Publik menilai pemerintah perlu lebih serius melindungi masyarakat adat melalui pengesahan RUU Masyarakat Hukum Adat. Payung hukum ini penting untuk mengakselerasi kemajuan masyarakat adat beserta nilai-nilai luhurnya.
Oleh
Yoesep budianto
·6 menit baca
Masyarakat adat masih memperjuangkan pemenuhan hak dasar sebagai warga negara serta konflik sengketa lahan yang berkepanjangan. Publik menilai pemerintah perlu lebih serius melindungi masyarakat adat melalui pengesahan RUU Masyarakat Hukum Adat.
Perjuangan masyarakat adat tersebut terpotret dari jajak pendapat Kompas pada 10-13 Mei 2022. Publik menilai permasalahan utama yang dihadapi masyarakat adat adalah pemenuhan hak warga negara dan pengakuan identitas. Satu dari tiga responden mengungkapkan bahwa masyarakat adat minim mendapatkan modal usaha dan pekerjaan.
Sementara itu, 27,8 persen menganggap akses kesehatan dan pendidikan bagi masyarakat adat masih terbatas. Dua permasalahan lain yang dihadapi masyarakat adat adalah pengakuan identitas dan sengketa lahan (17,3 persen).
Infografik Masyarakat Adat
Keberadaan masyarakat adat merupakan salah satu kekayaan ragam sosial budaya di Indonesia. Kelompok masyarakat tersebut memiliki sejarah asal-usul dan menempati wilayah adat secara turun temurun.
Jumlah masyarakat adat di Indonesia diperkirakan mencapai 24 persen dari total populasi penduduk. Publikasi Statistik Kebudayaan 2021 menyebutkan total komunitas adat di Indonesia mencapai 2.061 komunitas yang tersebar di seluruh penjuru negeri. Keberadaan masyarakat adat sangatlah penting dalam konteks ekologi, kearifan lokal, dan nilai-nilai humanisme. Mereka adalah penjaga 80 persen biodiversitas Bumi dengan pola pengelolaan yang berkelanjutan dari generasi ke generasi.
Tak hanya itu, masyarakat adat mampu mengajarkan nilai kearifan lokal dan humanisme. Sistem sosial yang mereka bangun terbukti mampu menjaga soliditas antarindividu dan mampu hidup bersama selama beberapa generasi. Banyak hal yang dapat menjadi referensi nilai-nilai kehidupan masyarakat secara umum.
Sayangnya, peran sentral masyarakat adat dalam sistem yang lebih besar sering terganggu dan rusak karena adanya konflik dan segala keterbatasan yang mereka hadapi. Dari waktu ke waktu banyak masyarakat adat dihadapkan dengan kondisi yang mencekam.
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mencatat banyak konflik yang melibatkan masyarakat adat. Konflik yang paling sering terjadi adalah terkait sengketa lahan, seperti perkebunan, kehutanan, pembangunan infrastruktur, pertambangan, dan fasilitas militer.
Sepanjang periode 2020 hingga 2021, tercatat sedikitnya ada 53 konflik perampasan wilayah adat, kekerasan, dan kriminalisasi kelompok atau individu. Sepanjang konflik, lebih dari 140.000 masyarakat adat terdampak. Data terbaru hingga Mei 2022 ada 14 konflik baru yang melibatkan masyarakat adat.
Selain konflik sengketa lahan, masyarakat adat juga menghadapi keterbatasan fasilitas dan pemenuhan hak dasar sebagai warga negara, seperti pendidikan dan kesehatan. Akses mereka ke pusat kesehatan sangat sulit, banyak bangunan puskesmas yang tidak memiliki dokter. Demikian pula untuk mendapat pendidikan perlu menempuh jarak yang sangat jauh.
Sengketa lahan
Permasalahan yang dihadapi masyarakat adat memang beragam dan membutuhkan pendekatan yang lebih komprehensif. Dari ragam masalah tersebut, apabila ditimbang dari besarnya skala dampak yang ditimbulkan dan banyaknya masyarakat yang menderita, maka konflik sengketa lahan menjadi yang utama.
Adanya konflik di wilayah masyarakat adat akan mengganggu kehidupan sosial mereka, baik secara individu maupun kelompok. Rasa cemas dan takut membuat mereka enggan pergi ke ladang atau hutan sehingga kebutuhan pangan bisa saja tidak tercukupi.
Kegiatan lain, seperti interaksi sosial di tengah perkampungan atau ritual-ritual rutin akan terganggu karena suasana konflik berkepanjangan. Besarnya dampak yang dirasakan mampu menggerus pranata sosial yang ada, terlebih berhadapan dengan perusahaan-perusahaan besar.
Sengketa lahan tentu tidak terjadi dengan begitu saja tanpa ada penyebab. Faktor utama yang menyebabkan terjadinya sengketa lahan adalah belum adanya pengakuan negara atas masyarakat adat dan wilayah adatnya. Selain itu, aturan terkait masyarakat adat berhenti di tingkat daerah sehingga perlindungan yang diberikan belum maksimal.
