Dilema Status Kejadian Luar Biasa Gangguan Ginjal Akut Anak-anak
Penanganan gangguan ginjal akut secara luar biasa merupakan salah satu cara untuk mengatasi penyakit menjadi lebih holistik. Koordinasi penanganan antara pusat dan daerah diperlukan agar penyakit dapat segera teratasi.
Tidak semua penyakit dapat dikategorikan sebagai kejadian luar biasa (KLB). Namun, memperlakukan gangguan ginjal akut sebagai kejadian yang ”tidak biasa” dapat mengurangi kekhawatiran masyarakat akan penyakit ini.
Penambahan kasus gangguan ginjal akut pada anak-anak masih tercatat hingga awal November 2022. Data Kementerian Kesehatan menunjukkan, per 1 November 2022, kejadian gangguan ginjal akut yang menyerang anak-anak mencapai 325 kasus di seluruh Indonesia. Meskipun Kementerian Kesehatan mencatat ada perbaikan kondisi pasien setelah diberi obat antidotum, penguatan penanganan masih terus dibutuhkan.
Penguatan penanganan ini setidaknya mempertimbangkan tiga aspek, yaitu usia pasien, sebaran kasus, dan perkembangan angka kematian. Aspek pertama ialah usia pasien. Situasi pasien tergolong sangat mengkhawatirkan karena pasien didominasi anak-anak yang masih berusia sangat muda. Pasien terbanyak dialami anak-anak usia 1 hingga 5 tahun (52 persen), kemudian diikuti anak usia kurang dari 1 tahun sekitar 23 persen.
Mempertimbangkan tipe gangguan ginjal yang dapat mengalami kerusakan dengan sangat cepat dan usia pasien terlampau muda, maka risiko kematian tercatat besar. Hingga 1 November 2022, tingkat kematian dari penyakit gangguan ginjal ini masih lebih dari separuh jumlah pasien, yaitu 54 persen.
Aspek berikutnya terkait sebaran kasus. Secara geografis, sebaran penyakit ini juga hampir merata di seluruh Indonesia. Sedikitnya ada 28 provinsi yang telah melaporkan kasus gangguan ginjal akut anak dengan wilayah konsentrasi berada di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Banten, Aceh, Sumatera Barat, dan Bali.
Pemerintah perlu terus memantau dan melakukan penelitian lanjutan terkait fenomena gangguan ginjal akut yang menyerang anak-anak ini. Hal tersebut dilakukan karena fatalitas kasusnya bisa saja melonjak tiba-tiba seperti pada Agustus 2022.
Angka kejadian gangguan ginjal akut ini mengalami lonjakan sangat signifikan pada Agustus 2022, sebesar 213 persen atau hingga tiga kali lipat dari Juli 2022. Waktu itu tingkat kematian hampir mencapai 60 persen. Artinya, dari setiap 10 pasien gagal ginjal, enam orang di antaranya meninggal dunia. Adanya lonjakan kasus yang terjadi secara masif dan tiba-tiba menyebabkan kekhawatiran bagi setiap orangtua, khususnya yang memiliki anak usia di bawah lima tahun dan sedang mengalami gejala serupa gangguan ginjal.
Lonjakan kasus terjadi kembali pada September 2022 sebesar 126 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Penambahan kasus hingga lebih dari dua kali lipat menjadi penanda perlu dilakukan penanganan dengan segera. Sejauh ini langkah yang diambil pemerintah ialah melarang peredaran obat sirop anak yang mengandung bahan berbahaya dan memberikan antidotum bagi pasien gangguan ginjal.
Aspek terakhir yang menjadi langkah penguatan penanganan gangguan ginjal ialah kondisi kejadian luar biasa (KLB). Kondisi tersebut didasarkan perkembangan angka kesakitan dan mortalitas yang sangat tinggi dan terjadi merata di banyak wilayah.
Baca juga: Mencermati Fatalitas Gagal Ginjal Akut pada Manusia
Namun, dalam hal menyikapi kondisi KLB, pemerintah masih mempertimbangkan sejumlah hal. Salah satu alasan mendasarnya ialah KLB hanya diperuntukkan bagi penyakit menular melalui virus atau bakteri, seperti kolera, pes, demam berdarah, campak, polio, difteri, pertusis, rabies, malaria, influenza, antraks, leptospirosis, hepatitis, meningitis, yellow fever, dan chikungunya.
Berdasarkan Peraturan Menkes RI Nomor 1501/MENKES/PER/X/2010, definisi KLB ialah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu dan merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah.
Penanganan luar biasa
Sejumlah pihak, seperti epidemiolog dan Ombudsman RI, telah mendorong pemerintah agar segera mengambil keputusan KLB untuk kondisi gangguan ginjal akut yang sedang menyerang anak-anak di Indonesia. Ombudsman bahkan meminta pemerintah perlu melihat urgensi KLB ini dari sudut pandang yang lebih fundamental, yaitu keselamatan warga negara. Tidak terbatas pada kalimat yang tertulis di peraturan terkait.
Apabila dilihat di permenkes yang terbit pada 2004, sebenarnya faktor-faktor berisiko yang mendasari KLB jauh lebih luas. Peraturan Menkes RI Nomor 949/MENKES/SK/VIII/2004 menyebutkan bahwa latar belakang situasi KLB mencakup penyakit menular, keracunan makanan, serta keracunan bahan berbahaya lainnya.
