Pembuktian Polri Membangun Optimisme Bersama
Kasus pembunuhan Brigadir J mengundang perhatian besar dari publik. Proses hukum yang transparan dan berkeadilan menjadi kunci untuk memulihkan citra lembaga Polri di mata publik.
Publik terus menaruh atensi yang besar terhadap proses penyelesaian kasus kematian Brigadir J. Penegak hukum, baik Polri maupun di tingkat pengadilan, perlu memastikan proses tersebut berjalan secara transparan dan berkeadilan. Hal ini sebagai pembuktian nyata atas keberpihakan dalam membangun optimisme bersama terhadap masa depan penegakan hukum itu sendiri.
Empat bulan berjalan, proses hukum kasus kematian anggota kepolisian, Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, bergulir dengan progres yang berkemajuan dan dramatis. Tak ayal, perkembangan kasus ini terus mendapat atensi yang besar dari publik.
Terlepas dari masifnya informasi yang terus tersaji, kematian tragis Brigadir J memang begitu menyentuh perasaan simpati khayalak luas. Besarnya perhatian yang ditunjukkan publik tersebut berhasil ditangkap di jajak pendapat Litbang Kompas.
Jajak pendapat terkait institusi Kepolisian ini dilakukan secara berkala sejak Agustus hingga September 2022. Sepanjang rentang waktu itu, setidaknya telah dilakukan empat kali jajak pendapat. Dua survei dilakukan pada 20 dan 26 Agustus 2022. Kemudian dilanjutkan dengan dua survei lainnya yang digelar pada 8 dan 22 September 2022.
Publik terus menaruh atensi yang besar terhadap proses penyelesaian kasus kematian Brigadir J.
Dari empat jajak pendapat ini terlihat tren kenaikan dari responden yang mengikuti pemberitaan terkait pembunuhan Brigadir J meskipun intensitas responden yang mengikuti hampir tiap hari cenderung menurun.
Di periode survei minggu terakhir Agustus lalu terdapat 7 dari 10 responden yang mengaku mengikuti kasus kematian Brigadir J. Sekitar sepertiga responden di antaranya mengikuti pemberitaan kasus tersebut setiap hari.
Perhatian publik untuk terus memantau perkembangan kasus Brigadir J bukan hanya mengenai simpati masyarakat yang tersentuh. Lebih dari itu, boleh jadi masyarakat ingin terus memastikan pengungkapan kasus dapat berjalan transparan dan dilakukan seadil-adilnya.
Pada sisi tersebut, secara langsung atas kesadaran yang terbangun masyarakat telah turut andil menjalankan fungsi pengawasan dalam proses hukum yang berjalan.
Sekalipun telah menunjukkan progres dalam proses pengungkapan kasus, tetapi publik masih terbelah dalam melihat efektivitas kerja kepolisian terkait hal ini. Hasil jajak pendapat mengungkapkan, masih besarnya proporsi publik yang menyatakan tidak puas pada kerja-kerja polisi dalam penanganan kasus kematian Brigadir J ini.
Secara tren, dalam tiga periode survei yang dilakukan, tingkat kepuasan publik terhadap upaya pengungkapan kasus tersebut diapresiasi oleh sekitar sepertiga bagian responden. Sementara terdapat separuh lebih bagian responden lainnya yang berpendapat sebaliknya.
Bagaimanapun, berbagai capaian dalam perkembangan penanganan kasus ini tentu juga dibarengi dengan berbagai catatan. Proses yang berjalan dinilai kurang efektif karena cenderung berbelit dan ketiadaan ketegasan menjadikan persepsi publik tak dapat sepenuhnya bulat mengakui bahwa proses hukum yang berjalan telah dilakukan sesuai harapan.
Baca juga: Dakwaan Sebut Kejadian ”Kurang Ajar” di Magelang Jadi Pemicu
Pengungkapan kasus
Saat ini, pengembangan penyidikan kasus telah menetapkan sejumlah tersangka. Ada sekitar sembilan anggota polisi yang terlibat kasus dan telah menjalani sidang etik. Berbagai sanksi pun telah dijatuhkan.
Ada sanksi pemecatan yang ditimpakan kepada lima anggota Kepolisian, termasuk Ferdy Sambo. Ada juga sanksi demosi, yang dikenakan pada tiga anggota kepolisian lainnya, dan satu orang mendapatkan sanksi penempatan khusus.
Selain itu, lima tersangka yang diduga melakukan pembunuhan berencana sesuai Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP jo Pasal 56 KUHP, yaitu pasangan Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi; Richard Eliezer, Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf, telah diserahkan ke Kejaksaan Agung pada Rabu 5 Oktober 2022.
Di luar itu, ada pula tujuh tersangka yang terjerat perkara obstruction of justice atau upaya menghalangi penyidikan perkara kematian Brigadir J sesuai Pasal 49 jo Pasal 33 dan/atau Pasal 48 Ayat (1) jo Pasal 32 Ayat (1) Nomor 19 Tahun 2016 UU ITE.