Pengakuan negara atas wilayah adat terbilang belum optimal. Hingga Desember 2021, pengakuan hutan adat di Indonesia baru mencapai 56,9 ribu hektar, padahal target yang ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) seluas 6,53 juta hektar. Sementara hingga Mei 2022, Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) mencatat pengakuan hutan adat hanya bertambah sekitar 19,3 ribu hektar.
Wilayah pengakuan tersebut hanya berada di 15 provinsi, padahal komunitas adat tersebar merata di seluruh Indonesia. Tak hanya itu, dari puluhan ribu hutan adat yang mendapat pengakuan, wilayah hutan dengan komunitas adat yang besar, seperti Papua Barat dan Papua, ternyata belum ada yang diakui. Ini celah besar terjadinya konflik agraria di masa mendatang.
Di sisi lain, KLHK malah lebih memilih melepaskan kawasan hutan Indonesia untuk perkebunan dan nonkehutanan seluas 7,4 juta hektar hingga akhir tahun 2021. Jutaan hektar kawasan hutan yang beralih fungsi tersebut juga tidak lepas dari konflik, sebab 2,2 juta hektar berada dalam wilayah adat kelompok suku tertentu.
Kondisi tersebut adalah gambaran jelas buruknya pengelolaan wilayah hutan di Indonesia. Kepentingan investasi di bidang perkebunan atau pertambangan tidak seharusnya mengorbankan bangsa sendiri, yaitu masyarakat adat. Secara historis, masyarakat adat dapat dikatakan sebagai pilar awal kehidupan masyarakat di wilayah Nusantara.
Salah satu solusi penyelesaian konflik sengketa lahan, termasuk menjamin pemenuhan hak sebagai warga negara adalah pengesahan RUU Masyarakat Hukum Adat. Aturan tersebut memiliki empat titik krusial yang penting bagi masyarakat adat. Pertama, adanya jaminan stabilitas kondisi sosial-budaya serta mampu menekan timbulnya konflik.
Kedua, ada payung hukum yang menempatkan masyarakat adat sebagai penjaga ekosistem sehingga laju kerusakan lingkungan dapat terus dikurangi. Ketiga, penguatan pendekatan yang lebih humanis saat ada pihak-pihak yang akan berinteraksi dengan masyarakat adat.
Terakhir, pengesahan RUU Masyarakat Hukum Adat adalah bentuk realisasi terkuat pengakuan dan penghormatan negara terhadap hak-hak masyarakat adat. Urgensi pengesahan RUU Masyarakat Hukum Adat juga didukung oleh publik. Hasil jajak pendapat Kompas menunjukkan bahwa mayoritas responden (87,7 persen) menganggap penting pengesahan RUU tersebut.
Humanis
Polemik terkait pemenuhan hak dasar dan penyelesaian konflik sengketa lahan berkepanjangan membutuhkan rumusan penyelesaian masalah yang lebih humanis. Pendekatan-pendekatan humanis adalah menempatkan subyek, yaitu masyarakat adat, sebagai pusat pemberdayaan dan penyelesaian masalah tersebut.
Sejumlah penyelesaian masalah dilakukan tanpa melihat masyarakat adat sebagai entitas utama yang telah menempati wilayah tersebut selama ratusan tahun. Pemerintah perlu memulai pendekatan lebih humanis yang berangkat dari dalam masyarakat adat. Sudut pandang yang digunakan harus kembali ke masyarakat adat, bukan memaksakan sudut pandang kelembagaan yang jelas-jelas di luar sistem kesukuan mereka.
Kondisi tersebut sejalan dengan pandangan publik tentang siapa itu masyarakat adat. Sekitar 41 persen responden sepakat bahwa masyarakat adat lekat dengan sistem kesukuan yang memiliki identitas, nilai, dan kelembagaan adat tersendiri.
Inventarisasi permasalahan dilakukan dengan proses mendengarkan apa saja hal-hal yang dibutuhkan masyarakat adat sebagai satu kesatuan komunitas atau suku di wilayahnya. Karena itu, publik menilai ada sejumlah program prioritas yang dapat dilakukan pemerintah untuk melindungi dan memajukan masyarakat adat.
Sebanyak 34,2 persen responden meminta pemerintah perlu memastikan akses pendidikan dan kesehatan masyarakat adat lebih terjamin. Sepertiga responden lainnya fokus pada penyelesaian masalah sengketa lahan dan pengakuan negara atas hak serta identitas masyarakat adat. Sisanya, terkait pemenuhan dokumen warga negara dan pembangunan infrastruktur.
Publik melihat perlindungan dan pemenuhan hak-hak dasar masyarakat penting untuk dilakukan pemerintah. Di sini tergambar besarnya harapan publik terhadap pemerintah, terlebih banyak konflik berkepanjangan. Bagaimanapun juga, masyarakat adat adalah bagian dari bangsa Indonesia yang telah berperan membentuk nilai-nilai peradaban dan menjaga kekayaan luhur hingga saat ini. (LITBANG KOMPAS)