Penentuan status KLB menjadi urgensi bersama di tengah ratusan anak yang menderita karena gagal ginjal akut. Penanganan yang cepat juga dapat dilakukan jika pemerintah segera mengambil langkah KLB karena kejadian gangguan ginjal ini juga tidak lepas dari kelalaian penyelenggara negara dalam melakukan pengawasan obat secara nasional.
Secara mendasar, implikasi dari status KLB sangat berguna dalam penanganan kasus gangguan ginjal secara terpadu, sebab salah satu kewajiban pemerintah adalah mendekatkan sarana pelayanan kesehatan sedekat mungkin dengan tempat tinggal penduduk. Sarana pelayanan kesehatan yang dimaksud bisa puskesmas atau rumah sakit rujukan yang ditambah.
Saat ini baru ada 14 rumah sakit rujukan untuk pasien gangguan ginjal akut di seluruh Indonesia. Hanya saja, lokasi-lokasi rumah sakit tersebut masih terkonsentrasi di pulau Jawa dan Sumatera. Ada dua rumah sakit di Manado dan Makassar, sementara pulau Kalimantan, Maluku, Papua, Bali, dan Nusa Tenggara belum ada sama sekali.
Baca juga: Ujian Menghadapi Beragamnya Ancaman Penyakit pada Anak
Mendekatkan fasilitas kesehatan dapat sekaligus menguatkan edukasi terhadap orang tua tentang faktor risiko gangguan ginjal akut pada anak-anak. Penerapan KLB juga menuntut pemerintah agar melengkapi sarana kesehatan dengan tenaga dan peralatan yang memadai, serta melakukan pengobatan sedini mungkin.
Upaya preventif turut menjadi syarat implementasi KLB, di mana pemerintah diharuskan melakukan peningkatan daya tahan tubuh melalui perbaikan gizi. Perlindungan diri dari segala faktor penyebab penyakit juga disiapkan.
Tak kalah penting, skema koordinasi dan komunikasi dalam status KLB sangat diutamakan. Pemerintah pusat melalui Kementerian Kesehatan RI dapat menggalang kerja sama dengan pimpinan daerah, tokoh masyarakat, dan lembaga lain untuk aktif menangani gangguan ginjal akut.
Sistem pelaporan kasus juga dilakukan secara terintegrasi mulai dari tingkat RT dan RW hingga provinsi. Bukan hanya level administrasi, pelaporan kasus juga melalui beberapa profesi penyedia jasa, seperti dokter pribadi, masinis, nahkoda, atau pilot. Artinya semua individu yang menunjukkan gejala akan dipantau lebih cepat dan dilakukan pertolongan pertama dengan tepat.
Sebenarnya dalam konteks penanganan kondisi krisis, upaya yang telah dilakukan pemerintah Indonesia, seperti pelarangan obat sirop dan pemberian antidotum termasuk dalam kategori penanganan secara kuratif. Namun, respons ini masih memerlukan dukungan aturan yang dapat mengikat semua lembaga terkait untuk bekerja secara kolaboratif.
Saat ini kerja penanggulangan gangguan ginjal akut masih sangat sporadis. Belum semua kementerian membantu melakukan tindakan pencegahan dan pengobatan , termasuk penguatan sosialisasi oleh dinas-dinas kesehatan di level kota dan kabupaten. Sistem pelacakan pasien juga masih sangat lemah, yaitu mengandalkan rumah sakit dan hanya menunggu orang tua atau keluarga melaporkan apabila anak mengalami gejala gangguan ginjal.
Preventif
Gangguan ginjal akut yang tidak biasa ini telah menyita perhatian publik. Diperlukan upaya penanganan luar biasa dari pemerintah untuk meredam kekhawatiran masyarakat akan keselamatan anak-anaknya. Pemerintah telah mengambil langkah kuratif untuk mengendalikan kenaikan kasus hari demi hari di banyak daerah, terlebih saat ini telah didatangkan obat antidotum dari Singapura dan Australia.
Demi mendukung kerja pemerintah dalam menangani gangguan ginjal akut pada anak, dibutuhkan peran aktif dari masyarakat untuk melakukan langkah pencegahan atau preventif. Langkah tersebut dapat dimulai dari mengetahui faktor risikonya apa saja.
Baca juga: Penggunaan Antidotum Gangguan Ginjal Indikasikan Perbaikan
Kasus gangguan ginjal akut biasanya disebabkan bahan beracun yang masuk ke dalam tubuh. Karena fungsi ginjal untuk menyaring racun, maka organ tersebut akan lebih dahulu mengalami kerusakan. Pemantauan bahan-bahan yang dikonsumsi harus dilakukan setiap hari, khususnya obat atau makanan yang mengandung bahan kimia.
Masyarakat juga diharapkan melakukan pemantauan berkala terhadap kondisi medis anggota keluarga yang sedang sakit. Kasus gangguan ginjal akut pada anak memiliki gejala yang meliputi demam, muntah, dan mual, sebelum akhirnya frekuensi buang air kecil berkurang drastis. Fase perburukan akan terjadi cepat hingga anak tidak lagi buang air kecil.
Karenanya, langkah cepat orang tua atau keluarga dibutuhkan agar tidak terlambat dilakukan penanganan oleh tenaga medis. Inilah titik krusial keberhasilan upaya pencegahan suatu penyakit, yaitu respon cepat masyarakat ditambah dengan penanganan secara luar biasa oleh pemerintah. Seberapa luas jangkauan edukasi masyarakat dan langkah luar biasa pemerintah akan turut menentukan keselamatan seluruh warga negara. (LITBANG KOMPAS)