Sambo pun turut dikenakan dalam tuduhan ini, bersama enam perwira polisi yang melakukan pengrusakan barang bukti, seperti HP dan CCTV, hingga menambahkan barang bukti di tempat kejadian perkara (TKP).
Direncanakan sidang dengan terdakwa Ferdy Sambo dan para rekan tersebut akan dilaksanakan mulai Senin (17/10/2022). Sidang akan digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan selama tiga hari berturut-turut.
Di hari pertama, sidang akan menghadirkan terdakwa yang akan diadili bersama yaitu Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf. Sementara di hari kedua, Selasa (18/10/2022), akan digelar sidang perdana untuk terdakwa Richard Eliezer (Bharada E). PN Jakarta Selatan menyatakan memang menjadwalkan sidang untuk Bharada E secara terpisah dari terdakwa lain.
Kemudian di hari ketiga, Rabu (19/10/2022), akan menjadi jadwal sidang untuk perkara obstruction of justice. Terkait jadwal persidangan tersebut, PN Jakarta Selatan akan membagi tiga tim majelis hakim yang terdiri dari hakim berpengalaman. Selain itu, ada sekitar 30 jaksa yang akan terlibat selama rangkaian persidangan.
PN Jakarta Selatan juga memastikan seluruh proses persidangan akan dilakukan secara terbuka. Hal itu sebagai wujud dari komitmen adanya transparansi kepada masyarakat terhadap proses hukum yang berjalan.
Proses persidangan ini tentu akan menjadi tahapan kembali akan menyedot perhatian publik. Kebijaksanaan dan kematangan seluruh pihak, baik kepolisian maupun kejaksaan tentulah sangat diharapkan untuk dapat menunjukkan seluruh proses sesuai dengan peraturan dan asas kejujuran dan transparan dalam penegakan hukum.
Hal ini penting guna mengantisipasi berbagai potensi polemik baru yang mungkin saja muncul dalam pengawasan publik. Belajar dari keterbukaan proses rekonstruksi yang telah lalu misalnya, berbagai evaluasi terkait persoalan teknis dalam menampilkan kejelasan informasi sampai menyangkut dengan kehadiran tersangka banyak menjadi catatan untuk pembenahan.
Baca juga: Kuasa Hukum Ferdy Sambo Keluhkan Kekurangan dalam Berkas Perkara
Pembuktian
Sejatinya, ujian hebat yang tengah dihadapi Polri ini dapat menjadi momentum untuk menunjukkan komitmen pembenahan besar-besaran pada Korps Bhayangkara ini. Upaya itu tentu perlu direalisasikan dalam langkah nyata, baik yang berhubungan langsung dalam tata kelola lembaga maupun perubahan pada aspek yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat luas.
Dalam hal kasus yang berjalan, penegakan hukum secara tegas, tanpa pandang bulu, secara langsung juga telah ditunjukkan dengan menindak para oknum terlibat melalui sidang etik menjadi salah satu poin positif yang ditunjukkan Polri.
Namun, ketegasan pada satu aspek itu tentulah tak cukup untuk mengokohkan kepercayaan publik. Saat ini Polri perlu menunjukkan pembuktian nyata yang paripurna. Hal ini tentulah tak jauh dari semangat ”Presisi” dengan berbagai lini transformasinya yang digaungkan oleh Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo.
Harus diakui, belitan kasus kematian Brigadir J secara langsung memengaruhi citra positif Polri yang selama ini telah terbangun di mata publik. Dalam tren citra Polri yang ditangkap dari hasil survei menunjukan, penilaian publik yang stagnan terhadap institusi kepolisian sejak mencuatnya kasus Brigadir J ini.
Secara garis besar, citra positif polisi berada pada kisaran 30 persen. Sebaliknya, sekitar lebih dari separuh bagian responden menilai citra polisi buruk. Dari empat kali waktu pengukuran, citra positif mengalami kenaikan dengan diungkap lebih dari separuh bagian responden pada pekan terakhir Agustus lalu.
Terbelahnya penilaian publik dalam melihat Polri saat ini tentulah banyak dipengaruhi oleh beragam faktor yang kompleks dan juga sangat dinamis. Pada situasi ini, Polri harus menunjukan ketegasan, konsistensi dan tetap pada posisi yang mengedepankan penegakan aturan dengan mengesampingkan intervensi dan kepentingan apa pun.
Dengan begitu, segenap langkah pencapaian yang telah diapresiasi oleh publik tak lantas kembali berbalik atas ketidaktegasan dan sikap inkonsistensi yang berulang terjadi. Seluruh pihak tentu berharap Polri dapat membuktikan keberpihakannya dalam menegakkan kebenaran sehingga optimisme juga kepercayaan publik dapat terus tumbuh. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Digelar Perdana 17 Oktober, Sidang Ferdy Sambo Diawasi Ketat