”Pengabdi Setan” dan Tingginya Peminat Film Horor di Indonesia
Selera penonton terhadap film produksi Indonesia dalam dua dekade terakhir mengerucut pada tiga genre, yaitu horor, drama, dan komedi. Namun, animo tertinggi hingga saat ini tertuju pada film horor.
Kejayaan film horor Indonesia pernah berada di puncaknya pada 2017 dengan capaian pangsa pasar sebesar 42,4 persen. Di tahun 2022 ini, para sineas nasional kembali menorehkan prestasi dengan melampaui capaian mereka pada lima tahun silam. Salah satunya ditandai dengan penayangan Pengabdi Setan 2: Communion.
Selera penonton terhadap film produksi Indonesia dalam dua dekade terakhir mengerucut pada tiga genre, yaitu horor, drama, dan komedi. Kondisi ini dapat ditemui dari data jumlah penonton film Indonesia pada periode 2008 hingga 2022 pada laman filmindonesia.or.id. Tiga film Indonesia terlaris sepanjang masa diduduki oleh KKN Desa Penari (2022) dengan raihan 9,2 juta penonton.
Selanjutnya, pada posisi kedua terdapat Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss! part 1 (2016) yang mampu menggaet 6,9 juta penonton. Di posisi ketiga ada Dilan 1990 (2018) yang disaksikan oleh 6,3 juta pasang mata. Film-film tersebut mewakili genre favorit penonton film Indonesia saat ini.
Tiap-tiap genre tersebut memiliki masa keemasannya masing-masing. Untuk saat ini, film genre horor sedang menduduki puncak tangga popularitas film Indonesia. Pasca euforia KKN Desa Penari karya Awi Suryadi, kini pencinta film horor disuguhi sekuel kedua karya sutradara Joko Anwar yang sudah ditunggu-tunggu, yakni Pengabdi Setan 2: Communion.
Antusiasme penonton sekuel kedua Pengabdi Setan dapat dibilang sangat tinggi dan mengungguli film pertamanya. Film Pengabdi Setan (2017) dalam kurun waktu 10 hari dapat membukukan 1,5 juta penonton kala itu. Kini, pada film keduanya pada penayangan di hari keenam sudah ditonton oleh 3.000.000 orang.
Dari perbandingan tersebut muncul pertanyaan apakah antusiasme penonton pada film kedua lebih tinggi dibanding film pertama? Untuk dapat melihat performa sebuah film di mata publik, perlu ada perbandingan yang dilakukan secara proporsional sesuai dengan kondisi industri perfilman pada saat film ditayangkan.
Untuk dapat mengukur daya pikat suatu film di mata khalayak, perlu menempatkan setiap film pada konteks waktu penayangannya. Alasan hal ini dilakukan dengan tujuan memberi pembobotan sesuai dengan keadaan ekosistem perfilman pada setiap era yang berbeda-beda.
Sebagai contoh, capaian film Laskar Pelangi (2008) yang mampu mengajak 4,7 juta orang menonton akan berbeda bobotnya dengan Habibie & Ainun yang tayang 4 tahun kemudian dengan capaian jumlah penonton 4,6 juta. Kondisi yang membedakan bobot capaian tiap-tiap film di antaranya jumlah film Indonesia yang tayang di tahun yang sama, baik yang sama genrenya maupun yang berbeda.
Selain itu, faktor antusiasme penonton film Indonesia secara keseluruhan pada kurun satu tahun patut menjadi perhitungan. Pasalnya, minat penonton didorong oleh aspek kualitas film serta atmosfer yang memayungi sebuah film. Hal tersebut menjadikan capaian jumlah penonton pada setiap film bernilai relatif. Oleh karena itu, diperlukan acuan yang lebih proporsional berupa angka pangsa pasar sebagai indikator yang cukup berimbang.
Pangsa pasar
Angka pangsa pasar film horor Indonesia didapatkan dari data jumlah penonton setiap tahun pada 15 film paling laris. Kemudian, dihitung angka proporsinya dari tiap-tiap judul film dan dikategorikan berdasarkan genrenya. Angka yang didapatkan bisa dijadikan acuan seberapa besar penerimaan film oleh khalayak.
Pangsa pasar film horor pada periode 2008-2019 terjadi dinamika turun naik. Pada 2017 mencapai angka tertingginya ialah 42,2 persen dengan memperoleh 12 juta penonton. Angka ini dapat tercapai berkat kontribusi dari 25 judul film horor yang dirilis pada tahun itu. Apabila dicermati, terdapat tiga judul yang menyumbang jumlah penonton secara signifikan.
Tiga film horor terlaris di tahun 2017 di antaranya Pengabdi Setan dengan perolehan 4,2 juta penonton. Selanjutnya film arahan sutradara Awi Suryadi, Danur: I Can See Ghosts ditonton oleh 2,7 juta pasang mata. Pada urutan ketiga ada film Jailangkung yang membukukan raihan 2,6 juta penonton. Artinya, 9,3 juta dari 12 juta penonton film horor sepanjang tahun 2017 diraup oleh tiga film papan atas tersebut.
