Subvarian Baru dan Ujian Transisi Pandemi Covid-19
Pandemi belum berakhir. Di tengah sejumlah pelonggaran, disiplin protokol keesehatan tetap menjadi keharusan untuk mencegah peningkatan kasus Covid-19.

Subvarian baru menyerang, Pulau Jawa kembali menjadi target pertama. Penurunan Indeks Pengendalian Covid-19 yang terjadi pada tiga minggu terakhir di Jawa menuntut pemerintah perlu segera mengambil tindakan untuk mencegah penyebaran virus varian baru ini meluas. Hal ini ujian bagi transisi pandemi Covid-19 menuju endemi.
Penemuan subvarian baru Covid-19, yaitu BA.4 dan BA.5, mengingatkan kita kembali bahwa virus korona masih ada dan siap menyerang kembali jika penerapan protokol kesehatan diabaikan.
Walaupun tingkat kematian akibat varian ini diperkirakan akan rendah, peningkatan jumlah kasus yang cukup signifikan dapat menghambat laju perbaikan ekonomi yang sudah mulai meningkat belakangan ini.
Penemuan subvarian baru Covid-19 mengingatkan kita kembali bahwa virus korona masih ada.
Hingga 20 Juni 2022, peningkatan kasus yang cukup tinggi sudah terjadi di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten. Seperti juga pada serangan gelombang-gelombang sebelumnya, jika pemerintah tidak cepat membendung penyebaran virus, maka peningkatan kasus akan segera terjadi di provinsi lain.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam konferensi pers perpanjangan PPKM, minggu lalu, menyatakan puncak gelombang BA.4 dan BA.5 ini kemungkinan akan terjadi sekitar satu bulan sejak penemuan kasus pertama awal Juni lalu. Jadi, sekitar minggu kedua sampai minggu ketiga Juli 2022.
Diperkirakan, saat puncak nanti, jumlah kasus per hari akan mencapai 20.000 kasus. Jumlah ini memang lebih rendah dibandingkan dengan puncak gelombang terakhir (varian Omicron).

Namun, potensi kasus bisa saja jauh melebihi perkiraan tersebut jika masyarakat abai dan pemerintah tidak menangani peningkatan ini secara serius. Per 24 Juni lalu, jumlah kasus terkonfirmasi positif mencapai angka 2.000 kasus per hari.
Ada indikasi masyarakat menganggap virus Covid-19 sudah tidak ada, berdasarkan jumlah kasus yang cukup rendah pada beberapa bulan terakhir, terutama April-Mei.
Pelonggaran-pelonggaran yang disampaikan pemerintah membuat masyarakat semakin berani meningkatkan aktivitas. Positifnya, aktivitas masyarakat secara cepat menuju normal meski di saat yang sama terjadi pelonggaran ketaatan protokol kesehatan.
Dari penghitungan Indeks Pengendalian Covid-19 (IPC) Kompas secara berkala terlihat kondisi Indonesia sampai akhir minggu ke-3 Juni 2022 ini masih cukup terkendali. Skor nasional IPC berada di angka 87, hanya turun satu poin dibandingkan dengan minggu sebelumnya.

Antrean di pelataran sentra vaksinasi Covid-19 Kompas Gramedia di Bentara Budaya Jakarta, Selasa (6/7/2021). Sentra vaksinasi Covid-19 Kompas Gramedia di Bentara Budaya Jakarta telah memvaksinasi 27.000 pekerja media, keluarganya, dan masyarakat. Vaksinasi berlangsung setiap hari kecuali Sabtu, Minggu, dan hari libur nasional.
Namun, jika dilihat per pulau, tampak tren IPC Pulau Jawa mulai menurun dalam tiga minggu terakhir. Hal ini terjadi karena terdapat peningkatan jumlah pasien positif Covid-19 di Jakarta, Banten, dan beberapa daerah lain di Jawa.
Skor IPC Pulau Jawa per 20 Juni 2022 adalah yang terendah dibandingkan dengan lima gugus pulau lainnya. Angkanya adalah 84, turun tiga poin dibandingkan dengan minggu sebelumnya. Skor IPC Pulau Jawa sempat mencapai angka tertinggi 88 pada minggu terakhir Mei.
Seperti pola penyebaran virus pada gelombang-gelombang varian terdahulu, Jawa selalu menjadi pusat episentrum pertama yang merembet ke pulau lainnya. Hal ini perlu segera diantisipasi karena sifat virus yang sangat menular dapat dengan cepat menyebar ke wilayah lain.
Baca juga: Mencegah Bumerang Pelonggaran Sosial
Stabil dan merata
Kemunculan subvarian BA.4 dan BA.5 saat ini menjadi ujian bagi proses transisi pandemi Covid-19 menuju endemi. Pemerintah selalu mengatakan, dengan merujuk pada semakin menurunnya kasus baru Covid-19, Indonesia tengah memasuki fase transisi pandemi.
Namun, pemerintah diharapkan berhati-hati dan tidak tergesa-gesa menyatakan kondisi sudah menjadi endemi. Indikator yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai syarat menuju endemi harus benar-benar tercapai secara stabil dalam jangka waktu yang cukup panjang dan merata pada semua wilayah.
Indikator tersebut, antara lain, dilihat dari angka kepositifan (positivity rate) yang konstan di bawah 5 persen, reproduction number virus di bawah 1,0, dan cakupan penduduk yang sudah divaksinasi lengkap di atas 70-80 persen. Ada juga indikator persentase pasien yang dirawat di rumah sakit atau di ruang perawatan intensif.

