berhasil menumbangkan kedigdayaan Samsung dengan penguasaan pasar hampir 22 persen. Sementara itu, Samsung turun ke posisi kedua dengan membukukan 20,9 persen dari total penjualan nasional.
Capaian Oppo tersebut berhasil dipertahankan hingga November 2022. Namun, penjualannya sedikit mengalami penurunan dibandingkan tahun lalu menjadi sebesar 21,3 persen. Posisi kedua masih ditempati oleh Samsung (20,4 persen), kemudian disusul Xiaomi (18,5 persen), Vivo (14,9 persen), dan Apple dengan pangsa pasar sekitar 10 persen.
Kelesuan pasar
Saat ini, pasar ponsel pintar nasional sedang lesu. Laporan International Data Corporation (IDC) pada November 2022 menunjukkan penjualan ponsel pintar pada kuartal III-2022 turun sebesar 12,4 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Penurunan penjualan itu juga dialami oleh tiga merek ponsel terlaris, yaitu Oppo, Samsung, dan Xiaomi. Oppo mengalami penurunan penjualan sebesar 2,8 persen, Samsung 2,5 persen, dan Xiaomi merosot paling dalam dengan penurunan hingga 9,7 persen.
Surutnya konsumsi masyarakat terhadap smartphone ditengarai akibat kenaikan harga-harga secara umum sebagai dampak gejolak ekonomi global. Respons pemerintah terhadap situasi itu dengan menaikkan harga BBM bersubsidi pada awal September lalu berimbas luas pada kondisi perekonomian dalam negeri.
Indikasinya terlihat dari besaran inflasi year on year September dan Oktoberyang masing-masing 5,95 persen dan 5,71 persen. Angka inflasi tersebut merupakan capaian tertinggi selama tahun ini. Sebab, sebelum September inflasi di Indonesia rata-rata masih di bawah 5 persen. Meskipun tekanan inflasi terus kian menurun, kondisinya tetap belum bisa dikatakan membaik hingga kini. Terlihat dari inflasi November lalu masih sebesar 5,42 persen.
Situasi tersebut berimbas pada kenaikan harga sejumlah produk atau barang yang terutama berasal dari impor. Pun demikian dengan produk-produk yang bahan bakunya sebagian dari impor asing. Ponsel pintar sebagai komoditas yang lekat dengan perdagangan global tersebut terapresiasi harganya menjadi kian mahal sehingga berefek pada penurunan jumlah permintaan.
Segmen pasar smartphone yang paling terdampak gejolak ekonomi itu adalah segmen menengah-bawah. Ponsel kelas menengah-bawah rata-rata ditawarkan di kisaran harga kurang dari 200 dollar AS atau sekitar Rp 3 juta ke bawah. Pangsa pasar ponsel kelas ini pada periode kuartal-III 2022 berada di angka 75 persen. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, terjadi penurunan hingga 6 persen. Penurunan ini sangat memengaruhi penjualan ponsel secara nasional karena segmen ini merupakan pangsa paling gemuk.
Dari deskripsi tersebut mengindikasikan bahwa pasar ponsel di Indonesia masih didominasi kalangan menengah-bawah yang relatif sensitif terhadap gejolak ekonomi. Sementara itu, pangsa pasar ponsel kelas menengah cenderung stabil. Bahkan, segmen kelas atas justru mengalami pertumbuhan.
Pasar bertumbuh
Dalam laporan IDC disebutkan bahwa penjualan ponsel pada rentang harga 200-400 dollar AS atau Rp 3 juta-Rp 6 juta terbilang stabil. Bahkan, penjualan ponsel seharga lebih dari Rp 6 juta atau segmen kelas atas justru bertumbuh.
Ponsel kalangan atas direpresentasikan oleh produk ponsel dari Amerika, Apple. Sepanjang Januari-November 2022, pangsa pasar Apple di Indonesia terus meningkat. Pada Januari 2022, pangsa pasar ponsel berlogo buah apel ini sebesar 8,5 persen dan terus meningkat secara bertahap. Pada November 2022, posisi penguasaan pasarnya sudah naik lagi menjadi 10,1 persen.
Meskipun kenaikannya tidak terlalu signifikan, Apple relatif stabil menghadapi gejolak ekonomi dunia. Bahkan, saat krisis ekonomi akibat pandemi pada kurun 2020-2022, pangsa pasar Apple terus tumbuh.
Pada tahun 2020, konsumen Indonesia yang membeli ponsel pintar Apple meningkat hampir 15 persen. Demikian juga pada tahun 2021 dan 2022, penjualan ponsel ini juga meningkat hampir 14 persen setiap tahunnya. Fenomena ini cukup menarik karena di saat bersamaan pangsa pasar Oppo, Samsung, dan Xiaomi justru mengalami penurunan.
Target pasar Oppo dan Xiaomi sejak awal diperkenalkan memang fokus menggarap segmen kelas bawah untuk mencuri pangsa pasar yang gemuk. Meskipun demikian, kedua merek tersebut juga tetap menggarap ponsel flagship yang berada di kelas menengah dan atas. Samsung dalam mengantisipasi persaingan dengan dua merek tersebut turut meluncurkan produk dengan spesifikasi dan harga sekelas kompetitornya.
Sementara itu, Apple secara eksklusif tetap menjual produknya dengan standar harga tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa arena pasar smartphone, khususnya konsumen produk kelas menengah-atas relatif tidak terdampak oleh gejolak ekonomi yang sedang berlangsung.
Pasar ponsel golongan atas yang cenderung stabil dan pasar menengah-bawah cenderung melesu menunjukkan bahwa pasar ponsel secara nasional sedang melambat. Sebab, mayoritas pangsa pasar ponsel berada pada segmen menengah-bawah yang sangat sensitif pada gejolak ekonomi yang berimbas pada kenaikan harga-harga secara umum. Meskipun cenderung stabil, pasar ponsel ”mahal” tetap tidak akan berdampak signifikan bagi sektor perdagangan smartphone nasional. Terbatasnya populasi golongan menengah-atas merupakan salah satu alasannya.
Lesunya pasar ponsel pintar tahun ini, tampaknya tidak akan berbeda jauh dengan kondisi tahun depan. Masih adanya dugaan gejolak ekonomi global yang masih berkepanjangan membuat kondisi perekonomian nasional juga tidak akan beranjak jauh dari kondisi sekarang. Artinya, sejumlah permintaan barang dan jasa, terutama yang berasal dari komoditas impor, akan cenderung menurun. Termasuk di antaranya produk teknologi seperti halnya smartphone. (LITBANG KOMPAS)