Hal yang menarik untuk digarisbawahi ialah tahun 2017 menjadi awal mula debut film-film horor yang di kemudian hari disajikan versi lanjutan atau sekuelnya. Menyodorkan film sekuel di layar lebar memiliki tantangan tersendiri. Keberhasilan pada versi debutan bukan jaminan bahwa film turunannya akan sama suksesnya atau bahkan melampaui film sebelumnya.
Ambil contoh dari dua film Indonesia terlaris, yaitu Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss! part 1 dan Dilan 1990. Nasib Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss Part 2 tidak semanis film pertamanya. Film rilisan rumah produksi Falcon Pictures tersebut hanya mampu menggaet 4 juta penonton, terpaut hampir 3 juta penonton dari film sebelumnya.
Nasib serupa dialami oleh trilogi Dilan. Setelah film pertamanya duduk sebagai film drama roman terlaris sepanjang masa, film sekuelnya, yaitu Dilan 1991 (2019) serta Milea: Suara dari Dilan (2020), tidak bisa mengimbangi capaian film pertamanya yang dirilis pada tahun 2018.
Pola menurunnya antusiasme penonton pada film sekuel bergenre komedi dan drama roman yang terjadi pada Warkop serta Dilan tampaknya tidak dialami oleh film dengan genre horor papan atas. Film sekuel dengan genre horor cenderung lebih stabil jika dilihat dari jumlah penonton serta angka pangsa pasarnya.
Baca juga : Tiga Resep Sukses Film KKN di Desa Penari
Sekuel horor
Terdapat dua sekuel film horor yang dapat dijadikan sebagai contoh yang berhasil mempertahankan antusiasme penonton, yaitu sekuel The Doll dan film dalam semesta Danur. Pangsa pasar The Doll (2016) arahan sutradara Rocky Soraya dapat dikatakan kurang cemerlang. Saat itu hanya mampu mengajak 550.252 penoton untuk menyaksikannya di bioskop. Dengan capaian tersebut, The Doll hanya meraih 1,8 persen pangsa pasar film nasional di tahun 2016.
Setahun kemudian, sang sutradara menyuguhkan The Doll 2 (2017) yang kala itu mampu menarik minat 1,2 juta penonton. Dari perolehan tersebut, film sekuel kedua yang masuk nominasi Penata Efek Visual Terbaik Festival Film Indonesia 2017 ini merebut 4,3 persen pangsa pasar. Pada sekuel ketiga, The Doll 3 (2022) raihan penonton dapat meningkat lagi dibandingkan dua film sebelumnya. Usaha Rocky Soraya di film ketiganya diganjar dengan capaian 6,5 persen pangsa pasar atau sekitar 1,8 juta penonton.
Jika dilihat dari jumlah penontonnya, trilogi The Doll memang tidak sefenomenal film-film sejenisnya, seperti Pengabdi Setan dan Danur. Namun, dengan konsistensinya merawat ekspektasi audiens, The Doll mampu membuktikan bahwa film horor sekuel mampu bertahan dan bahkan menumbuhkan minat khalayak untuk menonton.
Contoh menarik lainnya juga dapat diambil dari semesta Danur. Film yang tediri dari tiga sekuel dan tiga versi sempalan cerita atau spinoff ini juga menunjukkan performa yang baik dalam menjaga minat audiens tetap tinggi.
Danur: I Can See Ghosts (2017) sebagai film debutan Danur Universe yang rilis di tahun yang sama dengan The Doll dan Pengabdi Setan disaksikan oleh 2,7 juta pasang mata. Dengan perolehan ini, film arahan Awi Suryadi yang juga merupakan sutradara KKN Desa Penari memperoleh 9,7 persen pangsa pasar penonton. Film kedua ialah Danur 2: Maddah (2018) juga terbilang sukses, hanya terpaut sekitar 200.000 penonton dibandingkan film pertama.
Fenomena yang menarik kembali muncul di tahun 2022 ini ketika film Ivanna yang diarahkan oleh sutradara Kimo Stamboel dirilis. Ivanna menjadi film paling laris dari semesta Danur dengan membukukan 2,8 juta penonton. Walaupun dalam perjalanan sekuel dan sempalannya pada periode 2017-2022 mengalami pasang surut, film yang diangkat dari novel karya Risa Saraswati ini terus diminati dan dinanti oleh khalayak.
Secara umum, perfilman Indonesia mengalami perkembangan yang menggembirakan. Jumlah penonton bioskop pada semua kategori dan genre film terus bertambah. Satu dekade silam, jumlah penonton film produksi lokal ada di angka belasan juta. Namun, kini sudah mencapai puluhan juta bahkan menembus angka 30 juta. Hal ini menandakan apresiasi audiens film Indonesia yang semakin tinggi dengan antusiasme yang juga tinggi.
Dari ulasan di atas, film horor tampak menjanjikan sebagai pijakan industri film nasional. Transformasi film horor yang pada masa lalu lekat dengan nuansa erotis, kini semakin matang dan memiliki kualitas narasi, karakter tokoh, dan unsur sinematografi. Bahkan, film horor tidak hanya menyajikan sensasi ketakutan semata, tetapi juga mulai menyentuh aspek kritik sosial, seperti yang ditawarkan oleh Joko Anwar pada formulasi film Pengabdi Setan 2: Communion. (LITBANG KOMPAS)