Saat ini, sekitar dua bulan melandainya penambahan kasus baru pascagelombang Omicron, angka dari indikator-indikator tersebut menunjukkan pengendalian pandemi di Indonesia masih cukup baik.
Angka kepositifan per 24 Juni 2022 secara nasional masih di bawah 5 persen. Namun, terdapat dua provinsi yang angka kepositifan pada tujuh hari terakhir berada di atas 5 persen, yaitu DKI Jakarta (9,12 persen) dan Banten (5,26 persen).
Sementara itu, dari cakupan vaksinasi dosis lengkap, secara nasional angkanya sudah di atas 80 persen dari target. Namun, masih sekitar 60 persen dari populasi.
Jika dilihat per provinsi angka capaian tersebut tidak merata. Semakin ke timur, angka capaian vaksinasi lengkap semakin mengecil. Bahkan, Maluku, Papua Barat, dan Papua capaiannya kurang dari 50 persen dari target atau di bawah 40 persen dari populasi.

Seorang peserta vaksinasi sedang melaksanakan pemeriksaan awal vaksinasi di program vaksinasi massal di Pertamina Plaju, Palembang, Sabtu (26/6/2021). Sampai saat ini, dari 5,7 juta warga Sumsel yang menjadi sasaran vaksinasi, sekitar 1,5 di antaranya sudah divaksinasi.
Baru empat provinsi yang sudah bisa dianggap mencapai kekebalan komunitas dengan capaian vaksinasi dosis lengkap di atas 70 persen dari populasi (per 20 Juni 2022). Keempat provinsi tersebut adalah DKI Jakarta (101,5 persen), Bali (84,39 persen), DI Yogyakarta (81,83 persen), dan Kepulauan Riau (73,96 persen).
Dengan melihat masih belum stabilnya pengurangan kasus positif dan belum meratanya pemberian vaksin Covid-19, pemerintah harus segera mengambil tindakan mitigasi dan pencegahan serta kembali mengingatkan masyarakat tentang pentingnya menerapkan protokol kesehatan dan mendapatkan vaksin.
Masyarakat pun perlu menyadari bahwa Covid-19 tidak akan pernah hilang sehingga kebiasaan normal baru perlu selalu diterapkan.
Pemberian vaksin dosis penguat (booster) pun harus ditingkatkan mengingat seiring berjalannya waktu imunitas tubuh mulai menurun. Sejak vaksin penguat mulai diberikan kepada penduduk lima bulan yang lalu, capaiannya berjalan lambat. Hingga sekarang, jumlah penduduk yang sudah mendapatkan vaksin penguat baru sekitar 50 juta orang atau 24 persen dari target.

Khusus wilayah timur Indonesia, target vaksinasi dosis lengkap tentunya harus dikejar terlebih dahulu sebelum ke vaksin penguat. Di sini peran pemerintah daerah sangat menentukan suksesnya program vaksinasi.
Walaupun mungkin efek virus varian baru saat ini sudah tidak lebih berbahaya seperti dulu, dengan masih dibiarkannya virus berkembang ada kemungkinan varian baru yang lebih berbahaya kembali muncul dan menginfeksi kembali siapa pun yang lalai ataupun yang kondisi tubuhnya sedang menurun.
Kita tentunya berharap peningkatan kasus saat ini dapat segera diatasi sehingga pembatasan yang ketat tidak perlu diberlakukan kembali. Kuncinya adalah kedisiplinan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan dan kesadaran bahwa Covid-19 akan tetap ada.
Dengan demikian, kebiasaan normal baru adalah kebiasaan yang perlu dimulai saat ini sampai kapan pun di masa mendatang. Tetap harus diingat bahwa no one is save until everyone is save. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Vaksinasi Covid-19 di Tengah Laju Peningkatan Kasus Penularan